Perspektif

Bacalah Isi Fatwa MUI Terkait Covid-19

4 Mins read

Komisi Fatwa telah mengeluarkan Fatwa MUI No. 14 tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19. Fatwa MUI ini keluar sebagai respon atas ditetapkannya Covid-19 sebagai pandemi oleh WHO serta menjawab permasalahan umat Islam terkait dengan penyelenggaraan ibadah di tengah kondisi wabah seperti saat ini.

Dalam isi fatwa tersebut, ditegaskan tentang hal-hal yang haram dan yang wajib dalam mencegah penyebaran Covid-19 serta rekomendasi untuk pemerintah dan masyarakat agar bencana wabah ini segera berakhir. Fatwa MUI ini dapat dijadikan pedoman untuk menyikapi Covid-19 kaitannya dengan melakukan penyelenggaraan ibadah maupun aktivitas keagamaan lainnya.

Untuk memutuskan fatwa MUI tentang Covid-19, para ulama yang tergabung di dalam MUI, tentunya merujuk kepada dalil-dalil yang kuat. Para ulama ini berasal dari berbagai organisasi Islam yang memiliki kompetensi untuk menetapkan suatu hukum agama.

Setidaknya ada delapan dalil Al-Quran, sepuluh hadits, serta tujuh kaidah fiqh, dan dua pendapat ulama, yang menjadi dasar dikeluarkannya fatwa tersebut. Di samping itu juga dalam sidang komisi fatwa tersebut menerima pendapat, saran, dan masukan yang berkembang terkait dengan Covid-19.

Ada sembilan diktum dalam Fatwa MUI No 14 tahun 2020 untuk menjawab persoalan. Dalam diktum tersebut ada delapan hal yang bersifat wajib, empat hal yang bersifat haram (larangan), tiga hal yang bersifat mubah, dan sebuah himbauan, yang terangkum di dalam kesembilan diktum tersebut. Ketiga kondisi tersebut tentu memiliki kriteria masing-masing.

Yang Wajib

Hal-hal yang wajib dalam Fatwa MUI No 14 tahun 2020

  1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit (diktum 1)
  2. Orang yang telah terpapar virus Corona wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain (diktum 2)
  3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar covid-19 dan berada di suatu kawasan yang berpotensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka tetap wajib menjalankan ibadah sebagaimana biasa (diktum 3.b)
  4. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Covid-19 dan berada di suatu kawasan yang berpotensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka wajib menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19 (diktum 3.b)
  5. Umat Islam tetap wajib melaksanakan shalat zhuhur sebagai pengganti shalat jumat pada kondisi penyebaran Covid-19 yang tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa (diktum 4)
  6. Umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali (diktum 5)
  7. Umat Islam wajib menaati kebijakan penanggulanan covid-19 dari Pemerintah terkait dengan masalah keagamaan yang mempedomani fatwa No 14 tahun 2020 (diktum 6)
  8. Pengurusan jenazah yang terpapar covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat (diktum 7)
Baca Juga  Penolakan Jenazah Covid: Kekecewaan Pahlawan Tanah Air

Yang Haram

Hal-hal yang haram dalam Fatwa MUI No 14 tahun 2020

  1. Orang yang telah terpapar virus Corona haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat tarawih dan Ied di masjid atau di tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar (diktum 2)
  2. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat Jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan normal kembali (diktum 4)
  3. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19 (diktum 4)
  4. Haram hukumnya bagi setiap orang yang melakukan tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan/atau menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker dan menyebarkan informasi hoax Covid-19 (diktum 8)

Yang Mubah

Hal-hal yang mubah dalam Fatwa MUI No 14 tahun 2020

  1. Orang yang terpapar virus corona, dapat mengganti shalat Jumat dengan shalat Zhuhur (diktum 2)
  2. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Covid-19 yang berada di suatu kawasan yang berpotensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantianya dengan shalat Zhuhur di tempat kediamannya, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya (diktum 3.a)
  3. Umat Islam boleh menyelengggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali (diktum 5)

Himbauan dalam Fatwa

Fatwa MUI No. 14 tahun 2020 menghimbau umat Islam dihimbau agar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca qunut nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, sedekah, serta senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (daf’u al-bala’) khususnya dari wabah Covid-19 (diktum 9)

Baca Juga  Dialog: Sebuah Medium Perdamaian

Umat Perlu Baca

Isi dari Fatwa MUI No 14 tahun 2020 perlu dibaca dan dipahami oleh umat Islam, khususnya di Indonesia, agar tidak terjadi salah persepsi. Hal ini seiring dengan munculnya beragam anggapan bahwa adanya larangan untuk melakukan kegiatan beribadah di masjid seperti shalat Jumat. Bahkan bermunculan meme yang sifatnya nyinyir.

Malah ada seorang tokoh agama yang dalam ceramahnya di depan khalayak banyak, justru menyerukan umat agar tetap beraktivitas seperti biasa tanpa memperhatikan kondisi penyebaran wabah Covid-19, seolah-olah tidak mengindahkan fatwa MUI tersebut. Padahal, seharusnya umat Islam bisa menjadi role model dalam hal pencegahan dan penanggulanan penyebaran Covid-19 dengan berpedoman pada fatwa MUI tersebut.

Belum ada terdengar umat agama lain yang mengeluarkan sejenis fatwa dalam menyikapi wabah Covid-19. Bisa jadi mereka memang tidak memiliki dasar agama yang kuat dalam menyikapi suatu wabah penyakit.

Barangkali muncul pertanyaan dari umat, mengapa dalam hal menyikapi Covid-19 untuk beribadah saja diatur sedemikian rupa sedangkan pusat perbelanjaan justru dibiarkan tanpa ada himbauan serupa. Hal ini tentu harus disikapi dengan baik sangka bahwa para ulama yang tergabung dalam MUI, memiliki perhatian besar terhadap keselamatan umat Islam, khususnya sebagian umat Islam yang sangat memiliki perhatian besar terhadap penyelenggaraan ibadah dan dakwah.

Dan yang paling perlu dipahami adalah fatwa MUI ini merupakan rujukan bagi umat Islam dalam menjawab persoalan terkait dengan penyelenggaraan ibadah di tengah penyebaran wabah Covid-19. Wallahua’lam!

Editor: Arif

Avatar
3 posts

About author
Alumni TK ABA I Kudus, Alumni SD Muhammadiyah Pasuruhan Kudus, Alumni SMP Muhammadiyah 1 Kudus, Warga Muhammadiyah Pasuruhan Kudus
Articles
Related posts
Perspektif

Rashdul Kiblat Global, Momentum Meluruskan Arah Kiblat

2 Mins read
Menghadap kiblat merupakan salah satu sarat sah salat. Tentu, hal ini berlaku dalam keadaan normal. Karena terdapat keadaan di mana menghadap kiblat…
Perspektif

Salahkah Jika Non Muslim Ikut Berburu Takjil?

3 Mins read
Seluruh umat Muslim di seluruh dunia beramai-ramai melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Bahkan tidak jarang dari mereka yang melakukan tradisi ngabuburit…
Perspektif

Empat Nilai Puasa Ramadhan yang Membawa Kita Pada Ketakwaan

3 Mins read
Puasa bulan Ramadhan adalah salah satu pilar Islam (rukun Islam). Ia adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Tujuan berpuasa adalah agar para pelakunya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *