Oleh: Fathin Robbani Sukmana*
Pemilihan umum, kata yang tidak asing bagi warga negara Indonesia, pesta rakyat lima tahunan tersebut selalu memiliki keunikan di setiap penyelenggaraannya. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, Indonesia berulang kali melakukan pemilihan umum (pemilu).
Pemilu di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955, pemilu tahun 1955 dilaksanakan dua kali. Pemilu pertama pada 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, pemilu kedua dilaksanakan pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante.
Selanjutnya pemilu 1971 dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini bertujuan untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, keunikan Pemilu 1971 ini adalah pertama kalinya pejabat negara diharuskan bersikap netral.
Pemilu 1977 hingga 1997 diawali pada tanggal 2 Mei 1977, keunikan pemilu ini terjadi peleburan partai politik menjadi dua partai politik yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta Golongan Karya (Golkar).
Pemilu 1999 dilakukan pada 7 Juni 1999, pemilu pertama pada masa reformasi ini dilakukan serentak seluruh Indonesia. Pemilu 1999 menandakan kebangkitan demokrasi Indonesia, dibuktikan dengan banyaknya peserta pemilu pada tahun 1999 yaitu sebanyak 48 partai politik.
Selanjutnya, Pemilu 2004 mengalami perubahan format karena memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Pemilu 2004 dapat memilih DPR, DPD, DPRD, presiden dan wakil presiden. Setelah pemilu 2004, pemilu dilaksanakan secara langsung dan dengan jadwal stabil yaitu 5 tahun sekali.
Pemilu 2019 dan Segudang Cerita
Pemilu 2019 telah dilaksanakan, pemenang pemilihan presiden pada pemilu 2019 adalah pasangan Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin. Pasangan ini berhasil mengungguli rivalnya, yaitu Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno.
Pemilu 2019 ini menyisakan banyak cerita, mulai dari banyaknya hoax politik yang tersebar di media sosial, kertas suara yang begitu banyak, banyaknya “pahlawan” pemilu yang gugur, serta masih banyak cerita lainnya.
Cerita pemilu 2019 menjadi banyak perbincangan di media sosial maupun di kalangan pejabat publik. Banyak yang menginginkan pemilu 2019 dievaluasi oleh DPR RI serta penyelenggara pemilu.
Namun, di sisi lain juga pemilu 2019 banyak menjadi sorotan dunia karena merupakan pemilu yang rumit. Meski begitu, Pemilu 2019 tetap dipuji karena Indonesia telah melewatinya dengan sukses.
Evaluasi Pemilu 2019
Dari cerita pemilu 2019 ada beberapa hal yang perlu dievaluasi menurut pandangan penulis. Pertama, pada Pemilu Serentak 2019 banyak sekali hoax bertebaran. Menurut data Kemkominfo, dari Agustus 2018 hingga Maret 2019 ditemukan 1.224 konten hoax dan terbanyak menjelang pemilu 2019 yaitu pada Maret tahun 2019 ditemukan 453 konten hoax
Dari 1.224 konten hoax, 319 diantaranya adalah hoax politik, ini membuktikan bahwa ancaman hoax di pemilu 2019 cukup besar. Entah siapa yang memproduksi hoax, tetapi ini menjadi ancaman serius bagi pemilu di Indonesia
Kedua, pemilu 2019 terlalu lama memakan waktu. Memilih DPR, DPRD, DPD Presiden dan Wakil Presiden ini terlalu lama memakan waktu, karena kesulitan pemilih dalam memilih. Ini diakibatkan banyaknya surat suara dan juga ukurannya yang besar, sehingga satu orang pemilih rata-rata menghabiskan waktu 10 menit di dalam bilik suara.
Ketiga, banyaknya petugas KPPS yang gugur. Menurut data Kementrian Kesehatan mencatat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang menjadi korban meninggal berjumlah 527 Jiwa. Sedangkan untuk petugas KPPS yang sakit mencapai 11.239 Jiwa.
Menurut data detik.com usia petugas pemilu yang meninggal paling muda berusia 19 tahun sedangkan paling tua berusia 76 tahun. Sedangkan rata-rata usia petugas pemilu yang meninggal berusia 43 tahun.
Diagnosa banyak gugurnya petugas pemilu adalah kelelahan, ini menjadi bukti bahwa pemilu 2019 adalah pemilu yang cukup rumit dan memiliki proses yang cukup panjang. Juga tentu faktor makanan dan minuman yang tidak terjaga selama pelaksanaan tugas dalam pemilu serentak.
Ikhtiar untuk Lebih Baik
Banyaknya perhatian dan cerita ketika pemilu 2019, ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat secara langsung ataupun di media sosial. Namun banyak juga perbincangan yang tidak berujung solusi, hanya perbincangan dan menyalahkan penyelenggara pemilu.
Pertama, rekrutmen penyelenggara pemilu perlu diberikan batasan umur serta memberi peluang lebih bagi anak muda yang sedang dalam usia produktif bekerja, karena bisa meminimalisir terjadinya kelelahan fisik.
Penyelenggara pemilu di tiap tingkatan selain pembekalan teknis, perlu sosialisasi tentang kesehatan. Karena terjadi di lapangan banyak penyelenggara pemilu yang sakit akibat minum kopi tanpa diimbangi dengan makan yang cukup dan asupan vitamin. Ini karena minimnya pengetahuan panitia di tingkat kecamatan ke bawah tentang kesehatan.
Kedua, penyelenggara pemilu perlu membentuk tim klarifikasi hoax, agar bisa melakukan edukasi, mencegah penyebaran hoax di kalengan masyarakat. Karena tidak sedikit masyarakat yang menelan bulat-bulat informasi hoax di media sosial. Walaupun sudah ada klarifikasi dari KPU RI, tetap perlu ada edukasi pencegahan dari penyelenggara pemilu agar tidak terjadi kegaduhan saat pemilihan.
Ketiga, DPR RI bersama KPU RI perlu membuat regulasi baru terkait pemilu. Karena pemilu 2019 merupakan pemilu yang cukup rumit dan menghabiskan banyak waktu ketika di bilik suara. Pemilu harus memperhatikan seluruh aspek kemudahan pemilih, baik terkait undangan dan juga ketika di bilik suara. Jika perlu dibuatkan jadwal per kartu keluarga agar tidak terjadi penumpukan pemilih di waktu tertentu.
Keempat, sosialisasi berkelanjutan oleh penyelenggara pemilu. Sehingga membentuk karakter masyarakat yang peduli pemilu, terutama di kalangan generasi muda sebagai agen perubahan. Karena jika sosialisasi hanya dalam waktu singkat, maka tidak akan terbentuk karakter, hanya mendengarkan secara sekilas saja.
***
Itulah beberapa ikhtiar untuk mengatasi evaluasi pemilu 2019, selain itu juga agar lebih banyak prestasi sebagai negara demokrasi, dan yang terpenting semua pihak bisa melaksanakan seluruh cita-cita pendiri bangsa ini yaitu mewujudkan Indonesia sejahtera yang berasal dari pemilihan umum yang sehat.
*) Sekretaris Democracy And Electoral Empowerment Partnership Kabupaten Bekasi. Ketua Pemuda Muhammadiyah Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi