Perspektif

Salah Kaprah Tafsir Romantisme Lagu “Aisyah Istri Rasullulah”

4 Mins read

“Semua istri Nabi itu mulia, memang sepatutnya kita juga perlu meneladani sosok mereka layaknya Rasulullah. Tentunya yang kita teladani adalah kiprah dan peran mereka dalam mendakwahkan Islam bersama Rasulullah. Bukan mengulik kehidupan privasi mereka dengan Rasulullah.”

Genre Musik Religi

Pertama kali saya mendengar lagu “Aisyah Istri Rasulullah”, saya tidak tertarik sama sekali. Bukannya saya tidak suka musik bernuansa religi. Entah mengapa, lagu yang satu ini agak janggal di telinga saya. Yang paling saya soroti terutama lebih ke lirik lagunya. Bukannya kesan kagum yang saya dapat, eh ini kok saya merasa “bucin banget to lagu ini.”  

Saya sih tidak ada problem terhadap niat penciptaan lagu ini, sekedar mau kritik pun juga tidak. Saya pahami penikmat musik dengan genre yang seperti ini cukup marak peminatnya di Indonesia. Apalagi melihat kondisi saat ini yang menjelang masuk bulan Ramadhan. Lagu bertema religi pasti banyak yang dirilis untuk menemani waktu kita saat sedang berpuasa.

Sebut saja seperti grup musik Sabyan. Mereka bisa booming ya karena lagu bertema religi yang kurang lebih sudah 3 tahun ini selalu menemani hari-hari kita saat mengarungi bulan Ramadhan. Saya ingat sekali dengan lagu-lagu hits mereka seperti, Deen Assalam, Ya Asyiqol, dan Ya Jamalu. Saking enaknya, lagu-lagu mereka bisa saya putar seharian penuh. Belum lagi lantunan syair yang dinyanyikan oleh mbak Nissa Sabyan yang Masya Allah. Tambah semriwing hati ini dibuatnya.

Musik religi/gambus memang selama ini mencoba mengenalkan kemuliaan nilai-nilai keislaman. Dari sana diharapkan para pendengar terutama umat muslim menjadi lebih bangga dengan status keislaman mereka. Lebih-lebih masyarakat luas bisa lebih tercerahkan dengan kedamaian Islam. Sehingga dapat membantah sangkaan jika Islam itu agama yang kejam dan serba njlimet.

Romantisme “Aisyah Istri Rasulullah”

Entah mengapa, lagu “Aisyah istri Rasulullah” kurang mengena di hati saya. Ya, semua umat Islam sudah tahu kalau Aisyah itu istrinya Rasulullah. Kebangetan kalau sampai tidak tahu kalau Aisyah merupakan salah satu istri Rasulullah SAW. Bahkan, dalam internal organisasi Muhammadiyah sendiri, nama Aisyah dipakai sebagai salah satu nama ortom, yakni Aisyiyah. Penggunaan nama Aisyah ini tentu merujuk pada sosok Aisyah yang sangat berjasa dalam kodifikasi hukum Islam terutama menyoal terkait keperempuanan dalam Islam.

Baca Juga  Anti Miskin, Inilah 4 Prinsip Bekerja ala Rasul Saw

Sosok ibunda Aisyah merupakan sosok yang luar biasa. Beliau terkenal akan kecerdasannya serta kekuatan hafalannya yang begitu luas. Dalam riwayat dikatakan, bahwa ibunda Aisyah mampu mendokumentasikan hadist dari Rasulullah sebanyak 2.210. Tentu bukan angka yang sedikit jumlahnya.

Coba saja jikalau judul lagunya “Aisyah Sang Ummul Mukminin” atau “Aisyah Sang Revolusioner” tentu akan lebih wow. Tapi sayangnya lagu ini diberi judul “Aisyah Istri Rasulullah.” Jadi terkesan biasa aja gitu. Apalagi, lirik di dalamnya menceritakan kehidupan romantisme Rasulullah seperti; minum di bekas bibir Aisyah, bila marah Nabi memanjakannya sambil mencubit hidung Aisyah, hingga bermain lari-lari dengan Aisyah.

Salah Kaprah

Lirik romantis tersebut bisa jadi melelehkan hati para ukhti dengan mengadu, “Ya Allah, tolong sisakan pemuda yang seperti itu di akhir zaman seperti ini.” Tetapi saya kok jadi suuzdon kalau lagu ini sengaja dibuat untuk meng-counter balik para pecinta film drakor. Seolah-olah lagu ini ingin menyadarkan, “Ini lho, coba lihat Rasulullah, nggak kalah romantis sama oppa-oppa drakor.”

Tidak berhenti di situ, lirik lagu “Aisyah istri Rasulullah” juga menjelaskan rupa fisik ibunda Aisyah ra. Liriknya berbunyi, “indah cantik berseri” bersambung dengan “kulit putih bersih merahnya pipimu.” Bukan saya ingin bermaksud mengatakan jika lirik tersebut berusaha mengobjektifikasi fisik Ibunda Aisyah ra. Saya malah berpikir sebaliknya, lirik tersebut saya kira bisa menjadi potensi bahaya jika salah dipahami.

Masalahnya begini, bayangkan saja kalau lirik tersebut di jadikan hujjah untuk mencari istri yang ideal. Bisa saja kan para akhi berdalih dengan mengatakan, “Saya besok tak cari istri seperti ibunda Aisyah ah, yang cantik berseri, kulitnya putih bersih, udah gitu pipinya kemerah-merahan lagi.” Kemudian kalau ditanya, “Lha motivasimu apa kok pengen cari istri layaknya bunda Aisyah ra?” Terus mereka menjawab, “biar ikut sunnahnya Rasulullah.” Wah, repot kalau sudah ngadepin akhi-akhi yang modelnya kaya gini.

Baca Juga  New Normal: Kemanusiaan Baru atau Hukum Rimba yang Terjadi

Saya kira, lagu ini cukup hanya sekedar menjadi pengetahuan kita bahwa Rasulullah itu sosok yang sangat penyayang terhadap istrinya. Begitu pula sudah sepatutnya kita menyayangi istri kita atau calon istri kita bagi yang masih single dengan sepenuh hati. Saya kira membangun hubungan rumah tangga tidak melulu harus persis seperti yang dilakukan oleh Rasulullah dengan ibunda Aisyah. Banyak cara untuk menciptakan keharmonisan dalam keluarga. Saya jadi pesimis, jika keromantisan yang dilakukan Rasulullah dengan ibunda Aisyah tidak sesuai dengan ekspektasi anda. Terutama soal mempraktikkan lirik lagu “Aisyah Istri Rasulullah” dalam kehidupan nyata.

Pesan Romantisme Bisa Salah Tempat

Bisa saja hal yang terjadi pada saat anda mempraktikkan sebagaimana yang Rasulullah lakukan dengan ibunda Aisyah, berkebalikan dengan yang anda alami. Semisal istri anda habis minum air, terus gelas bekas minumnya anda coba minta dengan narasi seperti ini:

Suami : “Dek sini dong itu gelas bekas minummu”

Istri : “Apaan to mas, itu lo gelas banyak di belakang”

Suami : “Wes manut aja to dek, sini mas pinjem gelasnya, aku tak minum di bekas bibirmu”

Istri : “Ih kok kamu cringe to mas, nggak mutu ah!”

Suasana pun menjadi hening, suami pun membantin dalam hati;

Suami : “Ya Allah salah apa aku”

Kemudian berbeda lagi ceritanya saat anda mau mempraktikkan adegan lari-lari, mungkin hasilnya jadi seperti ini;

Suami : “Dek main lari-lari yuk!”

Istri : “Ya Allah mas, sampean itu kan udah dewasa, kok ya sempet-sempetnya ngajak main lari-lari”

Belum selesai berujar, istri pun kembali menimpali;

Istri : “Udahlah mas, mbok ya sampean cepat berangkat kerja sana, lihat anak-anakmu, besok gedenya butuh biaya banyak lho mas”

Baca Juga  Akhir Hubungan PAN dan Muhammadiyah

Alhasil yang didapat bukan rasa senang, malah ngenes sejadi-jadinya, sambil berucap;

Suami : “Ya Allah punya istri kok ya gini-gini amat to, nggak bisa diajak romantis blas

Maka dari itu, saya kira potensi keberhasilan anda mempraktikkan romantisme ala Rasulullah dengan ibunda Aisyah sangatlah minim. Karena hal ini memerlukan skill tertentu serta tidak sembarang orang bisa mempraktikkannya. Sehingga anda harus pahami situasi dan kondisi serta resiko yang akan anda dapat. Wallahu A’lam Bishawab!

Editor: Arif

Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *