Tajdida

Purifikasi KHA Dahlan (3): Mewujudkan Amal (Aktualisasi Islam)

3 Mins read

Pada dua tulisan sebelumnya saya telah mengulas dua makna purifikasi KHA Dahlan. Pada tulisan pertama saya berkesimpulan bahwa konsep pemurnian Islam ala KHA Dahlan, bermakna spiritualisasi Islam (sufisme). Lalu tulisan kedua, menjelaskan pemurnian Islam lebih bermakna rasionalisasi Islam, mencerdaskan akal pikiran dalam beragama.

KHA. Dahlan diidentifikasi sebagai sosok ‘ulama atau pemikir praktis (practical thinker) yang mengembangkan teologi praktis (practical theology). Identitas ini lebih dari sekedar “seorang pragmatis sejati” (a true pragmatist), seperti dinyatakan Alfian. Merujuk kepada tipologi yang dibuat oleh Fazlur Rahman, Dahlan dapat dikelompokkan ke dalam figur modernis awal (early modernist), seperti Mohamad ‘Abduh,  pemikir revivalis pra-modern seperti Ibn Taymiyyah, atau juga pemikir revivalis pasca-modern, seperti Rashid Ridha.

Hyung-Jun Kim memotret KHA Dahlan sebagai sosok yang yang tidak berlatar pendidikan Islam di bawah asuhan ulama besar dan tidak memiliki kekuatan mistis sebagai sumber otoritas tradisional, namun berhasil mendirikan salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah. Menurut Kim, otoritas keagamaan Dahlan (1868) ini lebih bersumber pada praksis dan dedikasinya di dunia pendidikan, reformasi pandangan keislaman tradisional, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil.

Otoritas praksis amaliah telah mengukuhkan KHA Dahlan sebagai seorang ulama.  Melalui organisasi semua idealitas pandangan keagamaan Dahlan semakin kokoh. Baginya, memahami kitab suci tak bisa dilakukan hanya dengan menghafal dan menafsirkan. Lebih penting dari itu semua adalah aksi nyata, mempraktikkan ajaran (teologi ‘amal). 

Dengan kata lain otoritas keulamaan KHA Dahlan dapat disebut dengan religious authority based on praxis(otoritas keagamaan berbasis praksis amaliah). Senada dengan itu, Ahmad Najib Burhani menilai karakteristik ideologi Muhammadiyah adalah moderat pragmatis (the pragmatic moderatism): the moderate position of Muhammadiyah is primarily a result of its pragmatism. Dengan kata lain, Muhammadiyah itu moderat dalam praktik, konservatif dalam keyakinan (Moderate in Practice, Conservative in Belief).

Dalam pandangan Dahlan, Islam memberikan tekanan pada tindakan (‘amal) yang dilakukan dengan kemurnian hati. Dahlan diriwayatkan sering mengutip pernyataan ‘ulama yang berbunyi: “al-nas kulluhum mawta illa al-‘ulama’, wa al-‘ulama’ mutahayyirun illa al-‘amilun, wa al-‘amilun ‘ala wajal illa almukhlisun.” Penekanan Dahlan pada tindakan (amal shaleh) yang memiliki basis intelektual dan orientasi spiritual inilah yang membuat sebagian sarjana menyebut Dahlan sebagai sosok puritan yang pragmatis.

Baca Juga  Bahaya Fanatisme: Islam Bukan Agama yang Kaku

Pendidikan tertinggi bagi Dahlan ialah pendidikan bagi akal dengan materi utama ialah filsafat, khususnya logika dengan tujuan bagi kesejahteraan seluruh umat manusia di dunia, yang untuk mencapainya semua manusia harus saling bekerja sama. Dahlan menyatakan: “Sehabis-habisnya pendidikan akal adalah dengan Ilmu Mantiq (pembicaraan yang cocok dengan kenyataan)”.

Di sini nampak ciri yang menonjol dari metodologi pemahaman keagamaan Dahlan ialah “mempertautkan antara teks dan realitas.” Misalnya KHA Dahlan tidak memahami Surat Al-Ma‘un secara harfiah atau tekstual semata, tetapi sudut telaahnya lebih diarahkan pada persoalan “bagaimana sebenarnya historisitas pemahaman ayat tersebut oleh umat Islam yang hidup pada saat itu pada dataran realitas sejarah yang konkrit dalam kehidupan sehari-hari.”

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa metodologi penafsirannya terhadap beberapa ayat al-Qur’an mencakup lima tahap: pertama, pemahaman etimologis (bahasa) untuk memastikan makna harfiahnya; kedua, pemahaman epistemologis untuk mendalami berbagai dimensi pengertiannya yang mendasar; ketiga, pemahaman ontologis untuk bisa menganalisis maksudnya secara kontekstual; keempat, pemahaman aksiologis untuk mengetahui implikasi etisnya; dan kelima, pemahaman fungsional untuk merumuskan kerangka aksinya dalam kegiatan konkrit atau mewujudkannya ke dalam gerakan kemasyarakatan.

Karena itu, pengajian tafsir yang diberikan oleh Dahlan kepada murid-muridnya pada akhirnya berujung kepada tindakan nyata. Ia dapat dianggap telah mengembangkan suatu model pemahaman agama yang dapat disebut sebagai teologi sosial (social theology), yaitu teologi Alma’un yang dikembangkan menjadi teologi transformatif oleh Moeslim Abdurrahman. Meskipun Dahlan memiliki akses terhadap karya-karya ‘Abduh yang cenderung rasionalistik, penafsirannya lebih berorientasi praksis.

Menurut Hamsah dengan meminjam perspektif relasi nilai dan gerakan, tiga ciri penting Islam berkemajuan Muhammadiyah, yaitu; rasionalisme, pragmatisme, dan vernakularisasi. Pilar rasionalisme ditandai oleh semangat yang terbuka, kritis, dialektis, menerima satu pandangan keagamaan secara kritis-terbuka dan hati suci.

Baca Juga  Serial Polemik Muhammadiyah dan Salafi

Adapun pragmatisme ditandai dengan keberanian untuk menyerap kebaikan dan kearifan yang datang dari berbagai sumber. Hal ini ditunjukkan keberanian Muhammadiyah untuk mendirikan sekolah dengan mengadopsi sekolah model Belanda.

Selanjutnya, vernakularisasi sebagai langkah mentransformasikan tradisi menjadi sesuatu yang fungsional bagi kehidupan. Dari dokumen Fachroddin (1921) yang dikutip Abdul Munir Mulkhan, spiritualisasi dan rasionalisasi ajaran Islam yang melahirkan penyadaran peran umat tersebut dilakukan melalui pelayanan sosial sebagai aktualisasi ajaran Islam dalam kehidupan. Hal ini senada dengan tesis Herman L. Beck.  yang menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan aktualisasi Islam.

Dengan demikian pemurnian Islam ala KHA Dahlan mengandung tiga dimensi, yaitu spiritualisasi Islam, rasionalisasi Islam dan aktualisasi Islam. Waallahu a’lam.

Azaki Khoirudin
110 posts

About author
Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds