Tarikh

Rasyid Ridla (5): Menyaksikan Pasang Surut Kekuasaan Wahabi di Jazirah Arab

4 Mins read

Muhammad Ali, pendiri Daulat Mesir, berhasil menguasai seluruh Mesir dan Syria. Tetapi tentaranya yang dipimpin oleh putranya Tusun di Jazirah Arab menemui perlawanan yang gigih dari dari raja-raja Kaum Wahabi di sana. Dua kali tentaranya menderita kekalahan menghadapi perlawanan Raja Sa’ud.

Tusun sendiri hampir tewas. Seorang Scot yang telah masuk Islam dan berganti nama Ibrahim Agha telah menyelamatkan jiwanya. Akhirnya, pada bulan November 1812, setelah mendapat bala bantuan, Tusun berhasil menaklukkan kota Madinah. Dan pada bulan Januari 1813 kota Makkah pun direbutnya dan seterusnya menduduki kota Thaif.

Meskipun demikian, kekuasaan kaum Wahabi belum dapat dipatahkan. Sehingga memaksa Muhammad Ali sendiri turun tangan. Dia datang ke Arabia, namun tidak berhasil menguasai keadaan. Bahkan, pada bulan November tahun itu juga, tentara Tusun disapu bersih oleh kaum Wahabi di Tarabah. Muhammad Ali membatalkan niatnya untuk menguasai Nejed lalu mengalihkan langkahnya ke Arabia Selatan.

Muhammad bin Abdul Wahab

Kaum Wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahab. Ia lahir pada akhir abad ke 17 di Nejed, daerah pegunungan di tengah Jazirah Arab. Sejak muda ia bertekun mempelajari Ilmu Tauhid dan Hukum. Kemudian meneruskan studinya ke beberapa perguruan tinggi di ibukota negera-negara Islam.

Ketika di Baghdad, dipelajarinya ilmu-ilmu agama menurut Madzhab Ahmad bin Hambal. Kemudian dipelajarinya pula karangan-karangan Ibnu Taimiyah. Maka jadilah ia pengikut aliran paham pembaruan dari Ibnu Taimiyah. Tokoh ulama yang paling keras dan konsekuen serta tidak mengenal kompromi pada masanya.

Setelah kembali ke negerinya, ia mulai mencoba membersihkan paham dan pengamalan ajaran agama dan adat istiadat daripada bid’ah dan khurafat. Ia kembalikan kepada kemurniannya. Ketika menentang pengeramatan kepada Sa’d, seorang yang dianggap keramat di negerinya, ia ditangkap dan dibuang.

Gerakan Wahabi

Pada tahun 1740, ia memberikan kepada Muhammad Sa’ud kepala suku Anaizah yang karena itu ia diterima dengan sangat hangat. Dan kepala suku itu akhirnya mengikuti ajarannya. Dengan keras, Muhammad bin Abdul Wahab mencela mereka yang mengeramatkan Nabi Muhammad dan ulama-ulama yang mereka gelari dengan ”Wali.”

Baca Juga  Rasyid Ridla (3): Menyaksikan Abdul Hamid Turun Tahta

Mereka yang berbuat demikian dinyatakan berdosa besar dan harus diperangi sehingga kembali ke jalan yang benar. Tembakau, pakaian daripada sutera, dan hiasan rumah yang menyerupai arca diharamkannya. Semua fatwa dan ajarannya didukung oleh Muhammad Ibnu Sa’ud dengan daerah kerajaannya yang hanya seluas 70 km² itu.

Pada tahun 1757, penguasa kota tempat kelahirannya yang pernah mengusir dia dari kampung halaman mengumpulkan lasykarnya, menyerang kedudukan Muhammad Ibnu Sa’ud. Akan tetapi serangan tersebut dapat dihancurkan dan terpaksa menyerahkan daerahnya kepada kekuasaan Ibnu Sa’ud.

Kekuasaan Abdul Aziz

Ketika Ibnu Sa’ud wafat pada tahun 1763, ia digantikan oleh putranya Abdul Aziz yang kemudian memperluas daerah takluknya. Pada tahun 1788, ditaklukkannya Kuwait. Tahun berikutnya, dalam rapat umum yang besar, Muhammad bin Abdul Wahab menetapkan hak turun-temurun bagi anak-cucu Abdul Aziz atas kerajaannya. Putranya yang bernama Sa’ud dinobatkan menjadi Pangeran yang akan mewarisi kerajaan setelah ayahnya wafat.

Seterusnya, kerajaan baru itu berkembang maju. Dalam pemerintahan Abdul Aziz, Syarif Ghalib dari Mekkah menyerang ibukota Nejed, tapi dapat dipukul mundur oleh Sa’ud. Tahun-tahun berikutnya, Pangeran Sa’ud memperluas derahnya ke utara. Sehingga wali-negeri Turki di Baghdad merasa khawatir, maka pada tahun 1797 diserangnya Al-Hasa, daerah yang tersubur di Nejed, dengan 7.000 orang tentara Turki dan sekian pula terdiri dari orang Arab. Sa’ud keluar menghadapinya dan ditandatangani perjanjian damai untuk enam tahun.

Pada tahun 1801, Sa’ud berganti menyerang Baghdad dengan tujuan Karbala. Di mana terletak Makam Husein bin Ali yang dianggap keramat oleh orang Syi’ah. Tanggal 28 April, kota itu jatuh ke tangan kaum Wahabi. Mereka lalu menggempur makam itu sehingga rata dengan tanah. Agar tidak lagi menjadi tempat kemusyrikan dan pemujaan kepada kuburan.

Baca Juga  Ternyata Sufi Berperan dalam Pendirian Kerajaan Ottoman

Kekuasaan Sa’ud

Pada tahun 1803, Kota Suci Makkah dapat direbut dan Syarif Ghalib melarikan diri ke Hijaz. Tetapi pada bulan November tahun itu juga Abdul Aziz tewas dibunuh oleh seorang pengikut Syi’ah. Putranya, Sa’ud, menggantikannya. Kota Madinah jatuh ke tangannya pada tahun 1804 dan Makam Rasulullah mengalami nasib yang sama dengan makam cucunya di Karbala.

Dengan jatuhnya Madinah, maka seluruh tanah Hijaz telah berada dalam tangan Kerajaan Wahabi. Sultan Turki selaku Khalifah merasa cemas, maka diperintahkan kepada walinya di Mesir, Muhammad Ali, untuk menumpas kaum Wahabi itu. Tetapi, Muhammad Ali baru dapat melaksanakan tugas itu pada tahun 1812 setelah kedudukannya di Mesir kokoh, tidak terancam lagi oleh dinasti Mamluk. Maka diutusnya putranya Tusun seperti yang telah diriwayatkan di atas.

Raja Sa’ud wafat pada tanggal 27 April 1814 digantikan oleh putranya, Abdullah, yang meskipun seorang panglima perang yang gagah berani. Namun rupanya ia belum dapat mengimbangi kekuatan Mesir yang masih terus mengancam. Sedangkan kota Madinah, Makkah, dan Thaif telah dikuasai oleh Tusun. Kesalahan Tusun di Tarabah menyebabkan Muhammad Ali menggerakkan tentaranya untuk membalas.

Turki Menyerang Arab

Didesaknya kaum Wahabi di Basal lalu diserangnya wilayah Asir yang terletak di daerah pegunungan sebelah selatan Tihamah. Mendengar kemajuan ayahnya itu, Tusun berangkat menyerang wilayah Qasim. Abdullah menghadapinya dengan gigih dan berhasil memaksa Tusun menandatangani perjanjian damai.

Tetapi, Muhammad Ali menolak perjanjian itu lalu pulang ke Mesir. Ia memerintahkan anaknya, Ibrahim, untuk meneruskan peperangan menghancurkan kekuasaan Wahabi di Arabia. Maka pada bulan Agustus 1816, Ibrahim berangkat dari Cairo dan langsung menyerang Qasim lagi.

Pertempuran berlarut-larut selama dua tahun. Abdullah terdesak mundur ke Dar’iyah, ibukota Nejed. Tusun mengepung kota itu dan pada tanggal 9 September 1918. Abdullah menyerah dan sebagai tawanan dibawa ke Istambul lalu dibunuh. Kota Dar’iyah dibinasakan dan setelah menetapkan seorang pejabat Turki sebagai gubernur Nejed, Ibrahim kembali ke Madinah.

Baca Juga  Beginilah Cara Ikhwanul Muslimin Masuk ke Indonesia

Sementara itu, tentara Mesir di bawah pimpinan Muhammad Ali tidak mampu menanggulangi perlawanan yang terus-menerus dari pihak Kaum Wahabi setelah pimpinannya itu kembali ke Mesir. Perlawanan berjalan 12 tahun (1825-1837), apalagi Inggris telah menduduki Aden pada tahun 1839. Muhammad Ali mengurungkan rencana untuk menguasai seluruh jazirah Arab.

Kembalinya Kekuasaan Wahabi

Seorang saudara sepupu Raja Abdullah yang bernama Turki mendirikan negara baru di Riyad, tidak jauh dari Dar’iayah. Kerajaan ini mulai mengganggu kedudukan Mesir di Arabia. Turki dibunuh orang pada tahun 1832 dan putranya yang bernama Faisal menggantikannya dengan pertolongan seorang perwira bernama Abdullah Ibnu Rasyid.

Sebagai imbalan jasanya itu, Faisal mengangkat dia sebagai gubernur turun-temurun mewilayahi daerah Shammar. Pada tahun 1838 dapat ditawan oleh tentara Mesir dan dibawa ke Cairo, namun dapat melarikan diri dengan pertolongan seorang Muhammad Ali yang bernama Abbas.

Faisal kembali ke Arabia dan akhirnya pada tahun 1849 berhasil menyapu bersih kekuasaan Mesir di seluruh jazirah itu. Ketika Faisal wafat, sekitar tahun 1865, terjadi pertikaian antara putra-putranya. Abdullah Ibnu Rasyid yang menjabat gubernur di Shammar dengan cara yang licik serta menggunakan hubungannya yang baik dengan gubernur pemerintah Turki di Madinah, dapat diperkuat kedudukannya sebagai kerajaan tersendiri. Tahun 1847 ia digantikan oleh Tallah dan pada tahun 1876 Muhammad Ibnu Rasyid menggantikannya, pusat kerajaan ini di kota Hail.

Sumber: Aliran Pembaharuan dalam Islam dari Jamaluddin Al-Afghani Hingga KHA Dahlan karya Djarnawi Hadikusuma.

Editor: Arif

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *