Siapa yang tidak tahu dengan Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri atau lebih akrab disapa dengan Gus Mus? Dia lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 10 Agustus 1944. Dia adalah salah satu tokoh Nahdlatul Ulama dan seorang budayawan yang karyanya tidak dapat dianggap remeh. Pada 13 Agustus 2015 ia mendapat penghargaan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma oleh Presiden Jokowi.
Disamping budayawan, Gus Mus merupakan seorang penyair dan penulis kolom yang terkenal di kalangan sastrawan. Sudah banyak sekali karya-karya dan buku yang telah diterbitkan seperti; Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem, Mutiara-mutiara benjol, Pahlawan dan Tikus, dan lain-lain.
Artikel ini akan membahas puisi dari Gus Mus yang hanya terdiri dari satu bait berjudul “Keluhan” dan bagaimana kepedulian Gus Mus terhadap masyarakat akan pandemi virus COVID-19 sekarang ini. berikut kutipan puisi Gus Mus.
Keluhan
K H A Mustofa Bisri
Tuhan, Kami sangat sibuk.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan karya sastra puisi itu? bagaimana analisis penulis terhadap cara pandang Gus Mus dalam menuangkan ide terhadap karya-karyanya yang kontroversial. Mursal Esten (Esten, 1978: 9) berpendapat bahwa Sastra dan Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia.
Puisi menurut KBBI adalah gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus. Kita semua tahu banyak karya-karya puisi dari Gus Mus yang mengedepankan nilai-nilai spiritual yang tinggi. Tidak tanggung-tanggung Gus Mus terkenal dengan karya puisi yang sarat akan religiusitas, selain itu karya-karyanya terkenal menggunakan bahasa yang berani, kritik kehidupan sosial dan politik, konkret, puitis, humor, penuh dengan ironi dan sindiran, dan bahasa yang khas pesisiran.
Menurut Sutardji Calzoum Bachri dan K.H. D. Zawawi Imron, gaya menulis Gus Mus dalam setiap puisinya terlihat sangat sederhana, tidak mengada-ngada, dan ingin menunjukkan hal yang sebenar-benarnya. Berdasarkan kajian penulis terkait hasil karya puisi Gus Mus yang kental akan unsur keagamaan setidaknya kita dapat merasakan atmosfer berbeda saat membaca puisi-puisi karya Gus Mus. Kita dapat merasakan suasana seperti sedang belajar agama dengan sebenar-benarnya seperti belajar pada pondok pesantren.
Meskipun puisi-puisi Gus Mus disampaikan secara gamblang dan terang-terangan, hal ini tidak membuat puisinya hambar dan klise. Justru dengan blak-blakan dan kesederhanaan dari puisinya ini membuat pembaca semakin antusias dalam memaknai setiap kata yang serunya penuh dengan makna dan kebanyakan berisi tentang ironi-ironi dalam kehidupan sosial beragama. Hal ini merupakan salah satu daya tarik paling kuat dari puisi yang diciptakannya dari sekian banyak keunggulan puisi-puisinya.
Puisi yang berjudul “Keluhan” ini diciptakan pada tahun 1990. Yang menarik dengan puisi ini adalah jumlah dari baitnya yang hanya berjumlah satu bait dan berbunyi “Tuhan, Kami sangat sibuk.” Sebenarnya apa tujuan dari Gus Mus dengan membuat puisi yang terdiri dari satu bait saja? Bait ini sejatinya seperti menggambarkan keadaan dimana manusia mengeluh terhadap Tuhannya bahwa kehidupannya sangat sibuk sekali seperti tiada waktu untuk beribadah terhadap Tuhan. “Aku sangat sibuk” menggambarkan keadaan manusia di zaman sekarang ini yang lebih mementingkan kepentingan duniawi dibanding dengan Tuhan.
Mengapa dalam puisi ini Gus Mus lebih menggunakan kata Tuhan daripada Allah yang sejatinya menggambarkan agama yang lebih spesifik. Menurut analisis penulis, kata Tuhan menggambarkan suatu keadaan masyarakat sosial di suatu tempat yang terdapat berbagai macam keyakinan. Dapat dikatakan negara Indonesia merupakan cerminan pas dari tempat yang memiliki berbagai macam keyakinan yang hidup berkelompok di dalamnya.
Kata Tuhan ditujukan sebagai representasi dari setiap masyarakat Indonesia yang memiliki keyakinan yang berbeda. Mereka dikatakan sebagai manusia yang sibuk, sibuk dalam artian mengejar segala sesuatu yang berbau duniawi. Sehingga mereka melupakan hal penting seperti kewajiban beribadah terhadap Tuhan mereka masing-masing.
Jika dihubungkan dengan keadaan dunia saat ini yang sedang menghadapi pandemi covid-19, puisi ini dapat menggambarkan keadaan masyarakat, pekerja medis, dan semua khalayak yang menerima dampak dari wabah virus baru ini. Semua mengeluh akan keadaan yang sedang terjadi, tetapi yang bisa kita lakukan sekarang hanya berdoa dan memohon ampunan kepada Tuhan.
Bisa jadi kejadian sekarang ini merupakan bentuk peringatan dari Tuhan kepada manusia agar kita mengingat kembali kepadaNya, memohon ampunan, berserah diri, dan berusa menjaga solidaritas antar sesama di seluruh permukaan bumi. Sejatinya manusia diciptakan untuk beribadah dan percaya kepada Tuhan. Gus Mus, dalam sebuah postingan di akun Facebook-nya berpesan:
“Kita yang selama ini lupa—dibuat lupa oleh pesona dunia dan fanatisme golongan—diingatkan kembali kepada firman-Nya Surat Al-Hujurat ayat 13; bahwa kita Ia ciptakan dari laki-laki dan perempuan dan Ia jadikan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kita saling mengenal. Saling peduli.”
Gus Mus mengingatkan kepada setiap manusia untuk menjaga solidaritas. Menurutnya wabah yang terjadi sekarang merupakan peringatan yang datang dari Allah. Ia juga mengingatkan kepada kita untuk menyerahkan semua kepada yang Maha Kuasa. Sembari mengingatkan kita akan pentingnya protokol kesehatan dan physical distancing, Gus Mus juga mengingatkan kita untuk memohon ampunan, berikhtiar, berzikir dan berdoa dengan tujuan semoga kejadian luar biasa ini segera berakhir.
Editor: Yusuf