Perspektif

Pribadi & Martabat Buya Hamka

3 Mins read

Tepat pada tanggal 30 September 2020 saya mendapat kiriman buku dari seorang teman dekat. Buku itu berjudul “Pribadi dan Martabat Buya Hamka” katanya sebagai hadiah ulang tahun yang kebetulan saya lahir  pada tanggal dan bulan tersebut. Aku bertanya, “Kenapa kamu kirimkan buku ini?” “Supaya kamu bisa membaca dan mengikuti jejak langkah beliau sebagai ulama yang benar-benar hadir di tengah-tengah umat”. Pungkasnya lewat media chat. Kuucapkan terimakasih banyak atas pemberian buku yang sangat bagus ini.

Sebab, dengan adanya buku karya H. Rusydi Hamka ini dapat menghantarkan saya ke ruang sunyi lalu diisi oleh kisah ulama yang memiliki kesabaran dan keramahan pun karisma yang menyatu dalam diri Buya Hamka.

H. Rusydi Hamka merupakan putra kedua Buya Hamka, di mana beliau sangat dekat dengan Ayahnya ‘Buya Hamka’. Hampir setiap hari dialah yang selalu di samping Buya Hamka dalam menemani dan membantu semua urusan Buya Hamka. Sehingga dia mampu menggambarkan sosok Ayahnya ke dalam sebuah tulisan yang sangat sederhana, namun mudah dipahami. Menurut pengalaman saya hanya cukup satu kali baca saja, saya langsung terhipnotis dengan keindahan tulisannya.

Sebab bahasanya mudah dicerna dan mengandung sastra yang bagus. Jadi, seolah olah ketika membaca buku ini saya sebagai pembaca sedang berada dalam tulisan tersebut.

Sosok Ulama Yang Sungguh Hadir di Tengah-Tengah Umat

Anda mungkin tidak merasa asing melihat foto yang terpampang di atas. Tetapi bila membaca sekilas tentang perjalanan hidupnya, maka yang ada ialah rasa kagum dan akan mengagukkan kepala. Sosok tersebut adalah Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah, akrab dengan sapaan Buya Hamka.

Baca Juga  Buya Hamka: Kita Adalah Bangsa Pemaaf

Seorang ulama dan sastrawan terkenal di Indonesia pada masanya. Selain yang dua itu, masih banyak lagi beliau aktif dalam berbagai bidang  di antaranya menjadi penulis dan pengajar. Karya-karyanya sampai saat ini masih didamba  oleh banyak orang.

Beliau adalah sosok ulama yang benar-benar hadir dan hidup di tengah-tengah umat. Hampir setiap hari rumahnya selalu didatangi oleh banyak orang untuk meminta solusi atas masalah, pun nasehat untuk perbaikan ke depan. Setiap persoalan dan keluhan yang dibawa orang ke rumah beliau, pulangnya selalu mendapat titik terang dalam menyelesaikannya.

Pernah suatu ketika seseorang mendatangi rumah beliau untuk meminta pintu keluar dari sebuah persoalan yang tengah di hadapinya. Seorang laki-laki yang mencurigai istrinya yang selalu dia tinggalkan di saat bekerja di luar negeri. Orang itu bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahan luar negeri di Timur Tengah. Selama di luar dia selalu mengirimkan uang belanjaan kepada sang istri, setiap sekali setahun dia hanya bisa bertemu dengan istrinya. Sebab hanya ada cuti dari perusahaan yang diperbolehkan untuk pulang satu tahun sekali.

Setiap pulang, dia sering mendapat info tentang istrinya yang selalu main dengan pria lain. awalnya dia tidak percaya dengan isu-isu yang sering keluar dari mulut-mulut tetangganya. Setelah selang beberapa hari, terungkap bahwa benar istrinya berduaan dengan pemuda lain. Akhirnya si istri pun mengakui atas segala perbuatannya dan tidak mau lagi hidup bersama dengan suaminya itu. Si istri lebih memilih pergi dengan pemuda selingkuhannya itu. Sehingga hati sang suami merasa hancur dan kelut”

***

Buya Hamka bertanya kepada lelaki itu, apakah dia pernah melakukan hal yang sama dengan istrinya? Laki-laki menjawab: sama sekali tidak!  “Karena biasanya laki-laki yang baik akan bersama perempuan yang baik, pun sebaliknya” Kata hamka kepada lelaki itu.

Baca Juga  Jalan Keluar Menyelamatkan Demokrasi Indonesia

Lalu Hamka memberikan solusi agar laki-laki itu segera menceraikan sang istrinya yang sudah kelewatan batas dan menyarankan untuk menikah lagi dengan wanita lain untuk dibawa ke luar negeri setiap bekerja. Mendengar semua nasehat dan solusi dari Hamka, hatinya jadi damai dan tenang. Dan berkah Buya Hamka, rumah tangganya dengan istri yang baru menjadi samawa dan kejadian yang dulu tidak pernah terulang kembali.

Buya Hamka menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia

Dalam buku ini diceritakan tentang pengangkatan Buya Hamka sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, di Gedung Sasono Langen Budoyo Taman Mini Indonesia adalah tempat beliau dilantik tepat pada 27 Juli 1975. MUI didirikan oleh pihak pemerintah sebagai sebuah jembatan yang akan menghubungkan pemerintah dengan program-program pembangunannya, pemerintah akan mengambil manfaat dengan berdirinya Majelis Ulama itu. Sebab, di sanalah berkumpulnya pemimpin-pemimpin formil yang sangat besar pengaruhnya di tengah-tengah rakyat. Dengan bahasa ulama, rakyat diajak berpartisipasi suatu hal yang mutlak diperlukan bagi suksesnya pembangunan(hlm 227)

Selain menyuguhkan perjalanan hidup seorang ulama legendaris Indonesia. Buku ini juga dengan secara tidak sadar akan memberi pandangan tentang parenting. Bagaimana sebenarnya menjadi orang tua yang dikagumi dan dibanggakan oleh anak-anaknya. Buku ini sangat cocok bagi siapa saja yang akan menjadi orang tua yang baik, pemimpin yang dicintai, dan dibanggakan oleh umat selalu terkenang sepanjang masa.

Mengenang sosok Hamka adalah mengingat seorang yang memiliki sebuah pribadi yang tak haus pengakuan dari manusia, dan tak pula berpihak pada kepentingan golongan.

Editor: RF Wuland

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2018-sekarang) semester 6. Minat mengkaji Keislaman, Keindonesiaan dan sejarah.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds