Akhlak

Rasul Mencintai Umat Sesudahnya, Bagaimana Bisa?

3 Mins read

Sebagai umat muslim, acapkali kita mendengar kisah tentang bagaimana Rasulullah SAW. mencintai umatnya. Salah satu kisah tersebut terangkum dalam hadis riwayat Imam Muslim, diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Amr bin Ash ra, Nabi Muhammad Saw pernah menangis di hadapannya ketika membaca firman Allah Swt, QS. Ibrahim ayat 36. Rasulullah kembali menangis ketika membaca firman Allah lainnya, yakni surah al-Maidah ayat 118.

Kemudian, Nabi mengangkat tangan sambil menangis dan berkata, “Ya Allah, umatku…, umatku…”

Akhirnya, Allah mengutus Jibril untuk menemui Nabi Muhammad perihal apa yang membuatnya menangis, Jibril pun mengetahui apa itu. Kemudian Allah berfirman:

“Wahai Jibril, datang temuilah Muhammad, dan katakanlah bahwa Kami akan membuatnya rida dengan apa yang Kami takdirkan untuk umatnya dan Kami tidak akan menzalimimu.” (HR. Muslim).

Penggalan kisah dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas adalah salah satu dari banyak kisah Nabi yang menggambarkan betapa besar cinta beliau kepada umatnya. Mencintai seseorang bukanlah perkara yang mudah, terlebih orang yang belum pernah ditemui. Namun, hal tersebut akan berbeda apabila yang dibicarakan adalah cinta Nabi.

Pembagian Cinta Menurut Ibnu ‘Arabi

Secara keilmuan kalamiyah, Ibnu ‘Arabi membagi cinta menjadi tiga jenis. Pertama, cinta kudus atau al-hubbal-illahi, cinta kudus adalah cinta esensial dan abadi dari Yang Maha Esa dan merupakan sumber dari segala cinta.

Kedua, cinta spiritual atau al-hubbal-ruhani, ialah cinta yang disebabkan oleh yang dicintai dan diri si pencinta sendiri (muhib). Ketiga ialah cinta alamiah atau al-hubb al-thabi’i, yakni cinta yang didasarkan atas kehendak kepuasan diri.

Cinta kudus adalah cinta yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. Jadi, kita asumsikan cinta Nabi adalah cinta spiritual yang di mana salah satu penyebab munculnya adalah kita sendiri, umatnya. Lalu, kiranya apa yang telah kita lakukan sehingga Nabi Muhammad sangat mencintai kita?

Baca Juga  Izinkan Aku Berzina, Wahai Rasul!
***

Barangkali, salah satu kisah Nabi berikut dapat membantu untuk menjelaskannya. Suatu ketika Rasulullah Saw duduk bersama para sahabat dan bertanya kepada mereka siapakah di antara makhluk Allah yang paling luar biasa imannya kepada Allah Swt? Para sahabat menjawab, “Malaikat ya Rasulullah.”

“Terang saja, malaikat kan makhluk Allah yang paling setia dan tahu duduk perkaranya”, ujar Nabi.

“Kalau begitu, para Nabi dan rasul utusan-Nya”, ujar sahabat.

“Bagaimana tidak beriman, sedangkan Allah memberi mereka wahyu dari langit melalui para malaikat”, kata Nabi.

“Mungkin para sahabat, Rasulullah”, kata para sahabat lagi.

“Sudah sepantasnya bukan, mereka menyaksikan segala mukjizatku dan senantiasa berdekatan denganku, mengetahui wahyu yang diturunkan kepadaku, dan menanyakan segala ihwal tentangnya”, tutur Nabi.

“Lalu siapa ya rasul?” tanya para sahabat.

“Mereka adalah orang-orang yang hidup sesudahku. Tidak pernah menyaksikanku tapi membenarkan semua ajaranku, mereka tidak melihat sendiri mukjizatku, tapi mereka tetap beriman, oleh karena itu mereka adalah saudara-saudaraku”, kata Nabi.

Kisah ini adalah kisah tentang bagaimana Nabi Muhammad meyakini umatnya yang sangat beriman kepada Allah dan rasul-Nya, tanpa mengetahui secara langsung apapun tentangnya. Salah satu manifestasi dari keimanan ialah rasa cinta.

Kaitan antara Iman dan Cinta

Iman kita kepada Allah dan Rasul menggambarkan bagaimana kita percaya dan mencintai Allah dan rasul. Semakin besar kepercayaan kita, maka semakin besar pula rasa cinta kita. Dengan kata lain, Rasulullah menceritakan cinta siapa yang paling tulus kepada Allah dan kepada rasul.

Meskipun berada di dalam konteks yang sama, yakni cinta terhadap orang yang belum pernah ditemui, cinta kita kepada Nabi berbeda dengan cinta Nabi kepada kita. Kita begitu mencintai Nabi karena beliaulah yang dengan perjuangannya membawakan kita ajaran Islam, ajaran yang sempurna dan dibawakan dengan cara yang sempurna pula. Ataupun, kita begitu mencintainya karena kita tahu beliau sangat mencintai kita. Lalu bagaimana dengan cinta Nabi kepada kita?

Baca Juga  Di Bulan Ramadhan, Kemaksiatan Bukan Dipicu oleh Setan!

Pengetahuan Nabi saat itu tentang umat sesudahnya tidaklah mungkin beliau lihat sendiri secara langsung, barangkali pengetahuan tersebut adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi.

Penjelasan Tentang Makna “Umat Sesudahku”

Menilik dari penjelasan di atas, dalam pemikiran Emmanuel Levinas, umat (sesudahku) yang dimaksud rasul saat itu hanyalah sebuah gagasan saja bagi Rasulullah Saw. Sebuah abstraksi yang hidup dalam pikiran Rasullah Saw dan menuntut penjelasan yang sesuai, dan abstraksi itulah yang beliau cintai.

Hal ini menjelaskan mengapa beliau sangat mencintai kita, karena abstraksi tentang kita (umat sesudah rasul) dalam diri rasullah begitu positif. Kita digambarkan sebagai umat yang tunduk patuh kepada Allah dan percaya sepenuhnya kepada Rasul.

Kita memang belum pernah melakukan apa-apa untuk Nabi Muhammad dan Islam, namun abstraksi tentang kita dalam diri beliau yang begitu positif membuat kita seakan telah melakukan hal yang begitu besar, hingga beliau sangat mencintai kita.

Oleh sebab itu juga, beliau sangat sedih ketika mendengar ada umatnya yang mendapat azab dari Allah. Abstraksi yang begitu positif dalam diri beliau tidak dapat menerima adanya dosa besar yang telah banyak kita lakukan.

Cinta Rasulullah begitu tulus kepada kita. Karena, tidak pernah terjadi relasi etis antara Rasul dengan kita, ketulusan itu justru hadir karena tidak pernah ada pertemuan konkrit antara Rasul dengan kita.

Lagi-lagi, diri Rasulullah yang begitu positif menjaga kemurnian cinta beliau akan pikiran buruk tentang kita. Namun, kenyataannya saat ini dapat kita lihat tidak sedikit dari umatnya yang berpaling darinya atau bahkan menghinanya. Pertanyaan yang kembali muncul ialah, “Akankah Nabi Muhammad mencintai umatnya sebesar sebelumnya setelah mengetahui bagaimana keadaan umatnya saat ini?” Wallahu a’lam Bish-shawab.

Editor: Yahya FR

Avatar
2 posts

About author
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA)
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds