“Saat Nabi Muhammad wafat, Alquran masih belum dirangkum dalam satuan bentuk kitab”, demikian kata Zaid bin Tsabit, sekretaris Nabi saw. Sebagaimana dikutip dalam buku Sejarah Teks Alquran (2005) karya Muhammad Mustafa Al-A’zami.
Alquran, kitab suci umat Islam di seantero jagad, memang tidak diturunkan dalam bentuk mushaf (lembaran) yang telah tersusun rapi. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw juga tidak secara langsung dalam bentuk paket kitab suci yang telah siap dibaca.
Gagasan kodifikasi Alquran datang belakangan. Yaitu pada era setelah Nabi saw wafat. Pasca pertempuran di Yamamah, banyak sahabat Nabi saw yang gugur di medan perang. Sebagian besar dari mereka adalah al-qurra (para penghafal Alquran).
Umar bin al-Khattab adalah sahabat yang pertama kali mengusulkan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, khalifah pertama dalam kepemimpinan Khulafaur Rasyidin. Yaitu agar menghimpun hafalan-hafalan dan manuskrip-manuskrip dari para sahabat yang berisi Alqur’an supaya tidak hilang.
Kodifikasi Alquran
Pada masa Nabi saw, keberadaan wahyu terpelihara dengan baik lewat hafalan para sahabat dan manuskrip. Menurut Taufik Adnan Amal, dalam buku Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (2005), keberadaan wahyu pada zaman Nabi saw terpelihara lewat tradisi hafalan dan tulisan yang berserakan.
Dalam kitab Fihrist karya Ibnu Nadim disebutkan tujuh sahabat Nabi yang menjadi al-qurra, seperti: Ubay bin Ka’b, Mu’adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Ubaid, Abu ad-Darda, dan Ubaid bin Mu’awiyah. Sahabat Usman bin Affan, Tamim ad-Dari, Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qil, Ubadah bin Shamit, Abu Ayyub, dan Mujammi’ bin Jariyah juga tercatat sebagai penghafal Alquran.
Selain dihafal, wahyu juga ditulis atas perintah Nabi saw kepada beberapa sahabat yang terpilih. Media tulis yang dipakai untuk mengabadikan Alquran adalah riqa (lembaran lontar), likhaf (batu tulis berwarna putih), ‘ashib (pelepah kurma), aktaf (tulang belikat unta), adlla (tulang rusuk unta), dan adim (kulit binatang).
Muhammad Mustafa Al-A’zami, dalam buku Sejarah Teks Al-Qur’an (2005), mencatat tidak kurang dari 56 sahabat ditugaskan oleh Nabi saw untuk menulis Alquran pada masa kehidupan di Madinah.
***
Setelah Nabi saw wafat (8 Juni 632), kepemimpinan umat Islam diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin. Abu Bakar ash-Shiddiq terpilih menjadi khalifah pertama yang mendapat amanat memimpin umat Islam untuk menyebarluaskan ajaran samawi paripurna ke seantero jagad. Periode kepemimpinan Abu Bakar memang amat pendek, tetapi langkah-langkah politiknya cukup signifikan, yakni menaklukan gerakan-gerakan pembelotan dari kelompok yang berusaha membangkang dari ajaran Islam pasca meninggal Nabi saw.
Dalam pertempuran di Yamamah, banyak sahabat Nabi yang gugur. Menurut Muhammad Mustafa Al-A’zami, perang Yamamah menjadi penyebab lahirnya gagasan kodifikasi Alquran yang masih berserakan dalam bentuk hafalan-hafalan di kalangan para sahabat. Dalam pertempuran ini, banyak sahabat yang terdiri dari al-qurra gugur sebagai syuhada.
Penggagas intelektual (intellektuelle urheber/shahib al-fikrah) pengumpulan Alquran adalah sahabat Umar bin Khattab, sebagaimana pendapat Mustafa Al-A’zami.
Namun, Taufik Adnan Amal, berpendapat bahwa sahabat Abu Bakar juga punya peran dalam pembentukan gagasan intelektual ini. Adalah sahabat Zaid bin Tsabit, sekretaris Nabi saw, yang mendapat amanat untuk memimpin mega proyek kodifikasi Alquran.
***
Umar bin Khattab mendapat posisi sebagai penasehat khusus dalam mega proyek ini.
Setelah Zaid bin Tsabit menyelesaikan mega proyek di bawah pengawasan langsung dari khalifah, maka terbentuklah kompilasi Alquran pertama yang disimpan langsung oleh arsip negara.
Kompilasi Alquran pertama inilah yang kemudian disebut shuhuf (lembaran-lembaran). Dimungkinkan kompilasi Al pertama belum dijilid sehingga menggunakan kata shuhuf yang merupakan bentuk jamak dari kata tunggal shahifah.
Mushaf Usmani
Setelah melewati periode kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, kepemimpinan umat Islam diamanatkan kepada Usman bin Affan. Dia termasuk salah satu di antara sahabat yang menjadi penghafal dan pencatat Alquran. Pada masa kepemimpinan Usman, umat Islam hampir mengalami perpecahan akibat perbedaan bacaan dalam Alquran. Sebab, Alquran memang diturunkan dalam tujuh model dialek bahasa Arab (nuzila al-qur’an ‘ala sab’ati akhruf).
Adalah Hudaifah bin al-Yaman, panglima perang yang berhasil menyatukan kekuatan pasukan Irak dan Suriah, mendapati umat Islam berbeda bacaan dalam al-Qur’an. Perbedaan tersebut semakin meruncing sehingga berpotensi memicu perpecahan di kalangan umat Islam. Kepada khalifah Usman, Hudaifah mengadu, “Wahai khalifah, ambillah tindakan untuk umat ini sebelum berselisih tentang kitab mereka seperti orang Nasrani dan Yahudi.”
Menyadari perbedaan bacaan di kalangan umat Islam bisa memecah persatuan, Usman bin Affan membentukan tim yang terdiri dari 12 orang, diketuai Zaid bin Tsabit. Mereka bertugas mengumpulkan dan menabulasikan shuhuf-shuhuf yang tersebar di kalangan umat Islam. Usman berusaha mewujudkan naskah mushhaf independen yang dapat menyatukan umat Islam.
***
Para sejarawan Muslim sepakat, bahwa peran shuhuf yang disimpan Hafsah, janda Nabi saw, sangat besar dalam proses pembentukan naskah mushhaf independen ini. Shuhuf yang berada di tangan Hafsah merupakan naskah resmi hasil kerja tim kodifikasi Alquran pada masa khalifah Abu Bakar.
Setelah tim 12 bekerja mengumpulkan dan menabulasikan shuhuf-shuhuf yang berserakan di kalangan umat Islam, Usman melayangkan surat kepada Aisyah, janda Nabi saw, untuk meminjam shuhuf yang disimpannya. Khalifah melakukan perbandingan antara hasil kerja tim 12 dengan kandungan shuhuf yang disimpan Aisyah. Dalam hal ini, tim 12 berhasil membenahi beberapa kesalahan dalam mushhaf yang kemudian ditashih berdasarkan shuhuf milik Aisyah.
Belum cukup usaha perbandingan dengan shuhuf milik Aisyah, khalifah Usman meminjam shuhuf milik Hafsah untuk melakukan proses verifikasi. Zaid bin Tsabit melakukan proses perbandingan dan verifikasi dengan baik. Setelah proses ini selesai, khalifah Usman merasa senang dan segera menyatakan agar umat Islam membuat duplikat dari mushhaf tersebut.
Mushhaf yang dikerjakan oleh tim 12 dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dan di bawah pengawasan langsung khalifah Usman bin Affan itulah yang di kemudian hari dikenal dengan Mushhaf al-Usmani. Seluruh mushhaf Alquran yang beredar di seluruh dunia saat ini merupakan duplikat dari Mushhaf al-Usmani.