Hingga tulisan dibuat telah terdapat 1.046 kasus positif , 87 orang meninggal dan 46 orang sembuh, seperti yang disampaikan juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto di Gedung BNPB Jakarta.
Semakin hari dampak virus ini semakin meluas dan menimbulkan efek yang cukup besar bagi sendi-sendi kehidupan manusia di dunia. Khusus di Indonesia pandemi ini telah mengakibatkan banyak sekali program-program pemerintah, organisasi swasta dan perorangan, terpaksa harus ditunda, diganti bahkan dihentikan. Ini karena beberapa program tersebut berkaitan dengan keterlibatan publik yang besar sehingga untuk mengurangi penyebaran wabah terpaksa harus melakukan penyesuaian.
Apakah ada superhero yang akan datang untuk menghentikan penyebaran virus ini? Tentu ini bukan cerita fiksi seperti di film Holywood, lawan yang dihadapi ini adalah makhluk hidup berukuran 400-500 micro dan tentu saja tak kasat mata. Dan yang kita andalkan untuk menghadapi “gempuran” makhluk-makhluk ini adalah tim medis, yaitu dokter, perawat, dan semua profesi sejenis di Rumah Sakit.
Dalam situasi darurat ini peran mereka sangat vital. Mereka harus berhadapan langsung dengan apa yang dikategorikan sebagai ODP (Orang Dalam Pengawasan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan), Suspect, dan Positif, setiap harinya. Bahkan ada yang bertugas di perbatasan suatu daerah, siang dan malam, bertugas tanpa henti. Berinteraksi langsung dengan pasien yang belum dan telah terkontaminasi virus. Sehingga mereka berresiko tertular. Semua resiko ini dihadapi tenaga kesehatan dengan peralatan seadanya. Dalam istilah medis APD (Alat Perlindungan Diri), perlindungan diri dari apa? Ya dari virus yang diidap pasien. Karena cara penularan virus ini bisa melalui kontak langsung atau melalui media.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengumumkan enam dokter yang menangani wabah covid-19 di Indonesia meninggal dunia. Ini dilansir di halaman instagram IDI @ikatandokterindonesia Senin 23 Maret 2020 yang lalu. Lima dokter yang diduga meninggal akibat terjangkit Covid-19, yakni dokter Hadio Ali SpS, dokter Djoko Judodjoko SpB, dokter Laurentius P SpKj, dokter Adi Mirsa Putra Sp THT, dan dokter Ucok Martin SpP. Ini menunjukkan bagaimana begitu bahayanya virus ini sehingga nyawa orang-orang yang berinteraksi langsung dengan pasien bisa ikut terancam.
Saya membayangkan, sebuah kekacauan besar andai saja tim medis yang terdiri dari dokter dan perawat ini tidak mau lagi mengobati pasien karena ancaman kematian yang menghantui mereka. Apalagi jika pasien yang positif terpapar virus bertambah dan ketersediaan fasilitas kesehatan tidak berbanding lurus. Siapa yang mau merawat? Dan ke mana kita akan dirawat?
Yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah, kelengkapan “tempur” para garda terdepan pemberantasan Covid-19. Begitu banyak diskusi di televisi dan artikel-artikel yang membahas kurangnya APD. Hal ini berkaitan erat dengan keterbatasan fasilitas yang disediakan oleh Rumah Sakit. Sebagaimana kita ketahui, APD untuk kesehatan itu mencakup sarung tangan, masker bedah, masker n95, dan face shield, kacamata google, coverall jumpsuit (baju pelindung), hingga cover sepatu.
Sejumlah Rumah Sakit memang menyediakan ini, namun stock-nya terbatas seiring dengan meningkatnya angka pasien Covid-19 di Indonesia. Sehingga di beberapa tempat kekurangan APD ini disiasati dengan mengganti perlengkapan dengan alat yang sebenarnya yang bukan standar nasional. Hal ini jelas berresiko penularan besar dan membahayakan petugas medis itu sendiri.
Superhero tanpa senjata dan perlindungan diri yang kuat lama-lama juga bisa jebol. Mereka ini manusia biasa, namun diberikan ilmu dan keterampilan yang bisa digunakan untuk menyelamatkan nyawa manusia. Kita yang sekarang, alhamdulillah belum terpapar virus, tentu merasa miris melihat prajurit-prajurit bertempur di medan laga melawan makhluk Tuhan yang paling mini, dengan peralatan yang minim, sementara kita sebagai penonton. Jangankan memberi bantuan berupa materi, disuruh social distancing saja susahnya minta ampun.
Saya betul-betul sedih melihat perjuangan mereka di lapangan. “Baju zirah” yang mereka gunakan terlihat sangat menyiksa, sulit makan dan minum, bahkan untuk buang air saja susah. Perjuangan mereka berat, besar, dan nyawa taruhannya. Sedangkan kita disuruh diam saja di rumah masih saja tidak patuh. Jangan membayangkan kita semua kena virus, karena ketersediaan fasilitas kesehatan di republik ini sangat minim, cukuplah 893 kasus , itu saja sudah membuat negeri ini kelimpungan.
Wahai penguasa, berikanlah perlengkapan yang memadai bagi para pejuang kita di garda terdepan ini. Agar mereka bisa menjalankan tugas dengan paripurna. Berikanlah insentif atau reward apapun namanya kepada mereka, biar mereka bisa fokus dan terlecut dalam mengemban tugas walau sedikitpun tidak ada terlintas difikiran untuk itu. Berikanlah akomodasi dan asupan makanan paling bergizi bagi para pejuang kemanusiaan kita, agar mereka kuat dan prima dalam memberikan pelayanan.
Dari lubuk hati yang paling dalam, sampaikan salam hormat saya kepada para pejuang kita. Hormat saya, penuh takzim kepada pahlawan garda terdepan penanganan Covid-19. Semoga apa yang kalian lakukan ini bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.
Editor: Arif