Oleh: Saadoe’ddin Djambek
Ciri utama ilmu pengetahuan ialah bahwa ia senantiasa maju dan berkembang. Yaitu, sebagai akibat dorongan batin manusia untuk selalu ingin mengetahui, dan setiap kali ingin lebih banyak mengetahui. Beberapa abad lamanya, sejak zaman Yunani, ilmu pengetahuan seakan-akan tidak berkembang.
Science
Masa Renaissance memberikan dorongan yang kuat bagi kemajuannya. Masa perkembangan ilmu pengetahuan yang paling pesat ialah sesudah Perang Dunia kedua. Kemajuan yang dahulu dicapai dengan susah payah selama berabad-abad, dalam zaman akhir-akhir ini diperoleh hanya dalam beberapa puluh tahun saja.
Oleh sifatnya senatiasa maju dan berkembang itu, ilmu pengetahuan senantiasa modern. Ia tidak pernah berpinjak pada teori-teori lama yang secara mutlak ditolaknya. Ia senantiasa menggunakan ketentuan-ketentuan yang paling baru.
Encyclopedia of the Social Science menyatakan mengenai Science, antara lain: ”Never regarded as modernist in itself, science has been the occasion of modernism in everything else.” Artinya: “Walaupun ilmu pengetahuan sendiri tidak pernah dianggap sebagai sesuatu yang modern, ia adalah penyebab modernisasi bagi segala yang lain.”
Modernisasi
Mengenai modernisasi dinyatakan antara lain: ”Modernism indeed might be deseribed as endeavor to harmonise the relations between the older institutions of civilisation and science.”Artinya: “Modernisasi dapat kiranya dipandang sebagai usaha untuk menserasikan hubungan-hubungan di antara lembaga-lembaga kebudayaan yang lama dengan ilmu pengetahuan.”
Dari kutipan-kutipan di atas jelas, bahwa di antara modernisasi dan ilmu pengetahuan ada hubungan yang erat sekali, yaitu: ilmu pengetahuan adalah sumber dari segala yang modern, dan suatu yang modern harus didasari oleh ilmu pengetahuan. Hal itu berarti, bahwa suatu usaha modernisasi yang dipersiapkan tanpa menggunakan ilmu pengetahuan, hanya berarti usaha tiru-tiruan. Oleh karena ilmu pengetahuan modern datangnya langsung dari dunia Barat, boleh juga dinamakan “pembaratan.” Sama sekali tidak ada hubungannya dengan modernisasi yang sebenarnya.
Modernisasi tidak dapat dilakukan dengan kira-kira saja, atau berdasarkan dugaan atau angan-angan yang samar-samar. Apalagi atas prasangka berdasarkan pengetahuan setengah-setengah. Ia harus menggunakan fakta-fakta yang nyata dan harus jelas jalan yang akan ditempuhnya serta tujuan yang hendak dicapainya. Ia bukan untuk diperdebatkan, tetapi ia harus dikerjakan, dengan ketekunan dan ketabahan. Seorang modernisator bukanlah seorang yang membicarakan modernisasi atau yang menulis tentang modernisasi. Akan tetapi ia seorang yang menjalankan modernisasi.
Sumber: Makalah dengan judul “Ilmu Pengetahuan, Modernisasi, dan Sekularisme” karya Saadoe’ddin Djambek tahun 1960-an. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat proses penyuntingan.
Editor: Arif