Feature

Sekolah Pemuda Ekoliterasi: Ikhtiar Radikalisasi Anak Muda Millenial

4 Mins read

Oleh: Hanapi*

Gerakan ekologi yang diinisiasi anak muda beberapa dekade ini menunjukkan adanya radikalisasi politik advokatif-ekologis kaum muda terhadap persoalan lingkungan hidup yang melanda di Indonesia. Para anak muda ini tersebar dalam beragam organisasi baik yang berafiliasi dengan jaringan internasional, nasional, dan lokal (Suharko dan dkk, 2014: 29-30). Namun, gerakan kaum muda berbasis komunitas memiliki keberlanjutan dan daya tahan yang progresif dengan spektrum transformasi sosial yang berada dalam radius mikro maupun makro.

Radikalisasi ini dibuktikan dengan gerakan kaum muda dalam melakukan advokasi terhadap konflik agraria khususnya mereka yang tergabung dalam gerakan Front Nadhyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam dan Kader Hijau Muhammadiyah. Gerakan-gerakan ini secara radikal melawan arogansi penguasa yang berselingkuh bersama korporasi untuk merusak alam atas nama kesejahteraan baik di Kendeng, Karawang, dan lainnya.

Ini hanya contoh bagaimana anak muda mengambil posisi dan peran politiknya dalam pembangunan yang selama masa Orde Baru konstruksi anak muda yang baik itu ditentukkan oleh negara. Namun, hari ini anak-anak muda yang progresif adalah mereka yang memiliki keberpihakan sosial, kesadaran politik, literat, organisatoris dan peduli akan lingkungan.

Di Yogyakarta khususnya, kaum muda progresif ini tersebar dalam beragam organisasi yang memiliki konsen pada isu lingkungan yang berbeda. Ada yang fokus pada pengelolaan sampah seperti bank sampah yang biasanya diinisiasi oleh mahasiswa di kampus-kampus untuk masyarakat, ada pula organisasi peduli lingkungan hidup yang memiliki jaringan gerakan secara nasional namun mengakar pada masyarakat. Tetapi, gerakan kaum muda berbasis komunitas literasi dengan agenda ekoliterasi masih tergolong jarang.

Ada beberapa alasan yang menjadikan gerakan ekologi anak muda ini menarik. Diantaranya pertama, gerakan literasi selama ini konsen akan penyediaan buku-buku untuk publik sebagai bentuk komitmen politik kaum muda untuk mendorong demokratisasi pengetahuan agar buku-buku mudah diakses oleh siapapun tanpa persyaratan administratif, tetapi komunitas literasi ini mengalami penggeseran dengan wacana-wacana yang berkembang kuat dalam komunitas yang menimbulkan kegelisahan pegiat literasi akan kerusakan lingkungan yang nyatanya dilakukan oleh para intelektual, teknokrat dan lainnya yang telah menciderai visi poliitik keilmuan transformatif.

Baca Juga  Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

Kedua, anak muda ini membangun model politik lingkungan sehari-hari dengan cara menanam tanaman untuk kebutuhan, obat dan melakukan penghijauan di sekitar komunitas yang secara basis pengetahuan pegiat literasi banyak terinspirasi oleh ide-ide Capra tentang ekoliterasi dalam menanggulangi kerusakan lingkungan.

Gerakan kaum muda yang hadir dengan basis komunitas ini ada di Rumah Baca Komunitas di Yogyakarta yang mana sejak 2014 RBK mengawali gerakan ekoliterasi sebagai manifestasi aksiologis keilmuwan agar pengetahuan yang dimiliki oleh pegiat literasi bukan hanya memberikan kontribusi keilmuan melalui wacana yang diproduksi dikalangan anak muda tetapi membangun basis aksiologis-praksis (implementasi kelimuwan untuk keberpihakan sosial bagi kelompok marginal). Misalnya, RBK membangun ecological habitus anak muda dengan berkebun untuk menghadapi serbuan pasar yang disukai anak-anak millenial bahkan menghadirkan produk anarcho; minuman kombucha.

Kerja-kerja politik fundamental ini terus dilakukan dengan melibatkan sebanyak mungkin anak muda untuk terlibat dalam diskusi-diskusi dan praktek ekologi untuk membangun kesadaran ekologis sehingga mewujudkan kewarganegaraan ekologis (ecological citizenship). Bagi pegiat literasi peran anak muda untuk menyelamatkan lingkungan hidup harus dimulai dari praktik keseharian mereka, baru menuju advokasi isu-isu lingkungan dalam membangun warga negara yang revolusioner.

Sekolah Pemuda Ekoliterasi

Gerakan ekologi kaum muda terus berlipat ganda di belahan bumi. Generasi ini resah, muak, dan melawan segala bentuk kebijakan politik yang bercorak kapitalistik atau penguasa yang hanya menjadi pelayan pasar. Anak-anak muda ini tak lelah mencari inspirasi untuk membangun radikalisasi gerakan atau perubahan transformatif secara kultural maupun struktural. Ruang-ruang media berusaha mereka penuhi melalui peran mereka sebagai warga negara yang berdaya atau berdaulat. Keradikalan anak muda ini dikatakan oleh Adityo Nugroho (2018), aktivis muda lingkungan di Yogyakarta. Ketua KOPHI ini bisa membagikan isu ekologi di WA nya ribuan kali, sangat radikal, melakukan kampanye secara terus-menerus.

Baca Juga  Tuduhan IBTimes.ID sebagai Mazhab Baru

Aksi dan tindakan revolusioner itulah yang berusaha diperbanyak oleh RBK melalui sekolah pemuda ekoliterasi yang berusaha melahirkan aktor demokrasi yang pro lingkungan di kalangan anak muda dalam rangka pemberdayaan generasi muda agar menjadi generasi yang mampu mereplikasi gerakan ekologi ketika mereka kembali ke daerah mereka masing-masing (Efendi, 2018).

Di dalam sekolah ini, anak muda yang menjadi peserta bersama-sama membangun ecological habitus dimana mereka saling menguatkan satu sama lain dengan penguatan pengetahuan tentang lingkungan dan sharing dari aktivis Yogyakarta yang memiliki pengalaman panjang dalam melakukan perlawanan sosial terhadap kebijakan penguasa yang mengizinkan praktek ekonomi pasar beroperasi dalam mengendalikan pembangunan seperti maraknya pembangunan hotel, swalayan modern berjejaring dan lainnya, yang itu merugikan warga Yogyakarta.

Sekolah ini memiliki komitmen politik keberpihakan sosial yang kuat secara ideologi lingkungan dimana pembicara betul-betul diseleksi agar tidak melahirkan paradoks dalam rangka memperbanyak aktor muda pro ekologi yang dari sejak awal sekolah ini telah didesain dengan tujuan memperkuat peran anak muda dalam wilayah sosial pemberdayaan dan advokasi politik untuk memunculkan insiatif dari keberdayaan mereka secara pengetahuan, jaringan, dan aksi sosial.

Revolusi Harapan

Persoalan krisis lingkungan tidak banyak dibicarakan dalam politik elektoral kita hari ini meskipun visi dan misi dua pasangan calon presiden dan wakilnya memiliki kepedulian akan lingkungan namun perdebatan isu lingkungan masih tenggelam atau kalah oleh politik identitas (Khalisah, tirto, 4/12/18). Keadaan ini sangat menyedihkan ditengah banyak konflik agraria, krisis air bersih, tercemarnya sungai dan berkurangnya keinginan generasi muda Indonesia untuk menjadi petani.

Fakta-fakta inilah yang mendorong beragam anak muda untuk berkontribusi dalam pembangunan melalui gerakan ekologi yang bisa mereka lakukan secara individual ataupun organisasi dengan model komunitas untuk memperkuat demokrasi di akar rumput. Anak muda ini tak lelah bekerja dijalur sunyi dengan mengedukasi anak anak millenial ataupun anak-anak yang di Rumah Baca Komunitas dengan program ekoliterasi for kids dimana anak-anak diajak untuk menanam sekaligus merawat tanaman mereka.

Baca Juga  Mencari Keunikan Program Doktor Pendidikan UAD

Program ekologi yang dilakukan oleh RBK dari sekolah pemuda ekoliterasi hingga ekoliterasi for kids untuk membangun kesadaran ekologis itu sedini mungkin agar bisa melakukan transformasi individual sejak kecil hingga generasi yang ingin kita bangun bersama bagi kemajuan masyarakat adalah generasi yang bukan hanya memiliki kapasitas intelektual tetapi keberpihakan akan persoalan sosio-ekologis bangsa. Ini kerja kerja sunyi yang membutuhkan banyak energi atau keterlibatan sebanyak mungkin anak muda sehingga anak muda bukan lagi berada dipanggung burit peradaban tetapi menjadi titik sentral pendorong bukan hanya penyokong rezim namunjuga pelopor perubahan sosial dalam kondisi politik bangsa yang terus bergejolak.

Apa yang dilakukan oleh RBK dan organisasi pemuda lingkungan lainnya untuk terus melakukan revolusi harapan dengan aksi-aksi kecil hingga besar maka perubahan sosial itu bisa dihadirkan oleh anak muda dalam mewarnai dinamika politik bangsa, anak muda ini menjadi lilin atau penerang di masyarakat, mereka belajar dari masyarakat dan memberikan petunjuk arah transformasi sosial yang dikehendaki secara bersama.

Mahasiswa Magister Political Science UGM, Pegiat Literasi RBK dan Direktur LaPSI PP IPM.

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds