Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab sudah memiliki peradaban tersendiri. Mempelajari sejarah peradaban Islam rasanya kurang lengkap jika tidak disertakan mempelajari sejarah peradaban bangsa Arab.
Asal Usul Bangsa Arab
Bangsa Arab adalah ras Semit yang tinggal di sekitar Jazirah Arabia. Bangsa Arab purbakala adalah masyarakat terpencil, sehingga sulit dilacak riwayatnya. Dr. Jawwad Ali, seorang sejarawan terkemuka di dunia mengatakan bahwa masyarakat Arab terbagi menjadi dua. Yakni masyarakat badui dan hadhar, atau masyarakat wabar dan madar. Klasifikasi ini berlaku bagi orang Arab Utara maupun Arab Selatan, serta seluruh penjuru Jazirah Arab lainnya.
Sebagian sejarawan, ia membagi kategori masyarakat Arab jahiliah menjadi dua kelompok: masyarakat Arab keturunan raja-raja (ningrat) dan selain keturunan raja-raja. Mereka membagi kelompok masyarakat Arab setelah keturunan raja-raja menjadi dua kategori: masyarakat madar dan masyarakat wabar.
Agama bangsa Arab sebelum Islam adalah Paganisme, Yahudi, dan Kristen. Pagan menjadi agama mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan berbagai bentuk ditempatkan di sekitar Ka’bah. Agama pagan ini bahkan sudah ada sejak sebelum Nabi Ibrahim.
Masuknya Berhala Ke Mekkah
Beberapa masa setelah wafatnya Nabi Ibrahim dan Ismail, terjadi perubahan besar di tanah Mekkah. Agama tauhid teriris oleh berbagai macam bentuk kesyirikan. Penduduk tanah suci di sekitar Baitullah al-Haram menjadi penyembah berhala.
Perubahan besar di Jazirah Arab itu dibawa oleh tokoh kabilah Khuza’ah, Amr bin Luhai al-Khuza’i. Ia adalah pemimpin politik dan agama di Mekkah. Ia dicintai dan disegani oleh masyarakat. Penduduk Mekkah menganggapnya sebagai ulama besar dan wali yang mulia.
Amr pernah bersafar ke Syam. Ia melihat penduduk Syam menyembah patung-patung. Dan ia terkesan. Saat kembali ke Mekah, ia bawa tradisi Syam ini ke tanah Haram. Masuklah berhala Hubal ke Jazirah Arab, dan ditempatkan di sisi Ka’bah.
Setelah Hubal, tanah Mekkah berangsung-angsur disesaki berhala-berhala besar mereka adalah Manat, yang disembah Kabilah Hudzail dan Khuza’ah. Berhala ini termasuk berhala tua. Kemudian Latta, berhalanya orang-orang Thaif. Dan al-Uzza, berhala termuda namun terbesar dari dua berhala sebelumnya. Berhala ini disembah oleh orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah lainnya. Tiga berhala ini, selain Hubal adalah berhala terbesar masyarakat Arab.
Walaupun berhala sangat mewabah pada saat itu, namun masyarakat Arab tetap mengagungkan Ka’bah. Mereka pula yang menaruh berhala-berhala di sekeliling Ka’bah. Namun, mereka terlalu mencintai kehidupan bebas sehingga mereka pun ingin bebas dari aturan agama. Agama dianggap sebagai pengikat kebebasannya, oleh karenanya mereka sering menyelewengkan aturannya.
Di antara mereka ada yang menyembah bintang-bintang, pohon, batu-batuan, binatang, bahkan menyembah raja mereka. Ini terjadi karena mereka sulit mempercayai Tuhan yang abstrak.
Hal yang membuat bangsa Arab menyembah berhala adalah karena setiap orang yang meninggalkan kota Mekkah, selalu mengambil batu dari tanah sekitar Ka’bah. Setelah itu mereka merasa dirinya lebih terhormat. Sementara Ka’bah tetap memiliki kedudukan yang tinggi.
Seni dan Budaya Pra Islam
Sebelum kedatangan Islam, kesenian dan budaya di Jazirah Arab bisa di katakan sangat berkembang. Bahasa Arab penuh dengan syair dan kosa kata yang indah. Mereka senang berkumpul mengelilingi para penyair untuk mendengarkan syair-syairnya.
Kesusastraan bangsa Arab, baik puisi maupun prosa, pada masa sebelum Islam sudah berkembang maju. Ini dicipta untuk mengungkapkan dan melukiskan adat istiadat, tata susila, agama dan kepercayaan. Di samping sebagai penyair, orang Arab Jahiliyah sangat mahir berpidato dengan bahasa yang indah. Seperti para penyair, para ahli pidato pada masa itu memiliki derajat yang tinggi.
Tidak semua negeri di Jazirah Arab memiliki kebudayaan Islam. Negeri Iran yang tumbuh dengan budaya Persia, sangat berbeda dengan kebudayaan orang Arab pada umumnya. Demikian juga Mesir dengan kebudayaan zaman Fir’aunnya.
Kondisi Sosial dan Peradaban Bangsa Arab
Kehidupan masyarakat Arab khususnya Arab Badui sebagian besar miskin, keras, dan kasar. Di samping itu, sempitnya wawasan dan terbatasnya pandangan mereka tentang alam luar serta pemahaman mereka terhadap kehidupan. Akibatnya bangsa Arab dari suku lainnya memandang Arab badui dengan sebelah mata.
Orang Arab Badui adalah salah satu suku bangsa Arab yang dianggap paling keras dan bengis. Mereka terlalu sombong, juga ketika berbicara menggunakan nada yang tinggi dan kasar. Sifat kasar tersebut diciptakan oleh iklim padang sahara.
Adapun karakteristik bangsa Arab, mereka terkenal pemberani dalam membela pendirian. Mereka tidak mau mengubah pendirian serta tata cara hidup yang sudah menjadi kebiasaannya. Tidak mau mengalah, namun ada sisi kebiasaan yang baik yaitu suka menghormati dan memuliakan tamu.
Persoalan moral dan perilaku bangsa Arab sangatlah rusak. Sehingga mereka disebut kaum jahiliyah. Diantaranya, berjudi dan minum-minuman keras dilakukan secara bersama-sama. Bahkan tak jarang mereka merampok sehingga menimbulkan perpecahan antar suku. Yang lebih buruk lagi moralnya adalah mengubur bayi perempuan mereka hidup-hidup.
Mereka beranggapan bahwa anak perempuan itu tidak berguna dan hanya menyusahkan orang tua. Diantara suku yang melakukan perbuatan keji dan tidak berperi kemanusiaan itu adalah suku Bani Tamim dan suku Bani Asad.
Aspek Politik dan Hukum
Pada aspek politik dan hukum, kehidupan mereka tidak ada persatuan antar beberapa suku. Bahkan mereka terbiasa berperang antar suku karena hal-hal sepele, seperti memperebutkan sumber air.
Tidak ada hukum yang disepakati untuk ditaati bersama. Karena itu siapa paling kuat dialah yang menang dan berkuasa. Sebaliknya, yang lemah pasti pada posisi tertindas. Masyarakat seperti ini disebut sebagai kanibal, yaitu masyarakat yang situasi kehidupan sosialnya melakukan segala cara untuk meraih tujuan.
Dalam bidang sosial politik, masyarakat Arab pada masa jahiliyah tidak memiliki sistem pemerintahan yang mapan dan teratur. Mereka hanya mempunyai pemimpin yang disebut Syeikh atau Amir, yang mengurusi persoalan mereka dalam masalah perang, pembagian harta dalam pertempuran tertentu. Di luar itu seorang Syeikh atau Amir tidak berhak mengatur anggota kabilahnya.
Adapun situasi politik di Jazirah Arab pada awal kemunculan Islam cukup kuat dan independen, serta ditakuti kabilah-kabilah di sekitarnya. Kemunculan Islam mengakhiri era jahiliyah sekaligus mengawali sebuah era baru: era Islam.
Dengan kemunculan Islam, tentunya sangat mewarnai dunia politik di Jazirah Arab. Di bawah pemerintahan Islam, bangsa Arab memiliki sistem pemerintahan yang jelas dan tegas.
Editor: Sri/Nabhan