Muhammadiyah sejak awal berdirinya selalu melibatkan dirinya dalam masalah kemanusiaan; seperti menyantuni anak yatim dan juga membantu urusan kesehatan. Sementara konteks kemanusiaan dalam konsep humanitarian yang berkembang saat ini adalah humanitarian crisis yaitu krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh bencana alam, konflik, perang, maupun masalah pandemi seperti yang dialami di tahun 2020 ini.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan tokoh yang bersangkutan, Rahmawati Husein, Ph.D, yang saat ini menjabat  Advisory Group  United Nation Central Emergency Response Fund (AG UNCERF) berpandangan bahwa krisis kemanusiaan ini dampaknya sangat luas dan umat Islam, sebagai bagian dari masyarakat dunia, harus berkontribusi di dalamnya. Hal ini dikarenakan sekitar 1,5 milyar penduduk dunia adalah umat Islam.
Berbagai Tantangan untuk Berperan dalam Masalah Kemanusiaan
Rahmawati Husein mengingatkan bahwa di Indonesia terjadi ribuan bencana alam setiap tahun. Di luar Indonesia, krisis kemanusiaan karena bencana alam maupun konflik peran, juga tidak menurun. Bahkan, 10 besar negara yang selalu terlibat konflik kemanusian, 8 di antaranya adalah negara-negara Islam. Di Syiria 6,6 juta umat Islam menjadi pengungsi, di Yaman 2,4 juta pengungsi, menyusul Sudan Selatan, dan Somalia.
Rahmawati menegaskan bahwa umat Islam sendiri sebagai pelaku dan yang terdampak dari masalah kemanusiaan, masih menghadapi beberapa hambatan dalam meningkatkan perannya. Beberapa point penting yang saat ini perlu menjadi perhatian menurut Rahmawati, antara lain:
Pertama, belum ada kesadaran bahwa membantu orang itu penting dan dianjurkan dalam agama. Kedua, belum ada gerakan bersama. Kalau ada gerakan masih kecil, masih belum menjadi gerakan yang besar.
Ketiga, pengorganisasiannya lemah. Pengorganisasian di sini berbentuk manajemen dan skill personal organisasi dalam menanggulangi masalah kemanusiaan. Di Muhammadiyah sendiri, manajemen dan skill terlatih hanya di level pimpinan pusat, tapi di wilayah masih memiliki hambatan yang lebih besar.
Keempat, pendanaan yang terbatas. Tidak ada dana rutin kemanusiaan. Dana baru akan terkumpul jika ada kejadian besar. Padahal dana rutin kemanusiaan akan sangat membantu karena kejadiannya akan ada terus.
Mengawal Kerja-Kerja Kemanusiaan Muhammadiyah di Kancah Global
Rahmawati saat ini menjadi satu-satunya wakil dari Asia Tenggara di Dewan Pengarah UNCERF, satu dari 19 orang yang dipilih Sekjen PBB mulai Oktober 2018-Oktober 2021 untuk jabatan tersebut. Sejak dibentuk pada tahun 2010, ini kali pertama wakil Indonesia terpilih sebagai anggota Dewan Pengarah UNCERF.
Dalam pertemuan Dewan Pengarah UNCERF di Dublin 2019, Rahmawati menegaskan bahwa dana yang dikelola oleh badan-badan PBB seperti WFP, Unicef, UNHCR, UNFPA, perlu dikelola bersama. Artinya, tidak cuma dikerjasamakan dengan pemerintah pusat melalui klaster atau sektor. Namun juga perlu dikelola secara langsung oleh pemerintah daerah maupun organisasi non pemerintah.
Keterlibatan organisasi non pemerintah, seperti Muhammadiyah yang bergerak di tingkat nasional maupun lokal, menunjukkan pentingnya peran aktor non negara. Khususnya, dalam pelaksanaan bantuan krisis kemanusiaan.
Pada Panel Tingkat Tinggi Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan Kemanusiaan di Jenewa, Swiss Juni 2019, Rahmawati menyampaikan bahwa Muhammadiyah meminta ada perubahan perspektif, tidak eksklusif dalam penyaluran bantuan kemanusiaan internasional. Organisasi International harus mau berubah dan memiliki perpektif yang baru dalam memberikan bantuan kemanusiaan. Mereka perlu melihat mekanisme yang dipakai di negara tujuan, tidak asal datang tanpa memahami arsitektur kemanusiaan.
Organisasi Internasional tersebut perlu mencari tahu pemain lokal, memahami cara kerja organisasi lokal, dan mendukung upaya yang dilakukan bukan malah sebaliknya. Di samping lembaga internasional, perlu menginvestasikan penguatan kapasitas lokal melalui beberapa skema.
Pada rapat UNCERF Desember 2019 di New York Rahmawati mengungkapakan bahwa Indonesia sudah mampu mengatasi dan memiliki kapasitas dalam penanganan bencana.
Rahmawati Husein dan Kerja-Kerja Kemanusiaan
Memang sebagian umat masih memiliki pendapat bahwa sesama umat Islam hanya boleh membantu atau yang bisanya dibantu oleh muslim saja. Karena, pemahaman nilai fundamentalismenya yang sempit. Namun dalam persoalan nilai toleransi ini, menyebabkan pemahaman terhadap nila-nilai kemanusiannya lemah. Padahal nilai-nilai terhadap kemanusiaan ini diajarkan oleh Islam.
Oleh sebab itu, Rahmawati melalui kiprahnya di MDMC terus berupaya memberikan pemahaman tentang pentingnya nilai toleransi dalam kemanusiaan. MDMC juga menjadi aktif di Humanitarian Forum Indonesia (HFI) yang merupakan forum 14 organisasi berbasis keyakinan yang berbeda-beda. Bergabung di HFI menjadi ajang untuk berlomba-lomba kebaikan dengan keyakinan yang berbeda-beda tetapi disatukan dalam merespon masalah krisis kemanusiaan bersama, baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri.
Muhammadiyah terus berupaya memberi contoh dengan melakukan respon-respon kejadian bencana tanpa memandang agama penyintas. Misalnya Muhammadiyah membantu erupsi di Rokatenda yang 100% warganya non-muslim, respon erupsi gunung Ili Lewotelok di NTT, banjir Wasior Papua (2010), gempa bumi di Nepal, dan angin topan di Filipina.
Penerapan nilai toleransi dalam respon kemanusia tidak hanya antaragama tapi juga intera-gama, misal masalah Syiah di Sampang. Muhammadiyah dalam hal ini tidak mengakui ideologisnya tapi masalah kemanusiaan, ada penyintas yang harus mengungsi. Hal ini menjadi bagian respon kemanusiaan yang kita lakukan.
Biografi Rahmawati Husein
Rahmawati Husein lahir di Yogyakarta 27 Agustus 1965. Dia merupakan anak ke-5 dari 8 bersaudara dari pasangan Husein Ahmad dan Moeznah. Mulai aktif di Nasyiatul Aisyiyah sejak remaja dan menjadi sekretaris umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah periode 2000-2004. Tahun 2003-2006, terpilih sebagai Komisioner Komnas Perempuan.
Menyelesaikan pendidikannya S1 Sastra Inggris di UGM, S2 Manajemen Perkotaan di University of Cincinnati, Ohio, USA; dan S3 Manajemen Bencana di Texas A&M University.
Rahmawati ikut menginisiasi perlunya Lembaga Penanggulangan Bencana yang sekarang dikenal dengan Muhammadiyah Disaster Manajemen Center (MDMC). Sejak 2010-2020, menjadi Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Rahmawati juga aktif di Majelis Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (MLHPB) PP ‘Aisyiyah.
Rahmawati Husein mengajar di Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; salah satu Unsur Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016-2021); Tim Penasihat Kantor Staf Kepresidenan (2017-2019); juga menjadi anggota baru Penasihat Pusat Dana Emergency Response Perserikatan Bangsa Bangsa, United Nation Central Emergency Response Fund (UN CERF) periode 2018-2021 yang bermarkas di New York, Amerika Serikat.
Beberapa penghargaan yang diterima Rahmawati adalah Penghargaan Tokoh Inspiratif Tangguh Award BNPB (2015); alumni berprestasi College of Architecture, Texas A&M University (2019); dan Human Initiative Lifetime Award (2019) oleh PKPU atas kontribusinya dan pengabdiannnya di bidang kemanusiaan.
Editor: Yahya FR