Tasawuf

Petani Kita adalah “Peasant”

2 Mins read
Oleh: Nu’man Iskandar

Sartono Kartodirjo menulis disertasi dengan judul The Peasant’s Revolt of Banten In 1888 yang kemudian diterjemahkan dan diterbitkan menjadi buku “Pemberontakan Petani Banten 1888”. Sebuah karya monumental, Sartono memberikan sisi lain gerakan petani dalam sudut pandang Keindonesiaan. Namun ada satu istilah penting, tetapi tidak menjadi perhatian aktivis gerakan tani di Indonesia.

Dalam karya tersebut, secara sengaja Sartono Kartodirjo menggunakan istilah “peasant” untuk menjelaskan petani. Padahal ada istilah lain, “farmer“, yang bisa ia gunakan, namun Sartono lebih memilih “peasant” dibanding “farmer“. Mengapa Sartono lebih memilih kata “peasant“? Padahal dalam deskripsi orang-orang yang disebutnya “peasant” adalah mereka para pemilik lahan yang juga menjadi saudagar. Mereka juga adalah orang-orang kaya dan tokoh agama yang berpengaruh.

Istilah “peasant” tersebut Sartono gunakan karena melihat lingkungan dengan sistem ekonomi dan politik yang berlaku pada masa itu. Peasant berarti “petani dengan status sosial rendah yang memiliki atau menyewa lahan berukuran kecil untuk pertanian”. Istilah ini digunakan karena pada masa pemberontakan di Banten tersebut para petani harus berhadapan dengan kapitalisme, kolonialisme, dan juga feodalisme.

Kondisi Petani Kita

Bagaimana kondisinya “peasant” saat ini? Untuk menjawabnya, mari kita ajukan beberapa pertanyaan. Bagaimana ketika petani kita berhadapan dengan korporasi? Bagaimana ketika petani kita berhadapan dengan para pengusaha? Bagaimana ketika petani ketika berhadapan dengan kekuasaan?

Kira-kira, apa jawabannya? Kondisi petani kita tidak banyak berubah. Bagaimana bisa? Sederhananya kapitalisme menjadi neokapitalisme, kolonialisme menjadi neokolonialisme dan feodalisme berubah bentuk menjadi relasi patron klien.

Dengan kondisi mayoritas petani kita saat ini adalah petani subsisten, buruh tani dan petani penggarap, cara bertani petani kita hampir tidak banyak berubah selama kurun beberapa dasawarsa ini. Ditambah lagi soal kepemilikan lahan pertanian yang semakin menyempit dan program reforma agraria yang tidak jalan semakin menegaskan bahwa petani kita adalah “peasant“.

Baca Juga  Manhaj Pemikiran Ekologi dan Lingkungan Muhammadiyah

Menyadari bahwa petani kita saat ini adalah “peasant” bagi para pemegang otoritas kekuasaan ini sangat penting. Dengan kesadaran yang dimilikinya, diharapkan kebijakan yang dihasilkan untuk membangun pertanian ini lebih adil dan berpihak. Agar petani juga tidak lagi menjadi komoditas yang diperjualbelikan dalam politik.

Lalu seperti apa kebijakan yang adil dan berpihak itu? Secara posisi, petani kita berada pada posisi yang lemah dan tidak berdaya. Karena itu kebijakan terkait pertanian harus memberikan proteksi, namun tidak merugikan pihak lain. Sedang kebijakan yang berpihak, pada saat dihadapkan pada pilihan harus memiliki “peasant” atau kekuatan lain, maka “peasant” menjadi pihak yang harus dibela. Prinsipnya, adil dan berpihak adalah sebuah kebijakan yang menempatkan petani pada posisi yang seharusnya. Profesi petani harus ditempatkan sejajar dengan profesi lain.

Untuk melakukan percepatan agar “peasant” kita sejajar dengan profesi lain, kebijakan pertanian harus terfokus pada peningkatan kapasitas untuk membangun kemandirian. Laporan terkait kinerja birokrasi, tidak boleh hanya pada outputnya yang menjadikan serapan anggaran sebagai indikator utama, tetapi harus pada outcome dan impact.

Salam BRUTAL

*) Ketua Buruh Tani Nelayan (Brutal) Lazismu

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah tidak menjadikan tasawuf sebagai landasan organisasi, berbeda dengan organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama. Akan tetapi, beberapa praktik yang bernafaskan tentang tasawuf…
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (2): Diskursus Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah pada awal mula berdirinya berasal dari kelompok mengaji yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dan berubah menjadi sebuah organisasi kemasrayarakatan. Adapun…
Tasawuf

Urban Sufisme dan Conventional Sufisme: Tasawuf Masa Kini

3 Mins read
Agama menjadi bagian urgen dalam sistem kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pasti memiliki titik jenuh, titik bosan, titik lemah dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds