Oleh: Djarnawi Hadikusuma
Kemerosotan terus-menerus yang diderita oleh Turki menimbulkan rasa cemas dan tidak senang di hati para perwira yang ditempatkan di Makedonia. Gerakan liberal Turki Muda yang selalu ditindas oleh Sultan rupanya berhasil menanamkan kekuatan di kalangan tentara.
Seorang perwira, Anwar Bey, yang pernah menjabat Atase Militer di Berlin dan Letnan Kolonel Niyazi yang telah banyak pengalaman dalam pertempuran, memimpin komplotan untuk memaksa Sultan menerima Undang-undang Dasar Negara. Komplotan atau persekutuan ini menamakan dirinya Ittihad ve Tirraki. Artinya ”Panitia Pencipta Persatuan dan Kemajuan.” Menurut berita yang beredar, komplotan ini dibiayai oleh seorang Yahudi yang telah masuk Islam.
Segala persiapan dilakukan. Dalam bulan Juli 1908, mereka berhasil menduduki Istambul tanpa mendapat perlawanan. Pada tanggal 17 Desember, Sultan Abdul Hamid terpaksa menerima sesuatu yang dahulu pernah ditolaknya. Ia bahkan pernah menghukum Jamaluddin Al-Afghani yang mengusulkannya supaya membentuk Dewan Perwakilan Rakyat. Kekuasaan Abdul Hamid sebagai Sultan telah dibatasi.
Pada tanggal 15 April 1909, dia mengangkat Taufik Pasya menjadi Perdana Menteri. Tugas khususnya menetapkan kembali hukum Syariat Islam sebagai undang-undang. Sekali lagi, Anwar Bey yang berkedudukan di Saloniki bertindak. Di bawah pimpinan Husein Husni dan Mustafa Kamal, kesatuan tentara itu menyerang Istambul. Mahmud Syaukat Pasya berhasil mendudukinya.
Pada tanggal 26 April, Majlis Permusyawaratan Rakyat diundang bersidang dan dengan disokong oleh fatwa Syaikhul Islam Maulana Jamaluddin, menurunkan Sultan Abdul Hamid dari tahta serta menobatkan saudaranya Muhammad V sebagai gantinya. Demikianlah apa yang telah diperingatkan oleh Jamaluddin Al-Afghani kepadanya sekarang sudah menjadi kenyataan.
Rakyat yang tidak puas telah menggulingkan dia dari kekuasaan. Andaikata dahulu Sultan Abdul Hamid mau menerima saran Jamaluddin dan menolak hasutan serta bujukan Syaikhul Islam Abul Huda, lalu memberikan kepada rakyat kebebasan, keadilan, dan hak demokrasi, tentu apa yang dialaminya sekarang ini pasti tidak akan terjadi.
Selanjutnya, pada bulan September 1911, Italia memaklumkan perang terhadap Turki. Pada tanggal 5 Oktober mendaratkan tentaranya di Afrika Utara. Anwar Bey dan Mustafa Kamal mempertahankan wilayah itu, tetapi dapat dikalahkan. Maka pada tahun 1912, Turki terpaksa menyerahkan Tripoli dan Benghazi di pantai Utara Afrika ke tangan Italia.
Rupanya, itu belum cukup karena pada bulan Oktober itu juga negara-negara Balkan juga memaklumkan perang kepada Turki. Dan tentara Gerika merebut Salonika, sementara Bulgaria mengepung kota Andrianopel. Pemerintah Turki mengusulkan perdamaian dan bersedia menyerahkan Andrianopel.
Akan tetapi, para perwira di bawah pimpinan Anwar Bey menyanggah keputusan itu dan memaksa pemerintah meletakkan jabatan pada tanggal 13 Januari 1913. Kemudian Jenderal Mahmud Syaukat Pasya mengambil alih pemerintahan. Anwar Bey akhirnya dapat merebut kembali Andrianopel dan Athena pada tahun 1912 dan 1913.
Demikianlah keadaan Turki ketika memasuki gerbang Perang Dunia I. Perang yang membuat negara-negara Islam pecah berpuing-puing. Diadu lalu digempur oleh negara-negara Barat yang merasa khawatir kepada kekuatan ajaran agama Islam. (Bersambung)
Sumber: Aliran Pembaharuan dalam Islam dari Jamaluddin Al-Afghani Hingga KHA Dahlan karya Djarnawi Hadikusuma.
Editor: Arif