Perspektif

Rashdul Kiblat Global, Momentum Meluruskan Arah Kiblat

2 Mins read

Menghadap kiblat merupakan salah satu sarat sah salat. Tentu, hal ini berlaku dalam keadaan normal. Karena terdapat keadaan di mana menghadap kiblat tidak diwajibkan bagi orang yang melaksanakan salat. Misalnya ketika berada di dalam kendaraan atau ketika berkecamuknya perang (dalam keadaan sangat takut).

Imam As-Syirazi dalam kitab Al-Muhadzab mengharuskan ijtihad untuk mengetahui arah kiblat, karena pada dasarnya kiblat bisa diketahui dengan beberapa tanda (Damaskus: Dar al-Qalam, 1992. hal.228), salah satunya adalah kedudukan matahari. Karenanya, seseorang harus mengupayakan menemukan arah kiblat sebelum melaksanakan salat sampai muncul keyakinan di dalam hatinya bahwa ia benar-benar menghadap kiblat.

Di dalam ilmu falak, terdapat banyak cara untuk menemukan arah kiblat, namun yang paling akurat dan paling mudah adalah menggunakan rashdul kiblat global. Rashdul kiblat adalah waktu di mana bayang-bayang matahari menunjukkan arah Ka’bah, baik itu menuju atau menjauhi Ka’bah.

Para pakar falak membagi rashdul kiblat menjadi dua (Buku Saku Hisab Rukyat Kemenag Tahun 2013, hal. 42). Pertama, rashdul kiblat global. Waktu di mana posisi matahari tepat berada di atas Ka’bah. Sehingga semua bayang-bayang matahari di muka bumi pada saat itu menjauhi Ka’bah. Kedua, rashdul kiblat lokal. Waktu ketika bayang-bayang matahari sejajar (menjauhi atau mendekati) Ka’bah. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas metode pertama.

Dalam satu tahun kalender matahari, matahari akan melintas tepat (atau paling tidak pada posisi terdekat) di atas Ka’bah sebanyak dua kali. Yaitu pertama, pada jam 16.18 WIB tanggal 28 Mei atau tanggal 27 Mei (tahun kabisat). Dan kedua, pada jam 16.27 WIB tanggal 16 Juli atau tanggal 15 Juli (tahun kabisat).

Baca Juga  28 Mei 2021, Momentum Pembetulan Arah Kiblat

Mengapa terdapat dua waktu dalam setahun? Hal ini dikarenakan – selain gerak semu matahari yang terbit di timur dan terbenam di barat, matahari juga bergerak ke selatan dan ke utara ekuator (khatulistiwa). Bagi kita di Indonesia, pasti akan menyaksikan di mana matahari agak condong ke selatan dan terkadang ke utara.

Gerak matahari ke selatan dan utara ini dalam astronomi melahirkan istilah deklinasi (declination). Yaitu jarak matahari dari ekuator langit. ekuator langit merupakan garis hayal yang membagi langit menjadi dua bagian, utara dan selatan. Sejajar dengan ekuator bumi. Jadi, jika bumi di bagi dua – menjadi belahan bumi utara dan selatan – oleh garis ekuator (khatulistiwa), langitpun demikian, dibagi dua oleh ekuator langit.

Jarak terjauh matahari dari ekuator langit adalah 23,5 derajat, baik ke arah utara atau ke arah selatan. Jadi semua daerah di muka bumi yang berada di antara lintang -23,5 (lintang selatan) sampai +23,5 derajat(lintang utara) pasti akan mengalami waktu tanpa bayang-bayang. Yaitu waktu di mana matahari melintas tepat di atas kepala. Termasuk seluruh wilayah Indonesia dan asia tenggara dan juga Ka’bah.

Nah, pada tanggal 20-21 Maret (vernal equinox), matahari tepat berada di khatulistiwa. Pada tanggal ini pula di daerah yang di lewat garis khatulistiwa akan mengalami suatu waktu tanpa bayang-bayang, yakni ketika matahari berkulminasi (berada di meridian atau zenit). Meridian adalah garis hayal yang membagi bumi menjadi bumi bagian timur dan barat.

Kemudian, matahari akan bergerak ke utara sampai pada tanggal 20-22 Juni (titik balik musim panas, summer solstice). Inilah sebabnya, di belahan bumi utara pada sekitar tanggal ini terjadi musim panas. Selain itu juga memiliki waktu siang yang lebih panjang dari pada malamnya. Sementara di belahan bumi selatan mengalami musim dingin.

Baca Juga  Ainur Rofiq Al-Amin, Mantan Aktivis HTI yang Anti Radikalisme

Setelah tanggal 22 Juni, matahari akan Kembali bergerak ke selatan dan mencapai ekuator pada 22-23 September (ekuinox musim gugur, autumn equinox). Dan terus ke selatan – hingga jarak terjauh – sampai pada 21-22 Desember (titik balik musim dingin, winter solstice). Nah pada akhir Desember inilah, di belahan bumi utara seperti Finlandia dan Kanada mengalami musim dingin. Sementara di Australia dan Argentina mengalami musim panas.

Dengan demikian terjawab sudah, mengapa matahari melintas tepat di atas Ka’bah sebanyak dua kali dalam setahun. Hal ini dikarenakan posisi Ka’bah berada pada lintang 21,5 derajat lintang utara. Karenanya, dua waktu ini dapat kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk mengetahui arah kiblat di daerah kita masing-masing.

Editor: Soleh

Muhamad Khamdani
5 posts

About author
Prodi Fisika, Fakultas UIN Sunan Kalijaga (Alumni), Magister Astronomi Institut Teknologi Bandung (Alumni)
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds