-IBTimes.ID, Surakarta- Pada hari Rabu, (05/02/2020), seluruh jajaran rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) se-Indonesia, bertemu dan berkumpul di Ruang Sidang Badan Pimpinan Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pertemuan tersebut bertujuan untuk urun rembuk guna merespon dan mengkritik gagasan “Kampus Merdeka” yang terwujud dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Peremendikbud) baru yang baru-baru ini dikeluarkan.
Permendikbud baru yang menjadi topik pembahasan jajaran rektor PTM se-Indonesia yaitu;(1) Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi, (2) Permendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permendikbud No. 88 Tahun 2014 tentang Perubahan PTM Menjadi PTNBH, (3) Permendikbud No. 5 Tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi, (4) Permendikbud No. 6 Tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri, dan (5) Permendikbud No. 7 Tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, Perubahan, dan Pencabutan Izin PTS
Pertemuan yang dimulai sejak pukul 08.00 s/d 12.00 WIB ini, memfokuskan empat poin kebijakan dari Permendikbud yang baru untuk dibahas, dikritisi, dan didiskusikan secara intens. Empat poin kebijakan tersebut ialah;(1) Tentang pembuatan Program Pendidikan (Prodi) baru, (2) Sistem akreditasi Perguruan Tinggi (PT), (3) Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH), dan (4) Hak belajar tiga semester di luar Prodi
Dalam forum tersebut, para rektor ataupun perwakilan yang diutus dari tiap-tiap PTM, secara bergantian merespon dan mengkritisi kebijakan menteri yang baru saja diterbitkan tersebut. Azaki Khoirudin, sebagai perwakilan dari kalangan milenial, mula-mula mengapresiasi salah satu terobosan kebijakan Mendikbud, Nadiem Makarim, yang ingin mewujudkan “pendidikan humanis” lewat poin-poin kebijakan yang dibuatnya. Pendidikan humanis, menurut Azaki, ialah di mana mahasiswa dapat belajar sesuai dengan kompetensi masing-masing. Azaki juga mengapresiasi langkah Nadiem yang menginginkan profil lulusan universitas harus mempunyai kualifikasi yang matang untuk kemudian diterjunkan ke dunia pekerjaan yang riil, namun Azaki juga mengimbuhkan kritik di sini.
“Pak Menteri menghendaki supaya pendidikan harus selaras dengan dunia kerja, harus ada link and match dengan realitas, tapi ya jangan terlalu pragmatis seakan-akan mahasiswa harus bisa kerja setelah lulus. Nanti pendidikan kita akan menjadi ‘bisnis sosial’, tapi sebaliknya, seharusnya pendidikan kita dialihkan untuk menjadi sesuatu yang bisa merekonstruksi sosial” ujarnya.
Menurut Azaki, yang terpenting sendiri ialah bagaimana sikap Muhammadiyah terkait kebijakan baru ini, karena menurut Azaki, alih-alih menjadi oposisi dan dan menolak mentah-mentah kebijakan tersebut, alangkah baiknya Muhammadiyah memberikan masukan dan saran yang membangun terkait hal praksis dan teknis dalam menjalankan kebijakan tersebut.
“Kita tidak bisa menolaknya, namun menurut saya, gagasan “Kampus Merdeka” cukup menarik, seperti jam belajar diganti menjadi jam kegiatan. Bagi saya, milenial kuliah empat tahun itu sangat lama, mereka juga nggak suka belajar di kelas terus. Milenial inginnya hanya mengetahui intinya apa, karya apa yang bisa dihasilkan dari hasil pembelajaran tersebut, jadi nanti S1 cepat, S2 cepat, dan S3 cepat. Pokoknya gagasan merdeka belajar itu sangat Ahmad Dahlan banget lah” kata Azaki
Gunawan Budiyanto, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, memberikan respon di tiap poin dari empat poin yang menjadi topik bahasan. Salah satu reponnya yaitu Tentang kebijakan pembuatan Prodi baru. Kebijakan ini, menurutnya, meniscayakan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) memiliki otonomi untuk membuka Prodi baru jika sudah terakrediasi A/B, dan jika memiliki kerjasama dengan mitra perusahaan, organisasi nirlaba, institusi multilateral, atau universitas yang berada pada Top 100 QS Ranking bukan bidang kesehatan dan pendidikan.
Menurut Gunawan, kebijakan ini akan berdampak pada adanya liberalisasi pendidikan yang menguntungkan PTN/PTS besar dengan jejaring kuat, namun PT kecil apalagi PTS bakal kehilangan calon mahasiswa. Gunawan memberikan solusi penyikapan atas kebijakan ini yaitu PT harus melakukan perancangan dan evaluasi untuk pembukaan prodi baru, penggabungan prodi, atau penutupan prodi. Selain itu, perlu standarisasi pembukaan prodi bari di setia universitas
Hasil diskusi ini akan dicatat oleh Majelis Dikti PP Muhammadiyah, selaku inisiator perkumpulan ini, lalu akan dilaporkan kepada Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.