Tajdida

Riwayat Pengajian Muhammadiyah di Masa Awal

4 Mins read

Lemahnya pembinaan jamaah bisa menjadi faktor migrasinya warga Muhammadiyah (Ibtimes.ID, 2020). Di dalam buku Biografi Pak AR, sering dibahas bahwa Muhammadiyah harus terus menyelenggarakan pengajian-pengajian. Bahkan, Pak AR sendiri sering memberikan contoh, yaitu melakukan perjalanan hanya untuk mengisi pengajian-pengajian di ranting dan cabang Muhammadiyah.

Pengajian, Ruhnya Muhammadiyah

Pak AR Fachruddin berulang-ulang menyatakan bahwa pengajian adalah ruhnya Muhammadiyah. Tanpa pengajian, Muhammadiyah ibarat jasad yang sudah tak bernyawa. Betapa hebatnya seseorang, bila nyawanya sudah tak ada, ia hanyalah mayat yang tidak lagi mampu memberikan kemanfaatan bagi orang lain.

KH. Ahmad Dahlan mengawali geraknya melalui pengajian-pengajian. Beliau senantiasa mencari peluang untuk mengisi pengajian dan menggerakkan pengajian. Beberapa kelompok pengajian ternyata kemudian menjadi cabang Muhammadiyah, lahirlah kader-kader “Muhammadiyah al awalun”. Dan berdirilah Muhammadiyah pada 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan dengan 18 November 1912 M, sebagai sebuah “Pergerakan”.

Berbagai amal usaha Muhammadiyah didirikan untuk menjalankan misi dakwah. Beberapa amal usaha bisa melaksanakan pendidikan, pengajaran agama, sesuai jenjang lamanya pendidikan.

Yang menjadi masalah adalah ketika para siswa yang sudah tidak lagi diasuh oleh Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Untuk melanjutkan pengajaran ilmu agama di tengah masyarakat, dengan pengajaran seperti apa jika Muhammadiyah tidak memiliki pengajian-pengajian untuk mengorbitkan kader Muhammadiyah di masyarakat?

Di keadaan sekarang ini, pemanfaatan aplikasi online sudah banyak. Suatu acara seminar via aplikasi webinar misalnya, tetapi sangat jarang mengambil tema untuk sebuah pengajian Muhammadiyah, lebih sering membahas isu-isu politik. Hal tersebut tidaklah salah, tetapi antara pengajian sebagai ruhnya Muhammadiyah dan seminar isu politik haruslah seimbang.

Riwayat Pengajian Muhammadiyah

Di dalam Buku Biografi Pak AR, tercatat sebagian riwayat pengajian Muhammadiyah di masa lalu, yang dilakukan oleh para pendahulu Muhammadiyah. Sehingga sampai sekarang banyak anak panah yang sudah tersebar ke seluruh Nusantara.

Pengkaderan awal dilaksanakan melalui pengajian-pengajian, seperti Ikhwanul Muslimin Taharatulqulub, Fathul Asror Miftahussa’adah dan Kelompok Wal’asri, serta kelompok pengajian lainnya (Nalar Baru Gerakan Pemuda Muhammadiyah, Laporan Ortom Muktamar Makassar: 2015).

Baca Juga  Bersama Pak AR, Semuanya "Serba Kebetulan"

Sejarah mencatat banyak pengajian-pengajian yang digerakkan KH. Ahmad Dahlan, seperti: Qismul Arqa’, Fathul Asrar wa Miftahus Sa’adah, Wal ‘Ashri, Pengajian Malam Jum’at, Sapa Tresna, dll. Dari pengajian-pengajian tersebut, muncul kader-kader dakwah yang luar biasa, yang menyebarluaskan Muhammadiyah ke segala penjuru Nusantara (Muhammadiyah.or.id).

Pengajian Bernuansa Qur’ani

Pengajian Wal Ashri, mungkin di kalangan warga Muhammadiyah, pengajian tersebut sudah tidak asing lagi. Jadi, saya lebih enak untuk menjelaskannya, sebab pembaca sudah banyak yang mengetahui.

Karena pengajian dilakukan setelah Ashar, kegiatan ini kemudian dikenal dengan Wal ‘Ashri. Pengajian juga diperuntukkan bagi para buruh batik di Kauman, yang merupakan kelompok terpinggir yang sulit mengakses pendidikan.

KH. Ahmad Dahlan yang juga memberi perhatian khusus pada kemajuan kaum perempuan, mendorong berdirinya ‘Aisyiyah. Siti Walidah merintis gerakan ini dengan memulai pendidikan (pengajian) Wal Ashri bagi kaum perempuan di Kauman. Kegiatan ini diisi dengan kursus Al-Qur’an yang diperuntukkan gadis-gadis di Kauman yang masuk sekolah netral (Aisyiyah.or.id).

Surah Al-Ma’un menjadi surah pertama yang kerap diajarkan pada pengajian ini. Diajarkannya surah ini pada kegiatan kursus, bukan tanpa alasan.

Siti Walidah dan Ahmad Dahlan mengasah kepekaan muridnya untuk peka pada fenomena kemiskinan yang hampir marak di kalangan umat Islam. Pengajian ini semakin lama semakin berkembang, merambah sampai Lempuyangan, Karangkajen, dan Pakualaman. Kemudian pengajian ini dikenal dengan Wal Ashri.

Pengajian Wal Fajri, semua gagasan dan pemikiran KH. Ahmad Dahlan itu secara perlahan, sedikit demi sedikit, dan dengan penuh ketekunan dicoba diwujudkan oleh para murid dan santrinya.

Di kampung Karangkajen, beliau sampaikan gagasannya kepada para santri yang tergabung dalam pengajian dan organisasi Priyo Oetomo (PO), sebuah organisasi yang didirikan karena mendapat inspirasi (terpengaruh) dari Boedi Oetomo (BO). Di antara santrinya Kyai H. Kohari, Kyai Sangidu, Kyai AD Hanie, pelopor serta pengasuh pengajian Wal Fajri, dan lain-lain.

Baca Juga  Islam Enteng-entengan (11): Mohon Ampun pada Allah untuk Orang Tua dan Para Leluhur?

Oleh murid-muridnya yang tergabung dalam PO ini, KH. Ahmad Dahlan dikenalkan dengan pengurus Boedi Oetomo (BO).

Karena pengaruh ajaran KHA Dahlan, maka murid-murid di Karangkajen kemudian mendirikan pengajian yang diberi nama Wal Fajri. Pengajian ini dipimpin oleh AD Hani. AD Hani sendiri adalah pengagum KH. Ahmad Dahlan. Nama sebenarnya adalah M. Hani. Nama depan AD Hani adalah singkatan dari Ahmad Dahlan yang ia tambahkan karena ia sangat mengagumi KHA. Dahlan.

Pengajian Bernuansa Arab Modern

Pengajian Maghribi School, di samping belajar tentang agama, forum pengajian juga mengajarkan mereka cara menulis dan membaca. Pengajian ini dinamakan sebagai Maghribi School karena sesuai dengan jam diadakannya pengajian, yaitu setelah magrib.

Maghribi School ini diperuntukkan bagi anak-anak perempuan yang belajar agama, yang berbasis pada Al-Qur’an. Pengajian bakda magrib ini pesertanya terbatas dan terdaftar.

Wal ‘Ashri, Maghribi School, dan Sapa Tresna menjadi cikal bakal pergerakan Muhammadiyah-‘Aisyiyah dalam memperjuangkan kesetaraan bagi setiap kelompok manusia tanpa pandang kasta atau status sosialnya.

Pengajian Fathul Asrar Miftahussa’adah di Kauman, KH. Ahmad Dahlan menyampaikan gagasan-gagasannya kepada murid-murid pengajian Fathul Asrar Miftahussa’adah (FM), seperti H. Sangidu (Kauman), H. Sudja’, H. Fakhruddin, H. Mukhtar, H. Hisyam, Ki Bagus Hadikusumo, R.H. Hadjid.

Selain itu, beliau juga mengajar murid-murid perempuan, seperti Siti Munjiah, Siti Umniyah, Siti Badilah Zubeir, Siti Bariyah, dan lain-lain.

Pengajian Thaharatul Qulub. Pengajian yang dikenal dengan nama Thaharatul Qulub, yaitu pengajian yang pengikutnya kebanyakan para pedagang atau saudagar batik.

Pengajian ini bertujuan untuk membersihkan hati, seperti sebuah pengajian untuk mendidik pesertanya membersihkan hati agar tidak kemantil-kantil dengan kehidupan dunia (tidak materialistik), agar tidak mudah dendam, tidak mudah iri hati. Intinya, agar para peserta bisa membersihkan diri dari penyakit-penyakit hati.

Pengajian Bercorak Kejawen

Pengajian Sapa Tresna. Gadis-gadis Kauman yang telah merasai segarnya nafas pendidikan, mulai melakoni aktivitas secara terorganisasi dalam Sapa Tresna, perkumpulan perempuan di Kauman yang berdiri tahun 1914. Perkumpulan inilah embrio berdirinya organisasi perempuan ‘Aisyiyah. Informasi tentang Sapa Tresna masih terbatas.

Baca Juga  Strategi Muhammadiyah Menghadapi Salafisasi Global

Suratmin, ketika menulis riwayat Nyai Ahmad Dahlan, menyebut bahwa Sapa Tresna adalah buah dari advokasi pendidikan bagi buruh batik oleh Nyai Dahlan.

Sedangkan, Adaby Darban dalam bukunya, Sejarah Kauman, mengatakan bahwa perkumpulan itu berdiri dengan andil KH. Sjoeja’, Ketua Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), yang dimaksudkan sebagai wadah kegiatan perempuan Kauman. Perkumpulan itu bertugas membantu kerja-kerja PKO, khususnya menyantuni anak-anak yatim piatu perempuan.

Yang jelas, sepulang dari haji yang kedua, dan setelah bertemu dengan ulama sekaliber Syekh Muhammad Rasyid Ridha, KHA. Dahlan sangat giat mengadakan dan mendirikan pengajian di mana-mana.

Yang bercorak kejawen, ada pengajian Sumarah Ngalah, Pawiyatan, Sapa Tresna. Yang bernuansa Arab modern, Maghribi School, Fathul Asrar Miftahussa’adah, Taqwimuddin, Ikhwanul Muslimin Taharatulqulub.

Yang bernuansa Qur’ani, ada Wal ‘Ashri, Wal Fajri, Adz Dzakirin, Adz Dzakirat. Selain itu, KHA. Dahlan juga menjalin dengan semua golongan untuk mendapatkan inspirasi, ide dan pengetahuan untuk menggalakkan dakwah amar makruf dan nahi mungkar (suaramuhammadiyah.id).

Kampung Kauman Yogyakarta, pada akhir abad 19 dan awal abad 20 (tahun 1900-an), memang merupakan kampung santri yang memiliki ulama-ulama yang andal dan berjumlah banyak.

Sekitar tahun 1910-an, di Kauman banyak pengajian yang diadakan oleh para kyai, termasuk di antaranya pengajian yang diadakan oleh KHA. Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan KH Munawir (pendiri Ponpes Krapyak yang terkenal).

Pengajian KH. Munawir, antara lain diselenggarakan di rumah yang sekarang menjadi Gedung Pesantren Aisyiyah dan rumah yang sekarang menjadi Mushalla Aisyiyah.

Perlu diketahui, KHA. Dahlan juga merupakan adik ipar KH Munawir. Beliau menikah dengan adik Kyai Munawir, yaitu Nyai Rum (Sukriyanto AR, Biografi Pak AR). Karena informasi tentang riwayat pengajian-pengajian Muhammadiyah era pendahulu masih terbatas, jadi, mohon maaf penulis tidak bisa menuliskan semua penjelasannya.

Editor: Lely N

13 posts

About author
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nusantara Bekasi | Warga Muhammadiyah
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds