Perspektif

Pilkades Serentak dan Wajah Demokrasi Kita

3 Mins read

Pesta demokrasi pemilihan kepala desa (pilkades) serentak Tahun 2019 sedang berlangsung dan akan diselenggarakan di sejumlah daerah di Indonesia. Namun, tak seperti pelaksanaan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 yang begitu menyita perhatian publik. Pilkades gaungnya masih sangat sepi. Padahal, terdapat hubungan erat pilkades serentak dan wajah demokrasi kita.

Tak banyak orang yang memperbincangkan pelaksanaan pilkades. Karena pilkades dianggap tak memiliki pengaruh signifikan terhadap kemajuan demokrasi di Indonesia. Padahal elit bawah inilah yang akan menjadi penentu bagaimana potret demokrasi kita.

Perlunya Keterlibatan Warga Desa

Persiapan pelaksanaan pemilihan di beberapa desa yang akan menyelenggarakan pilkades masih minim. Bahkan para kandidat yang berniat untuk mencalonkan pun belum secara terang-terangan menyampaikan kepada masyarakat. Terlebih, untuk daerah – daerah yang ikut serta berlaga di perhelatan electoral 2020, gaung pilkades ini tertutup oleh pesta demokrasi pilkada serentak.

Meski demikian, berbagai macam manuver politik untuk menarik hati masyarakat demi mendulang suara harus menjadi kewaspadaan sejak dini. Mengingat, pengawasan dalam pilkades masih sangat lemah. Hingga saat ini pengawas independen pun tak banyak menyoroti isu–isu krusial dalam pilkades . Hal ini memberikan peluang kepada para kandidat kepala desa untuk menghalalkan segala cara dalam meraih kemenangan. Tak sedikit pula dalam pilkades ini yang ditunggangi oleh kepentingan Pilkada Serentak Tahun 2020.

Keterlibatan aktif warga desa dalam pengawasan pelaksanaan pilkades sudah seharusnya menjadi kesadaran bagi setiap pemilih. Mengawal seluruh prosesnya dan tidak memberi sedikit pun celah kepada para kandidat untuk melakukan hal yang bisa mencederai proses demokrasi pemilihan kepala desa.

Terpilihnya kepala desa yang berkualitas, inovatif dan mengutamakan kepentingan masyarakat desa diatas segala-galanya adalah harapan kita bersama. Semangat inilah yang perlu kita jaga untuk terciptanya pilkades yang berkualitas dan berintegritas. Untuk itu, perlu kiranya warga desa menjadi pemilih yang cerdas dan rasional. Kenali visi misinya dan menolak segala bentuk politik uang atau materi lainnya yang diberikan oleh para kandidat  kepala desa.

Baca Juga  Fatwa Tarjih yang Ramah Millenial

Harapan Pilkades yang Adil dan Jujur

Apabila masih didapatkan pemilih yang mau menerima segala bentuk iming–iming dari para kandidat kepala desa, maka jangan harap dapat menghadirkan perubahan dan kemajuan yang lebih baik untuk desanya. Karena ketika terpilih menjadi kepala desa, dirinya harus mengganti seluruh modal yang telah dikeluarkan. Salah satunya adalah dengan  memainkan anggaran dana desa. Hal ini tentu sangat tidak baik dan berbahaya untuk masa depan desanya.

Selain itu, dalam mekanisme pilkades dengan pemilihan secara langsung sesuai amanat Undang–undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terkadang menciptakan persaingan yang sangat ketat di antara para kandidat kepala desa, memunculkan sensitivitas tinggi antar pendukung, dan dapat berpotensi tinggi dalam konflik internal.

Ini artinya, suhu politik dalam pilkades sangat lebih terasa dibandingkan dengan pemilihan–pemilihan lain. Sosialisasi pun sudah tidak lagi menjadi hal prioritas. Karena biasanya para kandidat kepala desa sudah banyak dikenal dan diketahui oleh setiap anggota masyarakat yang akan memilih.

Bahkan, kadangkala rivalnya pun adalah kerabat, saudaranya dan bisa jadi pasangannya. Seperti yang terjadi di Kabupaten Gresik, Jawa Timur di beberapa desa karena tak ada lawan maka kontestasi diikuti oleh pasangan suami istri (kompas.com 9/7).

Kedekatan emosional, akan sering kali banyak dipakai oleh masyarakat untuk menentukan pilihannya. Penyampaian visi misi pun kerap tak dijadikan sebagai ajang kampanye untuk meyakinkan pemilih. Oleh karena itu, unsur korupsi, kolusi dan nepotisme sangat kental membudaya.

Namun, bagaimanapun kondisinya, kini pendidikan politik perlu diaktualisasikan. Dimulai dari tingkat desa, perlahan berbagai macam hal kecurangan harus segera dikikis. Segala sesuatu tidak harus  dikendalikan dalam bentuk uang.

Pengorbanan dan pengabdian tulus untuk kemajuan desa adalah hal yang patut diperjuangkan. Apabila segala bentuk kecurangan di tingkat akar rumput bisa dikikis, tentu harapan proses pemilihan yang jujur dan adil dapat terwujud.

Baca Juga  Di Balik Awan Tebal itu Ada Matahari!

Pilkades Serentak dan Wajah Demokrasi Kita

Pilkades adalah momentum untuk menguji kematangan dan kualitas demokrasi kita di tingkat pedesaan. Hal ini menjadi bagian penting dalam memperkuat partisipasi politik masyarakat. Pengertian dari partisipasi politik dipahami melalui pengertian penggabungan dua konsep, yaitu partisipasi dan politik. Maka paritisipasi politik dapat diartikan sebagai turut ambil bagian, ikut serta atau berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan kekuasaan (power), kewenangan (authority), kehidupan publik (public life), pemerintahan (government), negara (state), konflik dan resolusi konflik (conflict dan conflict resolution), kebijakan (policy), pengambilan keputusan (decision making), dan pembagian (distribution) atau alokasi (Damsar, 2010).

Selain itu, dalam pilkades juga diuji, sejauh mana kualitas kepala desa yang dihasilkan?Apakah semakin berkembang untuk pembangunan desanya atau justru sebaliknya. Pemimpin desa yang dipilih akan sangat bergantung pada hakikat demokrasi setiap individu di bilik suara.

Sejatinya, calon kepala desa tidak hanya mengandalkan sisi ketokohan saja, tetapi juga memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai. Pemimpin desa yang visioner, tidak hanya membawa dampak baik untuk desanya saja tapi memberi kontribusi besar dalam menakar wajah demokrasi kita.

Pilkades akan menjadi gambaran real bagaimana menjadikan nilai moralitas, etik, dan spiritual agamis sebagai fundamental value. Sejatinya, pilkades tidak hanya dijadikan sebagai hajat ritual prosedur belaka. Lebih penting dari itu, meningkatkan kualitas demokrasi dari yang masih sebatas prosedural, menjadi lebih substantif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa.

Related posts
Perspektif

Tidak Bermadzhab itu Bid’ah, Masa?

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz berceramah tentang urgensi bermadzhab. Namun ceramahnya menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Ia mengatakan bahwa kelompok…
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds