Hiruk pikuk kehidupan di era kini sangatlah berbeda dibanding era lampau. Perbedaan pola hidup dan kebudayaan pun tampak jelas dalam berbagai aspek kehidupan. Mulanya, hal-hal baru yang tengah masuk dalam kebudayaan klasik dianggap tabu dan aneh. Akan tetapi, perlahan-lahan sang zaman tak pernah menyerah menyajikan hidangan-hidangan nikmatnya, sehingga lama-kelamaan akan menggiurkan siapa pun yang mengamatinya.
Salah satu hidangan zaman tersebut ialah dalam ranah teknologi mutakhir yang sudah menjadi sahabat setia bagi setiap insan. Bukan lagi mengenal jarak dan waktu.
Justru, dunia kini sudah mampu menepis dua hal tersebut dengan mahakarya teknologi dan media komunikasi yang merupakan salah satu bagian daripada era yang akrab kita kenal dengan sebutan “globalisasi”.
Menyikapi Arus Deras Globalisasi
So, bagaimana semestinya kita sebagai laskar zaman menyikapinya?
Bukan sebuah keniscayaan ketika seseorang melakukan penolakan total terhadap revolusi globalisasi agar terhindar dari segala konsekuensinya. Akan tetapi, menjadi sebuah keharusan untuk bisa bijaksana serta melakukan filterisasi terhadap apapun yang kita terima.
Para generasi hendaklah jeli dan selektif terhadap tantangan perubahan yang terjadi seiring berjalannya zaman. Karena globalisasi berdampak memungkinkan tumbuhnya benih-benih dekadensi yang akan mengancam kewibawaan laskar zaman yang mengemban estafet kepemimpinan di masa depan.
Kendati manusia kaya akan potensi dan keistimewaan, pada fitrahnya tetaplah memiliki kelemahan dan sebagian sifat yang penuh kekurangan, salah satunya adalah sifat mudah terlena.
Entah mengapa, rasanya ketika Tuhan menghendaki manusia hidup di era serba mudah kini, menjadikan sebagian dari mereka mudah terlena begitu saja.
Padahal, Islam menegaskan agar kita tidak mudah terbuai oleh perkara duniawi atau hubbu ad-dunya sehingga lupa terhadap kekuasaan Tuhan. Jiwa-jiwa kejayaan Islam yang murni tanpa terasa semakin mudah terkontaminasi.
Dakwah sang Sufi Agung, Rasulullah Muhammad saw., tiba-tiba saja tercampur baur oleh berbagai ideologi rancu yang muncul dan berkembang seiring berjalannya waktu.
Hal itu mengancam kemurnian dan kewibawaan citra Islam yang telah diperjuangkan. Sadar atau tidak sadar, kita sedang berada dalam kondisi tersebut.
Maka dari sinilah, diperlukan sebuah gerakan rekonstruksi peradaban untuk dapat mengembalikan nilai-nilai spiritual sejati yang tengah memudar dari zaman ke zaman demi mengembalikan peradaban yang brilian.
Urgensi Rekonstruksi Peradaban di Tengah Globalisasi
Mengapa harus rekonstruksi?
Hendaknya kita menengok kembali kepada ranah sejarah perkembangan Islam terdahulu. Atas wahyu dari Allah Swt., seorang manusia istimewa bernama Muhammad diangkat oleh Allah Swt. menjadi Nabi dan Rasul yang mengemban misi suci, yakni mensyi’arkan Islam kepada seluruh penjuru.
Atas izin Allah Swt. pula, Islam paripurna yang didakwahkan oleh sang Rasulullah SAW dapat mencapai puncak kejayaannya. Berkembang pesat dan kian melahirkan banyak ulama, sang pewaris ilmu para nabi.
Namun sedihnya, kondisi Islam yang kita lihat kini terasa sangat berbeda. Figur ulama sejati tertepis dengan popularitas artis dunia maya. Cahaya spiritual, akidah yang murni, bahkan adab yang mulia, perlahan-lahan meredup tergilas oleh dominasi manusia yang haus akan spiritual Islami yang sejati.
Karena itulah, perlu kiranya kita sebagai laskar zaman yang mencintai Islam, merenungi pun berusaha untuk bisa mengembalikan kejayaan Islam yang pernah bersinar tersebut agar dapat kembali memberi cahaya di masa kini dan mendatang.
KH. Saidurrahman dalam karyanya yang berjudul “Rekonstruksi Peradaban Islam” berpendapat bahwa yang dimaksud Rekonstruksi Peradaban adalah menangkap kembali semangat dan spirit peradaban masa lalu untuk digunakan saat ini demi kemajuan peradaban Islam.
Maka, bagaimana salah satu usaha rekonstruksi yang dapat dijadikan solusi untuk memberantas krisis moral yang kian membelenggu para laskar zaman kini?
Peran Pesantren di Indonesia
Menurut penulis, salah satu wujud dari rekonstruksi tersebut adalah menguatkan pendidikan spiritual seperti yang telah diaplikasikan oleh lembaga pesantren.
Di samping keharusan orang tua sebagai pendidik utama yang menanamkan nilai-nilai mulia kepada putra-putrinya; hendaklah ada sebuah wadah yang lebih intens dalam ranah agama.
Sebuah peradaban yang hebat tidak pernah hengkang dari adanya peran pendidikan yang berkualitas, terutama pendidikan yang bersifat religius.
Laskar zaman yang cemerlang terbentuk dari nutrisi pendidikan yang tidak sebatas biasa. Dan salah satu produk istimewa yang berkompeten dalam pembentukan generasi Rabbany tersebut ialah pesantren.
Mengapa harus pesantren?
Pendidikan pesantren memiliki banyak perbedaan menonjol dibandingkan dengan pendidikan nonpesantren. Program-program yang terdapat di dalamnya juga memiliki banyak kelebihan yang signifikan dalam mengembangkan jiwa religius setiap santrinya.
Lembaga tersebut telah melahirkan banyak laskar zaman yang tangguh dan memiliki kualitas spiritual yang tinggi. Sehingga, bisa menjadi mujahid yang berkiprah memberi pencerahan kepada para masyarakat awam yang memerlukan bimbingan lebih untuk mengamalkan ajaran Islam.
Di samping itu, fakta sejarah membuktikan bahwa peran santri dan ulama ternyata sangat besar dalam memperjuangkan kemerdekaan yang sampai sekarang kita genggam ini.
Ternyata, Indonesia tidak hanya memiliki serdadu pejuang yang terdiri dari kalangan polisi dan TNI. Tetapi juga para kyai dan santri yang berbekal ilmu religi mumpuni.
Sayangnya, sebagian dari sejarawan kurang menggali fakta terpendam yang seharusnya diketahui oleh seluruh penduduk pribumi. Bahkan ada pula yang sampai hati melakukan distorsi sejarah demi kepentingan politik semata.
Seperti yang dipaparkan oleh Ahmad Mansur Suryanegara dalam karyanya, “Api Sejarah: Maha Karya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan NKRI”, bahwa diorama sejarah Indonesia telah banyak terdistorsi oleh para sejarawan yang tidak bertanggung jawab.
Kader Pesantren, Kaca Perbandingan Laskar Zaman
Sekian banyak produk-produk pesantren yang melakukan perubahan besar untuk kemaslahatan umat berbangsa dan bernegara. Usaha rekonstruksi dengan melibatkan pesantren sebagai wadah penggemblengan para generasi muda memiliki manfaat yang luar biasa. Terlebih sebagai generasi muslim yang menggenggam cita-cita luhur agama ini.
Banyak para alumnus pesantren yang mampu memberi sumbangsih besar terhadap umat dan menebar energi positif yang masih eksis sampai sekarang ini.
Mengajak manusia untuk saling berdakwah amar maruf nahi munkar, bergerak menyuburkan Islam dan memperjuangkannya tetap tegak di tengah zaman yang dinamis.
Salah satunya adalah gerakan Muhammadiyah yang diprakarsai oleh K.H Ahmad Dahlan, yang tak lain merupakan seorang tokoh ulama besar dan juga kader pesantren.
Selaras dengan cita-cita Muhammadiyah, yaitu menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Islam memiliki prioritas yang amat besar terhadap pendidikan berkualitas.
Sebagaimana Allah Swt. telah mengutus Rasulullah Muhammad saw. kepada umat Islam dengan mengemban misi dakwah suci yang kaya akan ilmu dan hikmah serta kesakralan energi spiritual.
Rasulullah saw., beliau adalah figur terbaik sepanjang sejarah kehidupan. Berjihad melawan kejahiliahan demi masa depan umat yang cerah dan menuju Islam kafah tanpa noda dan penyakit yang menggerogoti kemurnian akidah.
Oleh karena itu, walaupun dimensi sang Rasul berbeda dengan kita, namun misi suci beliau tetaplah sama. Mewujudkan Islam yang murni, membentuk para laskar zaman yang berkiprah dengan napas jihad di segala medan, dan berani menjawab segala macam tantangan zaman.
Editor: Zahra