Perspektif

Potensi Filantropi Tenaga di Indonesia

4 Mins read

Filantropi pada awalnya memang berasal dari kegiatan keagamaan berupa pemberian uang kepada kelompok masyarakat yang tidak beruntung.

Kegiatan filantropi pada arus awal hanya terbatas pada kegiatan yang melibatkan pemberian uang atas dasar belas kasih. Pola kegiatan ini biasanya tidak memiliki tujuan yang khusus, melainkan hanya untuk memuaskan naluri manusia sebagai makhluk sosial untuk saling membantu. Inilah yang dinamakan filantropi tradisional.

Pola Kegiatan Filantropi

Seiring dengan perkembangan dan peningkatan kebutuhan, pola kegiatan filantropi tradisional tersebut telah berganti menjadi filantropi modern. Filantropi modern dapat dilihat sebagai kegiatan filantropi yang telah memiliki tujuan dan lebih terencana.

Jika pada filantropi tradisional berpola individu, maka filantropi modern lebih bersifat kolektif. Filantropi modern yang juga dikenal sebagai filantropi arus kedua ini juga dimaknai tidak hanya terbatas pada pemberian uang, melainkan segala sesuatu yang ditujukan untuk membantu kelompok masyarakat yang membutuhkan untuk kesejahteraannya. Sehingga, kini berkembang lah makna kegiatan filantropi. (hal 73)

Filantropi kini tidak lagi identik dengan ‘orang tua’ atau ‘orang kaya’ yang menyantuni kelompok yang lain. Dalam filantropi modern, seluruh orang dapat melakukan kegiatan filantropi melalui berbagai bentuk.

Menurut Erna Witoelar (2016), Ketua Badan Pengarah Filantropi Indonesia, filantropi kini dapat dilakukan dengan menyumbangkan ke dalam 6 bentuk, yakni pengetahuan/keterampilan, waktu/tenaga, suara/aspirasi, jaringan, cinta, dan dana.

Filantropi Tenaga

Salah satu bentuk filantropi yang dapat dilakukan oleh semua orang adalah filantropi tenaga. Bentuk kegiatan ini diwujudkan dengan cara menyumbangkan tenaga dan waktu yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan aktivitas dan kegiatan yang ditujukan untuk kemanusiaan, tanpa mengharapkan imbalan uang atau materi.

Berbeda dengan kegiatan filantropi yang berbentuk menyumbangkan uang, filantropi tenaga lebih berfokus pada kerelaan seseorang untuk menggunakan waktu dan tenaganya untuk kegiatan kemanusiaan.

Sehingga, dalam melakukan kegiatan filantropi tenaga, seseorang tidak dituntut untuk memiliki uang atau materi dengan jumlah tertentu. Inilah yang membuat filantropi tenaga ini dapat dilakukan oleh siapa pun, tanpa melihat kondisi ekonominya. Sehingga, jenis filantropi ini lebih mampu menyerap partisipasi yang luas dan tanpa hambatan ekonomi.

Baca Juga  Saat Negara Robin Hood Bantu Media Semaput

Bentuk filantropi tenaga ini menarik untuk dilihat lebih lanjut potensi dan prospek ke depannya.

Indonesia, Tingkat Relawan Tertinggi di Dunia

Potensi yang dimiliki Indonesia Indonesia menjadi negara dengan tingkat relawan tertinggi di dunia pada tahun 2017 (Iswara, 2019).

Menurut lembaga statistik Gallup yang mengambil lebih dari 150.000 di 146 negara, pada tahun 2017 Indonesia menyumbang 53% relawan di seluruh dunia. Di bawah Indonesia terdapat negara Liberia dengan angka 47% relawan, kemudian Kenya dan Sri Lanka dengan 45%, dan Australia dengan 40%. Sementara menurut statistik ini, negara dengan tingkat relawan terendah adalah Laos dengan angka 4%. (hal 74)

Menurut lembaga statistik Gallup, data tersebut diambil dengan cara menanyakan responden mengenai kegiatan 30 hari belakangan yang berkaitan dengan sumbangan uang, menjadi relawan, atau sekadar membantu orang asing.

Berdasarkan data tersebut, nampaknya faktor jumlah penduduk tidak menjadi faktor penentu tingkat relawan di sebuah negara. Amerika sebagai negara dengan jumlah populasi sebanyak 325 juta pada tahun itu bahkan tingkat relawannya hanya menunjukkan angka 39%. Sementara Cina di tahun yang sama, meskipun memiliki 1,3 miliar, namun tingkat relawannya hanya menunjukkan angka 7%.

Data tersebut menunjukkan bahwa menjadi relawan merupakan hal yang banyak dilakukan di Indonesia. Dari tingginya angka relawan, dapat terlihat bahwa masyarakat Indonesia gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, tidak hanya terbatas pada menyumbangkan harta, melainkan juga menyumbangkan tenaga dan waktunya.

Hal itu juga dapat berarti bahwa Indonesia tengah bergerak dari bentuk filantropi tradisional ke arah filantropi modern. Sisi lain yang menarik adalah fakta bahwa Indonesia memiliki tingkat filantropi tenaga yang tinggi tersebut mendapat peluang tambahan dari fenomena bonus demografi.

Baca Juga  Serahkan Berkas, Lazismu Jawa Tengah Siap Laksanakan Audit 2020

Bonus demografi yang diprediksi mencapai puncaknya pada tahun 2030 akan menempatkan Indonesia dengan kondisi jumlah penduduk produktif yang tinggi. Kelompok penduduk produktif ini tentu saja menjadi motor dalam hal filantropi tenaga.

Berdasarkan data Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015, Indonesia diprediksi akan memiliki jumlah penduduk sebanyak 269 juta jiwa (Kusnandar, 2019). Detailnya, diperkirakan jumlah usia belum produktif (0-4 tahun) mencapai 66 juta, usia produktif (15-64 tahun) mencapai 185 juta, dan usia sudah tidak produktif (lebih dari 65 tahun) mencapai 18 juta.

Dari data tersebut, terlihat bahwa sektor filantropi tenaga menjadi satu sektor yang dapat menerima dampak positif dari jumlah penduduk Indonesia. (hal 75)

Perkembangan Bentuk Filantropi

Melihat perkembangan bentuk filantropi yang tidak hanya menyumbangkan harta, maka wadah-wadah ini pun ikut menyesuaikan dirinya. Kini, komunitas, lembaga, atau organisasi filantropi yang ada mulai menyediakan tempat untuk individu yang ingin memberikan tenaga dan waktunya kepada kegiatan kemanusiaan.

Perekrutan relawan menjadi hampir ada di setiap lembaga filantropi. Dompet Dhuafa dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang kini telah memiliki relawannya sendiri dapat menjadi contoh yang relevan.

Selain lembaga, kini filantropi tenaga juga telah dibantu dengan adanya pihak penghubung (connecting actor). IndoRelawan, salah satu connector berbentuk website ini merupakan penghubung antarcalon relawan dengan pencari relawan.

Dengan tampilan yang sederhana, IndoRelawan memuat berbagai macam aktivitas untuk para relawan yang siap menyumbangkan tenaga dan waktunya. Kegiatan yang ditawarkan di dalamnya tentu saja merupakan kegiatan yang berhubungan dengan kemanusiaan. Bahkan, terdapat klasifikasi jenis kegiatan tersebut ke dalam kategori yang lebih spesifik.

Dalam website tersebut, IndoRelawan mengklaim bahwa jumlah relawan yang telah dan tengah terlibat adalah sejumlah 125.966 relawan. Sementara, organisasi yang terlibat di dalamnya mencapai 2.308 dan terdapat setidaknya 4.800 aktivitas yang telah dan tengah ditawarkan.

Baca Juga  Hilman Latief: Rakernas Harus Membuat Lazismu Lebih Ramping

Beberapa bentuk perkembangan tersebut juga didukung oleh komunitas-komunitas relawan yang semakin banyak. Gerakan relawan di bidang pendidikan, lingkungan, pangan, bencana, bahkan budaya menjadi lingkup yang disediakan oleh banyak sekali komunitas.

Sekolah Relawan

Wilayah operasi komunitas relawan ini pun tidak hanya terbatas pada nasional saja, bahkan hingga internasional. Melihat potensi relawan yang begitu tinggi di Indonesia, bahkan kini kita disuguhkan dengan adanya Sekolah Relawan. Sebuah lembaga pelatihan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada para calon relawan yang akan terjun ke masyarakat.

Dengan umurnya yang terbilang muda (baru menginjak 6 tahun), Sekolah Relawan memiliki empat bentuk pelatihan yang dapat diikuti dengan melakukan pembayaran sejumlah investasi. Pelatihan tersebut yakni Orientasi Relawan, Disaster Leadership Training, Volunteer Management Training, dan Emergency Situations Training. (hal 76-77)

Dari serangkaian contoh di atas, dapat terlihat bahwa tingginya minat relawan di Indonesia setidaknya telah berusaha diimbangi dengan wadah-wadah yang semakin banyak dan variatif. Hal ini menarik, karena dengan wadah yang semakin berkembang ini, tentunya praktik filantropi tenaga juga akan semakin berkembang.

Semakin banyaknya orang yang dapat menyalurkan minta relawannya, maka semakin banyak kegiatan berbentuk filantropi tenaga ini dilakukan. Dampak panjangnya, energi untuk melakukan filantropi tenaga ini dapat tersalurkan, sehingga dapat diteruskan oleh lebih banyak orang. Wadah-wadah ini yang perlu dijaga untuk tetap eksis.

Keinginan dan minat masyarakat pada hal kerelawanan, perlu diwadahi oleh komunitas, lembaga, atau sekadar penghubung kepada kegiatan relawan. Apabila wadah ini dapat tetap eksis, atau bahkan berkembang, maka kegiatan filantropi tenaga tentu akan terus bergulir.

Semakin luas filantropi tenaga dilakukan, maka semakin besar dampaknya. Jika kegiatan relawan dilakukan secara terstruktur dan terorganisasi, maka kegiatan filantropi tenaga tersebut dapat terarah dan tepat sasaran. Sehingga, hasil yang diberikan tidak hanya sekali selesai, namun dapat berkelanjutan.

Editor: Lely N

Fitratul Akbar
2 posts

About author
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Fakultas Agama Islam, Program Studi Ekonomi Syariah, Angkatan 2015-2016
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds