Awalnya, mereka adalah sekelompok masa yang mendukung kepemimpinan Ali bin Abi Thalib secara politik. Pada saat terjadi perselisihan di Siffin, mereka tetap teguh berada dibawah barisan Ali. Pasukan Ali mampu menguasai situasi hingga berhasil mendesak barisan Muawiyah bin Abu Sofyan yang kala itu menjabat sebagai Gubernur di Syam.
Merasa semakin terpojok, Pasukan Muawiyah meletakkan Al-Qur’an diujung pedang lalu diangkat setinggi mungkin sebagai isyarat tawaran penjanjian damai. Peristiwa itu disebut dengan Tahkim. Muawiyah menunjuk Amr bin Ash sebagai juru bicara. Demikian pula Ali mengutus Abu Musa Al-Asy’ari untuk menemuinya. Dan pada akhirnya, perang dapat diakhiri.
Dalam menyikapi peristiwa tersebut, sebagian dari pendukung Ali kecewa lalu keluar dari lingkaran pasukan tersebut. Mereka itulah kelompok Khawarij. Mereka menuduh Ali sebagai orang yang plin-plan dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, mereka juga disebut sebagai kelompok Asyakakiyah.
Setelah memisahkan diri dari barisan Ali, delapan ribu orang pergi ke sebuah tempat yang bernama Haruri, sehingga mereka juga disebut sebagai Haruriyah. Klaim kebenaran mulai dipolitisasi oleh mereka, sehingga banyak sekali ayat yang dicomot untuk melegitimasi keyakinannya. Seperti klaim bahwa mereka adalah kelompok yang telah menjual diri untuk mendapatkan ridho Allah Swt sebagaimana tersebut dalam surat Al-Baqarah ayat 208. Klaim sepihak ini melahirkan sebutan lain bagi mereka yaitu kelompok Syurroh.
Imam As-Saksasi (w. 683 H) dalam Al-Burhan fi Ma’rifati ‘Aqoid Ahli Adyan bahwa Khawarij ini terpecah menjadi delapan belas sekte. Ada banyak sekali pokok ajaran yang disepakati, namun ternyata masing-masing memiliki pemahaman yang berbeda hingga harus terpecah sampai delapan belas. Berikut akan sedikit saya ulas sekte-sekte Khawarij yang tersebut dalam salah satu karya ulama atsariyah tersebut. Dari yang paling ekstrim hingga moderat.
Al-Azariqoh, Sekte Khawarij yang Ekstrim
Dinisbatkan kepada Nafi’ bin Al-Azroq Al-Hanafi. Perlu diluruskan, Al-Hanafi disini adalah nama kabilah, bukan nisbat kepada madzhab Imam Abu Hanifah.
Ia adalah pimpinan tertinggi Khawarij di Basrah. Sebagaimana diketahui, Bashrah adalah tempat tinggal sahabat mulia Abdullah bin Abbas. Nafi sendiri pernah berjumpa dan mengajukan banyak sekali pertanyaan dan dialog bersama Ibnu Abbas. Namun demikian, berikut kami lampirkan pokok pikiran dari Al-Azariqoh;
Pertama, Mereka sangatlah inklusif hingga mengharamkan sembelihan hewan diluar kelompoknya. Tidak boleh juga menikah kecuali dari kalangan mereka sendiri yang berbeda manhaj.
Kedua, kebolehan membunuh anak-anak, orang yang sudah lemah dan renta dll, dan larangan membunuh orang Yahudi, Nashrani dan Majusi. Hal itu sesuai dengan kabar dari Rasulullah Saw,
Mereka suka membunuh orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. (H.R Abu Dawud).
Ketiga, yang kita ketahui Khawarij itu termasuk kelompok fundamentalis dan sangat benci terhadap orang yang meremehkan syariat. Namun kenyataanya, Al-Azariqoh tidak mau menegakkan hukuman rajam bagi pezina muhshan, padahal hal itu termasuk perkara yang tsawabit dalam Islam. Mereka senantiasa mengkampanyekan bahwa orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka ia kafir (5: 44), dzalim (5: 45), fasik (5: 47). Namun ternyata klaim tersebut hanya untuk orang-orang yang diluar kelompoknya.
Keempat, menurut Ahlu Sunnah, hukuman potong tangan diberlakukan bagi seseorang yang terbukti secara sah melakukan tindakan pencurian. Tangan yang dimaksud adalah ar-rusghu, yaitu pergelangan tangan. Namun bagi Al-Azariqoh adalah Al-‘adhud, yaitu lengan bagian atas. Anda bisa membayangkan, sekali saja mencuri, hilang sudah salah satu tangannya.
Kelima, perempuan haid diperbolehkan shalat dan puasa. Pendapat ini tentu kontra dengan konsensus ahlus sunnah.
Menurut para ulama, kelompok ini menjadi sekte yang paling ekstrim dari seluruh pecahan Khawarij.
Al-Ibadiyah, Sekte Khawarij yang Moderat
Pendirinya adalah Abdllah bin Ibadh At-Tamimi (w. 700 H). seorang ulama dari Basrah. Ia termasuk orang yang memberontak kepada kepemimpinan Muhammad bin Marwan, penguasa Dinasti Umayah. Al-Ibadiyah memiliki ajaran sebagaimana berikut:
Pertama, barang siapa melakukan kemaksiatan, maka sesungguhnya ia telah kufur kepada Allah. Kufur yang dimaksud adalah kufur nikmat. Mereka mendasari ajaran ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِینَ بَدَّلُوا۟ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ كُفۡرا وَأَحَلُّوا۟ قَوۡمَهُمۡ دَارَ ٱلۡبَوَار
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan ingkar kepada Allah dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan”. ([Q.S.Ibrahim: 28).
Ajaran ini dianggap lebih moderat dibandingkan mainstream khawarij yang lain, yang berideologi takfiri.
Kedua, apabila seorang suami menggauli istrinya saat haid, maka pernikahannya batal dan haram baginya menikahinya kembali selamanya.
Menurut Ahlus Sunnah, perbuatan tersebut sangatlah keji dan menjijikan. Hanya saja berkosekuensi masuk dalam kategori dosa besar saja, tidak ada kafarah bahkan gugurnya ikatan pernikahan.
Ketiga, haram hukumnya puasa Ramadhan sedangkan ia dalam keadaan safar. Kalaupun disebut ruskhah, namun bagi mereka hukumnya wajib menggambil keringanan tersebut.
Keempat, merekonstruksi had bagi pencuri, pezina dan pen-qadzaf. Mereka tetap menegakkan hukuman bagi pelaku tindak kriminal tersebut. Hanya saja, apabila hukum telah ditegakkan namun ia menolak untuk taubat, ia dihukumi kafir dan halal dibunuh.
Sebenarnya masih ada beberapa poin yang disebutkan oleh Imam As-Saksaki, bahwa Al-Ibadiyah menghalalkan semua jenis riba kecuali riba nasiah, menghalalkan menggauli anak perempuan mereka sendiri dll, Namun Bassam Ali selaku pen-tahqiq kitab Al-Burhan mengatakan bahwa poin itu tidak sesuai sebagaimana cetakan sebelumnya. Demikian juga tidak ada dalam kitab firoq yang lain seperti Maqolatul Islamiyyin karya Imam Abu Hasan Al-Asy’ari (w. 324 W) dan Al-Milal wa An-Nihal karya Imam As-Sasratani (w. 543 H).
Ibadi sendiri mempunyai murid yang bernama Jabir bin Zaid Al-Azdi. Jabir turut mengajarkan ajaran gurunya sampai daerah Ghubaira yang kini menjadi negara Oman. Dan hari ini, Al-Ibadiyah menjadi madzhab resmi negara Oman. Informasi ini pertama kali saya dengan dari Al-Ustadz Nur Fajri Ramadhan saat mengajarkan kitab ini. Beliau juga mengabarkan bahwa Mufti Oman Syaikh Ahmad bin Hamad Al-Khalili terang terang menyataka dirinya adalah Al-Ibadiyah.
Untuk menvalidasi informasi tersebut. saya temukan artikel yang dimuat dalam di Islami.co dengan judul yang sangatlah menarik, yakni “Oman: Negara Penganut Ibadi, Sempalan Khawarij yang Damai“.
Al-Ibadiyah dikenal sebagai aliran Islam yang sangat moderat. Di Oman sendiri 85,9% memeluk Islam (Ibadi adalah 45%), sementara pemeluk Kristen 6,5%, Hindu 5,5%, Buddha 0,8%, Yahudi kurang dari 0,1%, dan lainnya. Mereka hidup damai bersama, dengan hampir tak ada gesekan antar aliran atau agama. Hanya saja mereka, menganggap kelompok diluar mereka sebagai golongan yang kufur nikmat atau ahlul khilaf.
Editor: Soleh