Kaunia

Ragam Bentuk Redaksi Hadis (1): Qiyas dan Kajian Ma’anil Hadits

3 Mins read

Bagaimanakah ragam bentuk redaksi hadis? Apa itu kajian ma’anil hadits? Dalam sejarahnya, kajian terhadap teks hadis merupakan kajian yang banyak sekali melahirkan kajian-kajian baru. Meski pada awalnya kajian terhadap teks hadis hanya terbagi menjadi dua, yaitu kajian yang mempelajari cara periwayatan hadis atau kajian riwayah hadits dan kajian yang mempelajari kaidah-kaidah yang bisa menyebabkan suatu hadis diterima atau ditolak atau kajian dirayah hadits. (Ajjaj Al Khatib, 1998)

Namun pada perkembangannya, kedua kajian hadis tersebut melahirkan banyak sekali cabang-cabang kajian ilmu hadis. Salah satu dari banyaknya cabang kajian tersebut adalah kajian ma’anil hadits. Kajian ma’anil hadits adalah kajian yang berfokus kepada penggalian teks hadis Nabi dan cara memahami ajaran yang terkandung dalam teks hadis Nabi untuk dapat diamalkan dengan mempertimbangkan berbagai aspek (Mustaqim, 2016). Oleh karenanya kajian ini juga sering disebut dengan kajian fahmil hadits atau kajian fiqhul hadits.

Kajian Ma’anil Hadits

Kajian ini bisa dikatakan kajian yang kontemporer klasik. Dikatakan kontemporer karena memang istilah kajian ma’anil hadits ini baru dipopulerkan pada abad ke-20, tepatnya dikenalkan secara eksplisit oleh Prof. Syuhudi Ismail, seorang pakar ilmu hadis modern asal Indonesia, dalam bukunya Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Ismail, 2009). Tapi pada praktiknya, kajian yang membahas cara memahami teks hadis sudah ada sejak zaman tabi’ut tabi’in, bahkan sudah ada sejak zaman sahabat.

Meskipun dalam zaman sahabat, jika ada di antara mereka yang tidak paham, maka mereka tinggal bertanya langsung kepada Rasulullah. Namun, setelah Rasulullah wafat dan para sahabat telah wafat, maka para ahli ilmu memikirkan berbagai macam metode supaya hadis-hadis Nabi ini tetap bisa terjaga dan menjadi salah dua sumber hukum dalam Islam (setelah Al-Qur’an), mengingat pada masa-masa tersebut pemalsuan hadis marak terjadi (Ismail, 2009).

Baca Juga  Hadis Daif: Haruskah Ditolak Mentah-mentah?

Sehingga pada masa tersebut munculah kajian-kajian yang membahas ilmu secara spesifik. Di antaranya adalah kajian asbabul wurud hadis yaitu kajian yang berfokus kepada sebab mikro dan makro mengapa hadis tersebut ada dan kajian gharibul hadits, yaitu kajian yang berfokus kepada cara mengetahui lafaz-lafaz dalam hadis yang sulit dimengerti (kedua kajian ini sering dikatakan sebagai embrio dasar terbentuknya kajian ma’anil hadits).

Ragam Bentuk Redaksi Hadis

Salah satu persoalan yang dikaji dalam kajian ma’anil hadits adalah persoalan ragam bentuk redaksi hadis. Walaupun persoalan mengenai ragam bentuk redaksi atau penyusunan kata dalam hadis ini terkesan remeh, namun perkara ini merupakan hal yang penting dipelajari. Jika kita ingin memahami maksud dari suatu hadis Nabi, maka salah satu faktor yang harus kita ketahui sebelumnya adalah bagaimana bentuk penyusunan kata yang digunakan oleh Nabi dalam mengeluarkan hadis Nabi.

Dalam bukunya Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, Dr. Syuhudi Ismail menyatakan jika dilihat dari isi hadis dan bentuk penyusunan kata dalam hadis, maka hadis Nabi terbagi menjadi empat macam, yaitu qiyas, jawamil kalim, tamsil, dan simbolis (Ismail, 2009). Sedangkan dalam buku Metodologi Pemahaman Hadis, keempat macam bentuk redaksi hadis diatas dikotakkan menjadi dua bagian besar. Bagian yang pertama adalah dialog, bentuk yang masuk ke dalam bagian ini adalah qiyas. Sementara itu bagian yang kedua adalah pengajaran, bentuk yang masuk ke dalam bagian ini adalah jawamil kalim, tamsil, dan simbolis (Maizuddin, 2008).

Qiyas dalam Hadis

Bentuk redaksi hadis yang pertama adalah analogi atau qiyas. Apa itu qiyas? Qiyas adalah mempersamakan sebagian dari dua hal yang berlainan. Biasanya bentuk redaksi ini digunakan oleh Nabi ketika sedang berdialog dengan para sahabat. Selain itu, (dikatakan oleh Imam Suyuthi) Nabi menggunakan bentuk redaksi ini untuk mempermudah pemahaman sahabat mengenai hal yang disampaikan oleh Nabi. Seperti contohnya dalam hadis berikut:

Baca Juga  Beberapa Istilah Rawi dalam Periwayatan Hadis

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ امْرَأَتِي وَلَدَتْ غُلَامًا أَسْوَدَ فَقَالَ هَلْ لَكَ مِنْ إِبِلٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ مَا أَلْوَانُهَا قَالَ حُمْرٌ قَالَ هَلْ فِيهَا مِنْ أَوْرَقَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَنَّى كَانَ ذَلِكَ قَالَ أُرَاهُ عِرْقٌ نَزَعَهُ قَالَ فَلَعَلَّ ابْنَكَ هَذَا نَزَعَهُ عِرْقٌ

Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah Saw pernah kedatangan seorang arab badui dan berujar: ‘Wahai Rasulullah, istriku melahirkan bayi hitam.’ Nabi bertanya: “Apakah kamu punya unta?” ‘ya’ jawabnya. Nabi bertanya lagi: “Apa warnanya?” ‘Merah’ Jawabnya. Nabi bertanya lagi: “apakah disana ada warna kecoklatan?” ‘ya’ jawabnya. Nabi bertanya lagi: “darimana warna itu ada?” ‘pendapat saya, warna itu diturunkan karena akar keturunan.’ Nabi bersabda: “warna anakmu bisa jadi juga karena akar keturunan.” (Al-Bukhari, 2004).

Dalam hadis diatas disebutkan bahwa ada seorang sahabat yang meragukan bahwa bayinya adalah keturunannya, hanya karena berkulit hitam. Maka Nabi kemudian menyindir sahabat tersebut dengan menggunakan analogi anak unta dari si sahabat tersebut.

Baik, karena keterbatasan waktu, mungkin sampai disini dulu pembahasan mengenai ilmu ma’anil hadits ini, untuk tiga jenis hadis lainnya akan kita bahas di artikel yang berikutnya. Wa Allahu A’lam Bil Showab.

Editor: Nabhan

M Rifqi Maulana Fahmi
3 posts

About author
Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Hadis UIN Tulungagung. Pernah mondok di Al-Bahjah Cirebon dan An-Nidzom Sukabumi
Articles
Related posts
Kaunia

Ru'yat Ta'abbudi dan Penyatuan Kalender Islam

2 Mins read
Perkembangan pemikiran tentang kalender Islam di kalangan ormas Islam mengalami kemajuan baik dari segi pemikiran maupun instrumentasi astronomi yang dimiliki. Hal ini…
Kaunia

Menaksir Berat Sapi Secara Cepat

1 Mins read
Kaunia

Moderasi dalam Sidang Isbat

3 Mins read
Di Indonesia kehadiran sidang Isbat sudah lama diperdebatkan keberadaannya. Di satu sisi dianggap sebagai jembatan untuk mempertemukan perbedaan pandangan antara pendukung hisab…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds