Perspektif

Menata Ulang Program Studi Keagamaan, Mulai dari Mana?

3 Mins read

Program Studi Keagamaan | Pendidikan Tinggi Keagamaan semakin ajeg eksistensinya setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan.

Peraturan ini menjadi landasan bagi Kementerian Agama RI untuk mendorong dan meningkatkan mutu, kelembagaan, dan pengelolaan.

Banyak aspek yang dibahas pada peraturan tersebut, sehingga dalam internal Kementerian Agama RI, perlu disusun beberapa peraturan menteri terkait dengan item penting pada PP tersebut.

Salah satu hal penting yang dapat dipikirkan ulang adalah nomenklatur program studi. Nomenklatur ini penting untuk menegaskan kembali disiplin ilmu yang ada dalam naungan ilmu keagamaan.

Nomenklatur Program Studi

Hal ini dapat dilihat pada PP Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi KeagamaanPasal 26, yaitu Program Studi dapat dibentuk untuk 1 (satu) cabang ilmu tertentu apabila telah memiliki bangunan keilmuan secara epistimologis dan berbeda dari cabang ilmu lainnya.

Pembidangan atau perumpunan ilmu ke dalam fakultas, jurusan, dan program studi menjadi dasar bagi pemberian gelar akademik. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan fakultas, jurusan, dan Program Studi diatur dengan Peraturan Menteri.

Penelaahan atau bahkan perubahan nomenklatur dapat diupayakan untuk dikembangkan. Perkembangan ilmu keagamaan yang cukup pesat. Integrasi juga singgungan antara ilmu satu dengan yang lainnya, yang semakin rapat. Sehingga program studi ilmu baru dalam perspektif ilmu keagamaan dapat dirumuskan.

Substansi Ilmu dan Job Market Program Studi

Penataan nomenklatur ini dianggap penting untuk memperhatikan substansi ilmu, market share, juga job market pada lulusan.  Substansi ilmu dikaitkan dengan rumpun ilmu yang disepakati oleh pemerintah, khususnya berkenaan dengan Kementerian yang mengurusi urusan keagamaan. Di samping, penataan rumpun ilmu lain yang ditangani oleh Kementerian terkait.

Baca Juga  Elon Musk Says Cybertruck Orders Have Climbed to 200,000

Pada Kementerian Agama, rumpun ilmu yang dikembangkan adalah ilmu keagamaan. Sementara pada Kementerian lain, yang dikembangkan adalah ilmu selain keagamaan.  Terkait hal ini, tugas Direktorat terkait berkenaan dengan pembahasan dan penentuan program studi pada ilmu keagamaan.

Penelaahan terhadap Peraturan Menteri mengenai Program Studi dan Gelar sebelumnya perlu pula dilakukan. Hal ini didasarkan pentingnya menghubungkan apa yang dibutuhkan, tuntutan perkembangan ilmu, dan kaitan dengan bidang pekerjaan. Meskipun, agak sulit pula untuk menentukan bidang pekerjaan praktis pada beberapa program studi ilmu keagamaan yang ada.

Namun, berkat rumusan Profil Lulusan dan Capaian Pembelajaran Lulusan, berdasarkan pada kesepatan Asosiasi Program Studi dan Asosiasi Keilmuan, arah kurikulum dan proyeksi job market lulusan sedikit tergambar. Karena, dalam pandangan masyarakat umum, lulusan tetap harus punya pekerjaan tertentu.

Hal ini didukung pula oleh Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia yang turut menjadi pertimbangan dalam penentuan program studi.

***

\Idealitas antara pengembangan ilmu turut mewarnai pemikiran tentang penataan ulang program studi. Secara praktis, lulusan tetap harus memiliki nuansa job market dan market share.

Tiga sisi ini sejatinya menjadi bahan dalam program studi, ditambah dengan perhatian terhadap karakteristik rumpun ilmu agama yang berkarakter kewahyuan, sosiologis, kultural, dan beberapa teknis profesi yang ada di lingkup Kementerian Agama.

Sehingga pembahasan, penentuan, dan penamaan program studi menjadi cukup pelik. Meskipun, sampai hari ini, pada PTKI terdapat kewenangan untuk membuka program studi yang nomenklaturnya disusun oleh Kemendikbud.

Ilmu keagamaan tidak bisa berdiri sendiri, meskipun penataan ini sudah cukup lama. Beberapa literatur klasik sudah mengkodifikasikannya. Namun, karena ilmu itu tidak statis. Temuan-temuan baru juga konsep integrasi ilmu, program studi hendaknya dapat ditambah.

Baca Juga  Memahami Kosakata Keagamaan

Landasan Penentuan Nomenklatur Program Studi Keagamaan

Pada PMA Nomor 37 Tahun 2017 telah diatur beberapa nama program studi dan gelarnya. Semua program studi mengacu pada kategori akademik, belum dikembangkan pada vokasi dan profesi.

Dari puluhan nama program studi, perlu dipikirkan ulang nomenklatur program studi untuk vokasi dan profesi, sesuai dengan peraturan yang berlaku.  Vokasi tidak kalah penting dalam memberikan asumsi lulusan yang fokus pada bidang ilmu terapan tertentu, terutama pada wilayah keagamaan.

Pendidikan profesi (level 7 pada KKNI) perlu dibahas pula sehubungan dengan perkembangan bidang profesi yang sudah banyak menyebar dan sebagai kelanjutan dari program sarjana yang fokus pada bidang profesi tertentu.

Pada vokasi, setidaknya dapat dilihat beberapa bidang ilmu terapan yang tertera pada SKKNI sebagai salah satu rujukan dalam pengembangan kurikulum.

Namun, sesuai pasal 26 pada PP Nomor 46 Tahun 2019, penentuan nomenklatur program studi harus dipikirkan dengan matang terutama memperhatikan bangunan keilmuan secara epistimologis dan berbeda dari cabang ilmu lainnya. Sehingga, keterlibatan pakar dan asosiasi keilmuan dan profesi menjadi keniscayaan.

Setidaknya ada beberapa landasan yang dapat dijadikan rujukan dalam penentuan program studi.

***

Pertama, landasan filosofis. Pendidikan bertujuan memberikan pengetahuan dan kompeyensi yang mantap pada setiap personal untuk dapat hidup mandiri dan bersama dalam kehidupan. Kesempatan pada setiap personal dikembangkan agar dapat berpartisipasi dalam sosial dan ekonomi. Landasan ini pun mengacu pada penjaminan pewarisan budaya dan keilmuan.

Kedua, landasan sosiologis. Pendidikan tidak bisa terlepas dari dinamika masyarakat, khususnya pada perkembangan Iptek. Perguruan tinggi bertanggungjawab untuk mengajengkan nilai budaya, sosial, bahasa, dan ragam perilaku. Selain itu, pendidikan harus dapat mengemas pesatnya teknologi, komunikasi, dan globalisasi yang berdampak pada dunia kerja yang relevan bagi lulusan.  

Baca Juga  Dilema Antara Pemilu dan HAM

Ketiga, landasan yuridis. Program studi dikembangkan berdasarkan regulasi yang ditetapkan. Hal ini untuk menjamin pengakuan pada kualifikasi lulusan.  Penelaahan kembali terhadap kurikulum lama untuk memikirkan program studi baru perlu dilandaskan pada beberapa regulasi pula terutama terkait dengan standar-standar yang dijadikan patokan. Yang kekinian dapat merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI).

Keempat, psikopedagogis dan kurikulum. Keragaman dalam cara belajar sesuai kompetensi perlu diperhatikan. Tuntutan pada CPL sesuai dengan kurikulum dihubungkan dengan profil lulusan yang disepakati. Dalam penyusunan nomenklatur program studi, perhatian terhadap kurikulum dan pembelajaran perlu dianalisis sesuai dengan perkembangan pembelajaran dan tuntutan pada job market program studi.

Avatar
38 posts

About author
Pembelajar Keislaman, Penulis Beberapa buku, Tim Pengembang Kurikulum PAI dan Diktis
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *