Inspiring

Malahayati: Laksamana Wanita Muslimah Pertama di Dunia

4 Mins read

Mengenai sosok pahlawan wanita di Indonesia khususnya. Tentu sangatlah tidak begitu banyak dibandingkan dengan sosok pahlawan laki-laki. Namun, tentang kemampuan pahlawan-pahlawan wanita ini, nyatanya hal ini tidak bisa dipandang sebelah mata, Perjuangannya dalam mempertahankan Indonesia dari serangan penjajah patut diacungi jempol dan patut untut selalu dikenang serta diambil pelajaran bagi generasi selanjutnya.

Beberapa dari pahlawan wanita adalah mereka yang lahir di tanah rencong atau Nanggroe Aceh Darussalam. Kebanyakan dari kita pasti sudah familiar dengan nama Cut Nyak Dien, Cut Mutia, dan Pocut Baren. Untuk itu, di sini saya ingin memperkenalkan satu lagi pahlawan wanita yang juga berasal dari tanah rencong tersebut yakni  Laksamana Malahayati atau Keumalahayati.

Gen Malahayati

Malahayati atau Keumalahayati adalah namanya. Nama Keumala dalam bahasa Aceh diartikan sebagai batu yang indah dan bercahaya serta memiliki kesaktian. Malahayati bisa disebut berasal dari keturunan darah biru atau kerajaan, bagaimana tidak ?.

Malahayati yang lahir pada tahun 1585, merupakan putri dari Mahmud Syah, seorang laksamana. Kakeknya dari garis keturunan ayahnya ini juga merupakan seorang laksamana yang bernama Muhammad Said Syah, putra Sultan Salahuddin Syah yang memerintah kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1530-1539. Sultan Salahuddin Syah sendiri adalah putra pendiri kerajaan Aceh Darussalam Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah memerintah pada tahun 1513-1530.

Dilihat dari asal-usulnya, darah serta kemampuan Malahayati dalam bidang militer berasal dari Ayah serta kakeknya yang keduanya merupakan seorang laksamana (Panglima Angkatan Laut).

Kerajaan Aceh sendiri adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara yang terletak di Semenanjung Barat Laut Sumatera. Dengan wilayah yang cukup strategis,  kerajaaan Aceh menjadi sarana pertemuan bagi para pendatang asing untuk kepentingan perdagangan, diplomasi, dan sebagainya.

Baca Juga  Melgan Melompati Mimpi

Pendidikan Malahayati

Sejak kecil, Malahayati telah bercita-cita bahwasanya ketika kelak dia dewasa, dia ingin mengarungi samudera dan menjadi seorang laksamana yang pemberani. Lepas tamat dari pendidikan agama di pesantren atau dalam bahasa Aceh disebut Meunasah, Malahayati kemudian melanjutkan ke akademi militer milik kerajaan Aceh Darussalam bernama Ma’had Baitul Makdis yang terdiri dari pendidikan militer darat dan laut.

Ma’had Baitul Makdis ini didukung oleh Pemerintahan Turki Utsmaniyah yang kemudian para guru atau instrukturnya sebagian didatangkan langsung dari Negara Turki tersebut. Dua tahun pertama di akademi militer ini, Malahayati melewatkan pendidikannya dengan prestasi yang sangat memuaskan dan membanggakan.

Ujian di Teluk Haru    

Setelah lulus dari akademi militer, Malahayati kemudian menikah dengan kakak tingkatnya yang juga sama-sama mengenyam pendidikan di Ma’had Baitul Makdis. Bernama Tuanku Mahmuddin bin Said Al-Latief, ia merupakan seorang pangeran dari daratan Meulaboh.

Sayangnya, Malahayati harus kehilangan suaminya di saat dia sedang mengandung seorang bayi laki-laki yang kelak diberi nama Cut Putroe Dek Bahari Kencana. Tuanku Mahmuddin yang menjabat sebagai panglima perang tewas bersama para prajurit lainnya saat perang melawan Portugis di Teluk Haru, Selat Malaka.

Menjadi Panglima Protokol Istana         

Sebagai seorang perwira muda lulusan Akademi Militer Baitul Makdis di Aceh, maka pada tahun 1585-1604, Malahayati mulai memegang jabatan sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV menggantikan suaminya.

Jabatan ini merupakan jabatan yang tinggi dan terhormat dengan tanggung jawab yang tentunya sangat besar juga. Selain menjadi kepercayaan Sultan, ia harus paham tentang etika dan keprotokolan sebagaimana lazimnya yang terjadi di kerajaan-kerajaan di seluruh dunia.

Baca Juga  Ketegasan Abu Bakar as-Shidiq dalam Perang Riddah

Panglima Armada Wanita

Setelah kepergian suaminya, Malahayati bersumpah ingin menuntut balas akan kematian suami yang dicintainya. Dia mengajukan permintaanya kepada Sultan Al-Mukammil untuk membentuk Pasukam Armada Aceh yang prajuritnya terdiri dari wanita-wanita janda yang suaminya telah gugur mati syahid saat perang di teluk Haru. Mengingat Malahayati adalah sosok prajurit yang cakap, maka Sultan pun memenuhi keinginannya.

Layaknya Srikandi di kisah Mahabharatha, Malahayati memulai kisah perjuangan heroiknya memimpin armada pasukan laut, terdiri dari kurang lebih 100 unit kapal perang dengan 2000 personil janda yang kemudian dinamai dengan Armada Inong Balee yang dalam bahasa Aceh artinya Armada Wanita Janda dengan Teluk Krueng Raya sebagai pangkalannya.

Dibangunlah benteng Inong Balee yang letaknya di perbukitan yang tingginya sekitar 100 meter di atas permukaan laut dengan tembok yang mempunyai lebar 3 meter serta lubang-lubang meriam yang moncongnya menghadap ke Teluk, hingga sekarang pun kita masih bisa menyaksikan benteng tersebut di Teluk Krueng Raya.

Malahayati VS Cornelis de Houtman

Pada tanggal 22 Juni 1596, pelayaran pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlabuh di pelabuhan Banten. Kemudian, pada pelayaran kedua armada dagang Belanda yang juga dipersenjatai kapal perang menghadapi kontak senjata dengan kerajaan Aceh pada tanggal 21 Juni 1599. Dua buah kapal Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan saudaranya Frederick de Houtman.

Seharusnya, hal ini menjadi keuntungan bagi pihak Kerajaan Aceh untuk menjual komoditi perdagangan hasil buminya ke pihak asing, khususnya lada. Namun, karena ada hasutan oleh seseorang yang berkebangsaan Portugis kepada Sultan. Maka, Sultan pun mulai tidak suka dengan pihak Belanda dan menyuruh Malahayati untuk menyerang orang-orang Belanda yang masih ada di dalam kapal.

Baca Juga  Frédéric Bastiat, Upaya Memastikan Hukum untuk Keadilan

Pada tanggal 11 September 1599, terjadilah penyerangan tersebut. Laksamana Malahayati dengan gagah berani berhasil membunuh Cornelis de Houtman dengan tangannya sendiri saat pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Akhirnya, armada kapal Belanda pun berhasil dikalakan, serta Frederick de Houtman sendiri tertangkap dan dijebloskan ke dalam penjara kerajaan Aceh.

Setelah pertarungan inilah, gelar Laksamana disematkan pada nama Malahayati. Tidak main-main, Malahayati adalah Laksamana wanita muslimah pertama yang tidak hanya di level Nusantara, bahkan mungkin di dunia.

Malahayati Sang Diplomat Handal

Tahun 1600, Angkatan Laut Belanda yang dipimpin oleh Paulus van Cerden merampok kapal dagang lada orang Aceh. Setelah kejadian ini, di tahun 1601, Malahayati memerintahkan penangkapan kepada Laksamana pihak Belanda. Banyak insiden yang terjadi antara Belanda dan Aceh. Sehingga pihak Belanda pun mengirimkan permintaan maaf diplomatik pada kerajaan Aceh. Malahayati lah yang menjadi utusan perjanjian-perjanjian diplomatik tersebut.

Perjuangan Malahayati terus berlanjut, hingga di tahun 1606, Laksamana Malahayati pun wafat dalam pertempuran melawan Portugis di Selat Malaka. Menurut sistus Disbudpar Aceh, beliau dimakamkan di Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Makamnya berada di perbukitan.

Malahayati adalah sosok perempuan yang mengungguli zamannya, tegas dalam menggerakkan para wanita untuk bangkit menjaga martabat dan harga diri dengan melawan para penjajah. Malahayati baru dianugerahi gelar Pahlawan Nasional  pada tanggal 6 November 2017. Sosok yang sangat inspiratif, khususnya bagi para wanita Indonesia, menyadarkan bahwa menjadi wanita tidak harus selalu identik dengan kelemahan, tetapi wanita haruslah berpendidikan, selalu bisa bangkit dari keterpurukan, serta tegas dan kuat dalam membela kebenaran.

Editor: Yahya FR
Avatar
3 posts

About author
Nevia Ika Utami, Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah (STIQSI), Lamongan.
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *