Ibnu ‘Arabi | Selain fana, zuhud, dan rida, cinta merupakan salah satu maqam tertinggi di dalam ilmu tasawuf. Abu Thalib al-Makki dalam kitab Quut al-Qulub menjelaskan bahwa, “cinta merupakan maqam sufi yang paling tinggi”. Kenyataan ini bukan tanpa alasan mengingat bahwa cinta adalah maqam ketuhanan.
Allah membentuk karakter (sifat) diri-Nya dengan nama al-Wadud (Maha Mencintai). Dalam sebuah hadis, Dia disebut dengan nama al-Muhib (Pencinta). Cinta merupakan anugerah terbesar yang Allah karuniakan kepada hambanya yang benar-benar ikhlas beribadah.
Cinta dalam dunia tasawuf memiliki posisi yang sangat sentral. Ada banyak para sufi yang tak habis-habisnya membahas tentang cinta sebagai ajarannya yang paling mendasar dalam mencintai Allah Swt, salah satunya adalah as-Syekh al-Akbar Ibnu ‘Arabi. Ajarannya mengenai cinta yang begitu luas dan mendalam telah banyak dikaji oleh para pecintanya. Sebagaimana yang digambarkan oleh Mahmud al-Ghurab di dalam bukunya berjudul, “Semesta Cinta Ibnu ‘Arabi”.
Buku setebal 323 halaman, yang diterbitkan pada tahun 2015 atas kerjasama Institute of Nation Develoment Studies (INDeS) Yogyakarta dan Institute for Nusantara Studies (INNUS) Surabaya ini, terdiri dari 12 (dua belas) bagian. Bagian itu terdiri dari tema-tema seperti: 1). Allah dan cinta, 2). Jejak-jeak cinta, 3). Manusia dan cinta, 4). Realitas-realitas cinta, 5). Sebab-sebab cinta, 6). As-Sima dan cinta, 7). Hierarki cinta, 8). Sebutan-sebutan cinta, 9). Konsistensi-konsistensi cinta, 10). Sifat para pencinta ilahiah, 11). Penyandaran sebagian sifat kepada realitas-realitas ilahiah, 12). Kisah-kisah para pencinta ilahiah.
Semua tema-tema di atas, menjelaskan dan menerangkan apa yang dinamakan mahabbah (cinta) secara global oleh Ibnu ‘Arabi untuk menyuguhkan kepada pembaca suatu parameter yang bisa digunakan untuk menilai dirinya sendiri, untuk mengetahui posisi dirinya di hadapan cinta. Apakah ia mencintai atau baru mengenal cinta?
Pengertian Cinta
Cinta itu logis secara makna meski tak bisa didefinisikan. Cinta bisa dimengerti dengan rasa (dzawq). Banyak orang mendefinisikan cinta dengan definisi yang berbeda-beda. Namun, tak seorang pun bisa memberikan definisi secara dzat-Nya bahkan tidak bisa menyentuh analoginya. Seseorang tidak bisa mendefinisikan kecuali hanya memaparkan efek-efek, jejak-jejak cinta saja. Terlebih lagi untuk menyelami sifat cinta dari sisi Yang Maha luhur, yaitu Allah Swt. Karena itu, cinta tidak bisa didefinisikan secara dzatiyah, dan hanya bisa didefinisikan secara formal dan verbal. Sebagaimana senandung syair berikut ini:
“Awal cinta adalah tragedi, media cinta adalah kematian. Cinta tak punya definisi, meski ia menyingkapkan. Orang bilang bahwa cinta dapat diartikan. Tapi tidak bagi kaum yang kehidupan mereka kasmaran. Mereka takkan bilang bahwa cinta kami artikan berlainan tapi dengan hati, ia erat bertautan. Tiada definisi cinta selain diketahui cenderanya: kepedihan, kerinduan, bimbang, dan duka nestapa”.
Kelompok Orang yang Dicintai Allah dan Kelompok Orang yang Tidak Dicintai Allah
Meski menyinggung beberapa hal mengenai cinta dengan lawan jenis. Secara keseluruhan buku ini berbicara cinta seorang hamba kepada Allah Swt. Begitu pun cinta Allah Swt kepada para hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi, “Katakanlah: jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintai kamu” (Qs. Ali-Imran: 31). Adapun mengenai sifat-sifat kelompok yang dicintai Allah adalah: 1). Kelompok orang yang bertobat. 2). Kelompok orang yang bersuci. 3). Kelompok orang yang mensucikan diri. 4). Kelompok orang yang bertawakal. 5). Kelompok orang yang bersabar. 6). Kelompok orang yang bersyukur. 7). Kelompok orang yang bersedekah. 8). Kelompok orang yang berbuat kebajikan. 9). Kelompok orang yang berperang di jalan Allah dengan baik.
Sedangkan kelompok yang tidak dicintai Allah adalah: 1). Kelompok orang yang berbuat kerusakan. 2). Kelompok orang yang sombong. 3). Kelompok orang yang berbuat kezaliman. 4). Kelompok orang yang berbuat berlebihan. 5). Kelompok orang yang kafir. 6). Kelompok orang yang berbicara buruk. 7). Kelompok orang yang melampaui batas.
Hierarki Cinta
Di dalam buku ini juga dijelaskan mengenai tingkatan-tingkatan cinta. Cinta itu memiliki tiga tingkatan, yaitu: 1). Cinta biologis, 2). Cinta rohaniah, 3). Cinta ilahiah.
- Cinta biologis adalah cinta milik orang awam. Tujuannya adalah persatuan roh hewani, hingga roh masing-masing menjadi roh kawannya, yaitu dengan cara menarik kenikmatan dan membangkitkan syahwat. Tujuan puncak dari cinta biologis adalah pernikahan, karena syahwat cinta mengalir dalam semua tabiat, seperti mengalirnya air dalam kain wol, bahkan seperti mengalirnya warna dalam benda berwarna.
- Cinta rohaniah, tujuan dari cinta rohaniah ini adalah tasyabbuh (penyerupaan) dengan kekasih, dengan menunaikan hak dan mengetahui derajat kekasih. Secara umum cinta rohaniah ini bentuknya seperti hulul atau ittihad, yaitu dzat kekasih menjadi pecinta, dan dzat pecinta adalah dzat kekasih.
- Cinta ilahiah adalah cinta Allah kepada hamba dan cinta hamba kepada Allah. Seperti firman-Nya: “Dia mencintai mereka dan mereka mencintai Dia” (Qs. al-Maidah: 54). Puncak dari cinta ilahiah adalah jika hamba menyaksikan keberadaan dirinya sebagai penampakan dari al-Haq. Bagi al-Haq yang bertajali, hamba adalah seperti roh bagi jisim. Allah Swt tidaklah menciptakan kita selain untuk Diri-Nya sendiri. Sementara cinta-Nya kepada kita adalah ketika Dia menunjukkan kita kepada perbuatan-perbuatan yang membawa kepada kebahagiaan dan keselamatan dari hal-hal yang tak sejalan dengan keinginan dan tidak sesuai dengan tabiat kita.
Adapun cinta kita kepada Allah Swt yang disebut dengan cinta ilahiah adalah cinta kita kepada-Nya dengan cinta biologis sekaligus cinta spiritual. Ini adalah hal yang sulit digambarkan, karena tidak semua orang diberi pengetahuan tentang segala sesuatu secara apa adanya.
***
Tema-tema di atas, merupakan beberapa tema yang dijelaskan dalam buku “Semesta Cinta Ibnu ‘Arabi”. Ada banyak sekali penjelasan lain mengenai cinta. Sebuah buku yang menarik untuk dibaca mengingat cinta merupakan suatu anugerah dan karunia dari Allah Swt untuk para makhluk ciptaan-Nya. Sebagaimana sebuah kisah yang digambarkan dalam buku ini tentang “sang pecinta menjadi sumber segala yang hidup”. Dikisahkan bahwa seorang pecinta yang menemui seorang guru. Sang guru lalu berbicara cinta kepadanya. Lalu orang itu pun menjadi kurus, lemah, dan bercucuran keringat, hingga seluruh tubuhnya meleleh. Lalu seluruh tubuhnya mencair menjadi air.
Kawan si pecinta kemudian bertanya, “kemana si pecinta?” Sang guru menjawab sambil menunjuk ke arah air yang menggambarkan keadaannya. Keadaan itu bisa terjadi karena kuatnya cinta yang nyata. Pada awalnya dia hidup karena air, lalu sekarang kembali menjadi sumber segala yang hidup, yaitu air. Sebagaimana yang digambarkan oleh Ibnu ‘Arabi bahwa dalam keadaan seperti itu, sang pecinta adalah orang yang menjadi sumber hidup segala sesuatu.
Judul : Semesta Cinta Ibnu ‘Arabi
Penulis : Mahmud al-Ghurab
Tahun : 2015
Editor: Yahya FR