Oleh: Djarnawi Hadikusuma
Setelah wafat Muhammad Abduh, maka tinggallah Rasyid Ridla di Mesir dengan Al-Mannar-nya. Ia menyiarkan dan mempublikasikan buah pikiran Jamaluddin dan Abduh, dibantu oleh Amir Syakib Arsalan. Majalah Al-Mannar tersiar luas di negara-negara Islam, bahkan secara bersembunyi-sembunyi sampai juga ke India, Malaya, dan Indonesia dibawa oleh para jamaah haji.
Isi lengkap majalah Al-Mannar meliputi: Tafsir Abduh, hal-ihwal umat Islam, riwayat pemimpin-pemimpin Islam dan buah pikirannya, anjuran ijtihad, pembahasan tentang agama lain, macam-macam Tasawuf yang berkembang dalam umat Islam, akhlak dan lain persoalan mengenai ekonomi, sosial, politik menurut pandangan ajaran Islam. Majalah Al-Mannar dipimpinnya sejak didirikan pada tahun 1315 Hijriyah sampai tahun 1354 dan telah dijilid menjadi 35 jilid tebal.
Ketika Jamaluddin berpisah dengan Abduh pada tahun 1885, adalah Abduh telah matang jiwa dan tekadnya, dan ketika orang Afghanistan itu wafat pada tahun 1897, Abduh telah bertambah mantap. Hal yang demikian berlaku lagi. Abduh menutup mata meninggalkan Rasyid Ridla yang telah sempurna tekadnya untuk meneruskan perjuangan kedua imamnya itu.
Rasyid Ridla
Sayid Muhammad Rasyid Ridla yang dilahirkan di Kalmun pada bulan Jumadil-Ula 1282 atau bulan Oktober 1865 itu adalah keturunan Ali bin Abi Thalib. Dari padanya-lah Rasyid Ridla mewarisi kejujuran dan semangat kepahlawanan. Ayahnya seorang ulama Ahli Tarekat Syaziliyah dan ia sendiri pun sejak kecil telah mengenakan jubah dan sorban, bertelekun dalam pengajian dan wirid.
Setelah meningkat dewasa dikirim oleh ayahnya ke Toroblis untuk belajar pada Syaikh Husein Al-Jisri, ulama yang termashur alim, terutama dalam Ilmu Kalam. Ketika Abduh berkunjung ke Toroblis bertemulah dengan dia. Pada tahun 1898, Rasyid Ridla menyusul Abduh ke Mesir dan berkuliah di Al-Azhar. Sejak itu, Rasyid Ridla mendampingi gurunya itu sampai akhir hayatnya.
Tahun 1905 yang tercatat sebagai tahun wafatnya Abduh, ditandatangani perjanjian damai antara Jepang dan Rusia setelah kedua negara itu berperang selama satu tahun. Sebab daripada peperangan itu ialah karena Rusia, setelah mendapat izin pemerintah Tiongkok untuk memperpanjang jalan kereta api yang dimulai dari Moskow sampai ke Wladiwostok melalui Mancuria, lalu menjadikan bandar Port Arthur sebagai basis armadanya. Jepang sangat khawatir akan mendapat serangan Rusia dari basis itu, maka ia pun memperkuat armadanya pula dan bersekutu dengan Inggris yang juga merasa khawatir terhadap perkembangan kekuatan Rusia itu.
Pecah Perang Jepang-Rusia
Tahun 1904, pecahlah perang antara Jepang dan Rusia. Tentara Rusia di Mukden dapat dikalahkan oleh Jepang di bawah pimpinan Jenderal Nogi, sedang armadanya di pulau Tsusima dapat dihancurkan oleh Jenderal Jepang, Admiral Togo. Kemenangan Jepang ini membangkitkan semangat bangsa Asia di dalam melawan kekuasaan Barat. Di Mesir, kemenangan tersebut dirayakan oleh kaum nasionalis sebagian besar terdiri dari pengikut Abduh dan Jamaluddin.
Pada tanggal 13 Juni 1906, beberapa orang perwira Inggris sedang asyik berburu di salah satu desa. Seorang wanita Mesir tertembak yang menjadikan para petani sangat murka. Mereka menyerang perwira-perwira itu dan membunuh salah seorang di antaranya. Lord Cromer membalas dendam. Empat orang petani digantungnya di hadapan umum dan tujuh belas orang disiksa lalu dipenjarakan.
Kekejaman Cromer itu mengguncangkan seluruh benua Eropa dan Inggris, terutama di Mesir sendiri, di mana parlemen dan pers mengutuk kelakuan Cromer itu. Mustafa Kamal, Ketua Partai Hizbul Wathan mendesak kepada Perdana Menteri Inggris Sir Campbell-Bannerman untuk membebastugaskan Lord Cromer.
Nasionalisme Mesir
Pada bulan Mei 1907, Cromer digantikan oleh Sir Eldon Gorst. Konsul Jenderal Inggris yang baru ini berusaha keras untuk mempengaruhi Khadewi Abbas yang keras itu. Mustafa Kamal lalu menentang pula. Maka diadakannya kongres partai pada tanggal 7 Desember 1907 yang dihadiri oleh 1.017 orang utusan dari seluruh Mesir.
Dalam kongres itu Mustafa Kamal diangkat menjadi ketua seumur hidup dan diputuskan doktrin, ”Mesir untuk orang Mesir,” yang akan direalisasi melalui usaha pendidikan politik bagi rakyat Mesir. Tetapi, pada tanggal 10 Februari 1908, Mustafa Kamal meninggal dunia setelah mengidap penyakit yang lama.
Selanjutnya, Konsul Jenderal Gorst tidak hanya menghasut Khadewi untuk menekan partai Hizbul Wathan, tetapi juga menganjurkan rakyat asli Mesir untuk menentang partai itu. Dengan alasan karena pendirinya, yakni Mustafa Kamal, menyokong tujuan Pan-Islamisme dari Sultan Turki, yang berati mengekalkan kekuasaan Turki atas wilayah Mesir.
Mesir Jatuh Ke Tangan Inggris
Ketika Perdana Menteri Mustafa Fahmi meletakkan jabatan pada bulan November 190,8 Gorst menyucukkan jarum pecah-belahnya lebih mendalam. Dengan cara ia menganjurkan kepada Khadewi untuk mengangkat Perdana Menteri baru orang Mesir asli. Yaitu Brutus Ghali Pasya, yang dahulu pernah menjabat Menteri Keuangan.
Pada bulan Februari 1910, peristiwa ini hampir menimbulkan perang saudara. Ketika Gorst jatuh sakit pada tahun 1911, kedudukannya digantikan oleh Kitchener yang berhasil mengobrak-abrik partai nasional Mesir.
Pada tanggal 4 Agustus 1914, undang-undang darurat perang diumumkan di seluruh Mesir dan sebulan kemudian Inggris mengumumkan perang terhadap Turki dan dengan demikian merampas Mesir dari tangannya. Khadewi Abbas diturunkan dari tahta dan saudaranya yang bernama Husein Kamil diangkat menggantikannya dengan gelar Sultan.
Segera sesudah itu, seluruh pemerintahan di negara itu diambil alih oleh Sir Henry Mac Mahon sebagai Komisaris Tinggi. Mac Mahon ini sebelumnya menjabat sekretaris politik pemerintah Inggris di Simla, India. (Bersambung)
Sumber: Aliran Pembaharuan dalam Islam dari Jamaluddin Al-Afghani Hingga KHA Dahlan karya Djarnawi Hadikusuma.
Editor: Arif