Peringatan hari lahir (harlah) ke-77 Muslimat NU se-Jawa Tengah yang digelar di Slawi Tegal, 10 Juni 2023, sangat ramai. Gambar tiga tokoh wanita; Ketua Umum PP Muslimat NU (Hj Khofifah Indah Parawansa), Ketua PW Muslimat Jawa Tengah (Prof Hj Ismawati Hafidz), dan Ketua PC Muslimat NU Kab Tegal (Hj Umi Azizah) beredar luas di Tegal (offline maupun online). Ketiganya adalah tokoh wanita NU kontemporer yang saat ini menduduki jabatan penting di pemerintahan.
Ketua Umum PP Muslimat NU yakni Khofifah Indar Parawansa, merupakan Gubernur Jawa Timur. Ketua PW Muslimat Jawa Tengah, Prof Ismawati merupakan intelektual guru besar UIN Walisongo Semarang. Sementara Ketua PC Muslimat NU Tegal adalah Hj Umi Azizah yang juga adalah Bupati Kabupaten Tegal. Wajar, jika puncak Harlah Muslimat NU Kabupaten Tegal yang digelar di Tegal sangat ramai, diprediksi 36 ribu peserta memadati alun-alun Tegal.
Politik NU
Melihat perkembangan terkini, hemat kami magnet Khofifah Indah Parawansa (KIP) sangat cocok untuk menjadi calon wakil presiden. Siapapun presidennya, wapresnya adalah KIP. Semua calon presiden yang ada sekarang ini: Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto (sesuai urutan alfabetik) semuanya adalah laki-laki. Jika menggandeng tokoh perempuan, hampir pasti akan saling melengkapi.
KIP adalah tokoh Jawa Timur, semua capres membutuhkan suara di Jawa Timur. Saya belum pernah ketemu KIP, tidak kenal, apalagi tim sukses KIP. Tetapi feeling saya sebagai periset, melihat potensi KIP sangat besar untuk mendongkrak siapapun calon presidennya. Ibarat sebuah iklan, apapun makanannya minimunya KIP.
Khofifah cocok disandingkan dengan Ganjar Pranowo, cocok juga disandingkan dengan Prabowo Subianto, pun cocok jika berduet dengan Anies Rasyid Baswedan. Jika bersama Anies Baswedan, hemat kami PDI Perjuangan di Kabupaten Tegal akan “kalang kabut”.
Sejarah mencatat, kabupaten Tegal merupakan contoh bagaimana PDI Perjuangan “bertekuk lutut” dengan jaringan NU, terutama jaringan pengajian ibu-ibu. Dalang Ki Entus Susmono (alm) ketika menjadi calon bupati Tegal (2014-2018) menggunakan tagline, eNU (dibaca NU) yang merupakan kepanjangan dari: Entus-Umi. Bupati dan Wakil Bupati Tegal sekarang pun semuanya dari NU yang didukung oleh kelompok Islam lainnya.
Kabupaten Tegal merupakan contoh bagaimana kelompok Islam (NU Muhammadiyah) bisa bersaing dengan kelompok nasionalis. Tegal merupakan contoh tipologi Islam Pantura, yang secara sosiologis berbeda dengan Islam di Solo, Jogja (keraton) maupun Islam pedalaman (Kebumen, Purworejo, Cilacap).
Varian Islam Jawa
Dalam The Religion of Java, Clifford Geertz membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kategori: abangan, santri, dan priyayi. Temuan trikotomi Geertz bisa menjelaskan relasi varian agama dan partai politik. Mafhum, pemilu 1955 menghasilkan empat partai pemenang pemilu yakni: PNI, Masyumi, Nahdlatul Ulama, dan PKI.
Teori Geertz mampu menjelaskan kecenderungan pola relasi yakni “abangan” menyalurkan aspirasi politiknya ke PKI, “santri” ke Masyumi (santri modernis) dan NU (santri tradisionalis) serta kategori “priyayi” lebih ke PNI.
Fakta pemilu 1955 “membenarkan” agama dijadikan identitas untuk “meraup” suara politik. Meskipun tentu konteks pemilu 1955 jauh dari upaya politisasi agama. Para sejarawan mencatat, pemilu 1955 sebagai pemilu paling demokratis sepanjang sejarah pemilu di Indonesia. Tetapi faktanya, ada konteks “agama untuk politik’.
Paradigma “agama untuk politik” semestinya perlu dibalik menjadi “politik untuk agama”. Meskipun faktanya sampai sekarang masih ada upaya menggunakan “agama untuk politik”.
Pilihan Presiden Jokowi untuk menggandeng KH Ma’ruf Amin (KMA) sebagai wakil presiden pada periode kedua (periode 2019-2024), tentu tidak lepas dari kedudukan KMA sebagai Ketua Umum MUI dan tokoh NU. Fakta ini tidak bisa dipungkiri, sebelum memilih KMA, kala itu sempat ada “drama” Mahfud MD yang sudah dipanggil Mensesneg Pratikno untuk mengukur jas. KMA dipilih untuk menjadi vote getter umat Islam.
Upaya untuk “menjodohkan” kandidat dengan representasi tokoh NU sangat kentara. Bahkan, Erick Thohir, Menteri BUMN yang digadang-gadang menjadi wakil presiden pun “berubah” menjadi NU. Ada guyonan BUMN sebagai Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama.
Tipologi Islam: WMIAT, NMFQ atau BTWH
Dalam konteks kekinian, kategori Islam di Jawa bisa dilihat dari cara pembukaan dan penutupan ceramah seorang ustadz/tokoh agama. Default pembukaan selalu diawali dengan ucapan assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Para tokoh agama Islam akan selalu menggunakan ucapan salam tersebut yang dilanjutkan dengan kalimat pembuka dalam bahasa Arab memuat: hamdalah, sholawat, diakhiri dengan amma ba’du.
Clifford Geertz membagi agama Jawa menjadi tiga kategori: abangan, santri dan priyayi. Meskipun pada masyarakat Mojokuto (Pare, Kediri Jawa Timur) ada penganut Kristen dan Katholik, tetapi tidak disebut secara khusus dalam studi Geertz. Hal ini bisa dipahami bahwa studi Geertz di Mojokuto lebih merepresentasikan studi tentang masyarakat muslim di Jawa.
Secara umum, varian agama bisa dilihat dari nama rumah ibadah: masjid, gereja, dan rumah ibadah lainnya. Dari sisi nama, Masjid Muhammadiyah biasanya akan diberi nama Masjid At-Taqwa, sementara Masjid NU biasanya akan diberi nama Masjid Nurul Ulum, Darul Ulum, dan nama-nama lain yang lebih variatif. Jika setelah adzan ada puji-pujian, setelah salat ada dzikir jahr/keras, ada qunut dalam shubuh biasanya itu masjid NU.
Hal tersebut mirip dengan gereja. Pada gereja Katolik biasanya penuh dekorasi maupun ikon. Nama gereja Katolik diberi gereja Katolik Santo/Santa (St), menampilkan patung yesus, dan biasanya memiliki altar yang lebih luas. Hal tersebut berbeda dengan gereja Kristen yang bisanya lebih simpel, tidak terdapat patung, penamaan biasanya langsung, misal HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).
***
Dalam konteks ceramah keagamaan, varian Islam di Jawa bisa dilihat dari kalimat penutup para dai/ustadz. Secara umum ada tiga pola. Pertama, wallahul muwafiq ila aqwamit thariq (WMIAT), yang berarti Allah adalah dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya. Jika ada tokoh agama yang mengakhiri ceramahnya dengan WMIAT bisa dipastikan dia berafiliasi ke Nahdlatul Ulama.
Kedua, pola nasrun minallah wa fathun qorib (NMFQ), yang berarti pertolongan itu datang dari Allah, dan kemenangan itu sudah dekat. Wa bassyiril mu’minin dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman. Teks NMFQ ada dalam QS As-Shaff: 13. Jika ada tokoh agama yang mengakhiri ceramahnya dengan NMFQ bisa dipastikan dia berafiliasi ke Muhammadiyah.
Ketiga, pola billahi taufiq wal hidayah (BTWH) yang mengandung arti Allah adalah zat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya. Kalimat ini biasanya digunakan oleh orang-orang HMI atau KAHMI. Saat ini istilah BTWH sudah menjadi familiar seluruh umat Islam, tidak hanya yang tergabung dalam ormas tertentu.
Dari sisi pencipta, istilah BTWH dan WMIAT sesungguhnya diciptakan oleh orang yang sama yakni KH Achmad Abdul Hamid (1915-1998), Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah dan Imam Masjid Besar Masjid Kendal Jawa Tengah. Sementara NMWQ merupakan teks dalam Alquran.
Hemat kami, para tim sukses Capres 2024 perlu memperhatikan tipologi tokoh Islam (baca NU/Muhammadiyah) pantura. Lebih bagus lagi yang bisa mewakili kategori WMIAT, NMFQ atau BTWH. Khofifah Indar Parawansa, Mohammad Mahfud MD, dan Abdul Mu’ti hemat kami bisa menjadi pertimbangan. Popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitasnya sangat tinggi. Tetapi memang perlu juga dipikirkan soal “isi tas”. Wallahu’alam.
Editor: Soleh