FeaturePerspektif

Retrospeksi Pemilu: Politik Hoax dan Persatuan

2 Mins read

Oleh : Suheri Sahputra Rangkuti

Hingar-bingar pemilu telah usai, terlepas dari hasil-hasil yang muncul, salah satu hal yang perlu kita catat adalah menonjolnya berita hoax dan menipisnya pesan-pesan persatuan. Baik sebelum maupun sesudah pemilu tetap saja isu-isu yang bersifat hoax itu terus menerus mengalir dan menggenangi pikiran masyarakat. Ketenangan kita mulai terganggu bahkan terjadi kecenderungan saling mencurigai hingga pada puncaknya mengarahkan pikiran untuk deligitimasi terhadap lembaga-lembaga formal yang mengurusi pemilu.

Kenyataan ini tentu saja kontras dengan paradigma politik yang dikembangkan oleh pendahulu-pendahulu kita, yang pada dasarnya ingin melakukan disasosiasi terhadap paradigma “musuh” dalam kontestasi politik. Pengembangan dan perbaikan yang sudah ada, setidaknya rivalitas tidak sehat dalam kontestasi politik dari dulu sudah ditangani, meskipun dampaknya belum tercapai seutuhnya dalam realitas, akan tetapi norma-norma itu telah dituliskan dalam bentuk perundang-undangan pemilu.

Meskipun demikian, ternyata hoax tetap dimainkan dan dianggap relevan bagi sebagian orang. Hal ini tidak terlepas bahkan mempunyai kaitan erat dengan mobilisasi massa dalam mendulang dukungan. Relevansi itu agaknya semakin jelas dengan mempertimbangkan kenyataan lain: bahwa hoax yang selalu mengangkat isu agama berdampak pada primordialisme, loyalitas bahkan identitas bagi masyarakat yang sangat bergantung terhadap struktur sosial. Garis argumen ini menjadi titik berangkat untuk mengatakan bahwa memang dari awal pemilu seperti yang baru kita rasakan  memperlihatkan geliat kondisi yang tidak kondusif untuk persatuan.

Kembali Berbenah dan Berdamai

Memang tak dapat dipungkiri, bahwa bagi sebagian kompetitor, hasil pemilu adalah segalanya. Malah untuk meraih puncak ada yang menghalalkan segala cara termasuk hoax. Bahkan cara yang tidak halal tersebut, tidak tertutup kemungkian bisa menyentuh penyelenggara pemilu. Dari itu, evaluasi kinerja dan perbaikan adalah tuntutan fundamental yang sejalan dengan kebutuhan manusia dan cita-cita teologis. Memang  ketidaksempurnaan dalam rencana dan tindakan adalah fitrah eternal manusia. Oleh karenanya, peluang dan ruang-ruang kekurangan itu dijadikan sebagai objek amal manusia dalam dinamika eksistensinya sebagai khalifah di muka bumi. Bukan malah dijadikan bahan pertentangan apalagi jadi amunisi untuk saling mengklaim sebagai pihak yang terbaik.

Baca Juga  Kongres Umat Islam Indonesia VII: Arah Perjuangan Pendidikan

Untuk tidak larut dalam kasus-kasus tertentu apalagi dalam dilema menang-kalah, sudah selayaknya setiap elemen bangsa terutama kaum elit bangsa ini untuk sadar dan memperbaiki kekurangan-kekurangan itu dengan seksama, menghapus segala bentuk egoisme dan saling rangkul. Menggunakan cara-cara yang tidak terlepas dari nilai bangsa dan implementasi nilai-nilai luhur konvensional kita jadikan sebagai basis sandaran. Bukan sebaliknya, cara-cara permusuhan dan inkonstitusional seperti people power dan gerakan lain yang mengancam kesatuan dan persatuan.

Merangkum semua narasi di atas, dalam hal ini jelas sekali bahwa pristiwa-pristiwa yang kita rasakan, baik pra-pemilu dan pasca-pemilu menggambarkan masih banyak yang perlu kita benahi. Secara teoritik, kepincangan antara harapan dan kesempatan yang diproleh oleh massa dapat membuat massa di luar kendali. Oleh karenanya, selain narasi-narasi persatuan dan kesatuan, peran negara semestinya aktif untuk membaca di mana ketimpangan-ketimpangan itu dan memperbaikinya dengan aturan-aturan yang ada. Dengan begitu diharapkan cita-cita demokrasi dan reformasi dapat terpenuhi, yaitu menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghofur serta dapat mengikat kita dalam perbedaan.

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds