Report

Sepuluh Adab Penuntut Ilmu menurut Imam al-Ghazali

3 Mins read

IBTimes.ID – Imam Al-Ghazali dalam magnum opusnya yang berjudul Ihya ‘Ulumuddin menyebutkan beberapa adab penuntut ilmu. Menurut al-Ghazali, di antara sekian banyak adab menuntut ilmu, dapat diringkas menjadi sepuluh poin.

Pertama, mendahulukan kebersihan hati dari kotoran-kotoran akhlak dan sifat-sifat tercela, karena sebenarnya menuntut ilmu adalah ibadah hati dan salah satu jalan mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana salat yang menjadi tugas-tugas fisik manusia tidak sah kecuali dengan thoharoh terlebih dahulu, demikian juga dengan menuntut ilmu yang merupakan ibadah batin. Tidak sah kalau tidak melakukan thoharoh terlebih dahulu.

Hal ini disampaikan oleh Ustaz Muhammad Rofiq, pengurus PCIM Amerika Serikat dalam Kajian Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) bagian Kehidupan dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada Minggu (20/9) secara daring.

Ustaz Rofiq menyebut bahwa Imam al-Ghazali mengqiyaskan menuntut ilmu dengan salat. Salat akan sah dengan wudhu, dan menuntut ilmu akan sah dengan membersihkan hati dan badan. Selain itu, menurut Imam al-Ghazali, hati manusia adalah rumah para malaikat. Jika rumah tidak bisa dimasuki oleh malaikat karena ada anjing, maka hati juga tidak bisa dimasuki oleh malaikat jika di dalamnya ada kotoran.

“Sifat-sifat yang buruk seperti marah, mengikuti hawa nafsu, iri, dengki, takabur, dan lain-lain ibarat seperti anjing-anjing yang membuat malaikat tidak mau memasuki hati manusia. Cahaya ilmu tidak bisa dilemparkan oleh Allah ke dalam hati manusia kecuali melalui perantara malaikat,” ujar Ustadz Rofiq.

Kedua, mengurangi hal-hal yang bisa mengganggu fokus kepada ilmu pengetahuan seperti sibuk dengan urusan dunia. Oleh karena itu, sebaiknya seorang penuntut ilmu harus merantau meninggalkan keluarga dan tanah airnya. Berada terlalu dekat dengan keluarga akan membuat seseorang tidak fokus kepada ilmu pengetahuan.

Baca Juga  Jalan Meraih Kebahagiaan Sejati Menurut Imam Al-Ghazali

Imam al-Ghazali menggunakan dalil surat al-Azhab ayat 4 bahwa Allah tidak memberikan kepada manusia dua hati, melainkan hanya 1 hati. Manusia tidak bisa berbagi konsentrasi. Ketika konsentrasi atau fokus manusia tidak ada, maka kemungkinan dia mendapatkan ilmu pengetahuan sangat kecil.

“Ilmu tidak akan memberikan sebagian dari dirinya sampai kamu memberikan keseluruhan dari dirimu kepadanya. Bahkan ketika kamu sudah fokus, belum tentu ilmu akan datang secara keseluruhan. Ia akan datang sebagian kecil saja. Pikiran yang terpecah seperti aliran air kecil yang cabangnya banyak. Air yang sedikit tadi sebagian terserap oleh tanah, sebagian lagi menguap. Maka tidak ada yang tersisa sampai kepada sawah yang kita airi,” ujarnya mengutip perkataan al-Ghazali.

Ketiga, tidak sombong dengan ilmu dan tidak arogan terhadap guru. Seorang murid harus memiliki adab kepada guru. Jangan sampai ia mendahului dan merasa lebih pintar dari guru. Murid kepada guru seperti orang sakit di hadapan dokter spesialis.

Keempat, hendaknya seorang murid terutama pemula menghindari diri dari topik-topik yang membingungkan. Topik yang di dalamnya banyak opini dan perbedaan pendapat. Karena, mengetahui perbedaan pendapat bagi pemula akan membingungkannya sehingga membuat ia lelah, pusing, dan capek. Ia cukup belajar 1 metode oleh gurunya.

Ustaz Rofiq menyebut bahwa begitu juga bagi seorang guru. Seorang guru harus bisa mencarikan materi yang cocok untuk muridnya. Ia harus mampu menyederhanakan materi. Jika gurunya bukan orang yang independen, dan ketika mengajar selalu menyebut mazhab-mazhab atau perbedaan-perbedaan, maka Imam al-Ghazali menyarankan hendaknya seorang murid pergi dari guru seperti itu.

Kelima, bagi seorang penuntut ilmu, yang pertama dipelajari adalah hakikat dan tujuan suatu cabang ilmu. Maqsad (maksud) dan ghayah (tujuan) harus diketahui sejak awal. Jika memiliki usia yang panjang, maka baru masuk ke detail dan mendalami lebih jauh. Kalau waktunya singkat, maka cukup belajar yang prioritas dan penting saja.

Baca Juga  Al-Ghazali dan Banalitas Intelektual

“Keenam, hendaknya tidak berambisi menguasai semua bagian ilmu dalam satu waktu, dan ia harus memperhatikan sistematika ilmu. Mustahil kita menguasai semua ilmu, maka ambil yang pokok dan sesuai dengan tujuan. Belajar yang pokok, dan gunakan sisanya untuk belajar ilmu akhirat. Ilmu akhirat adalah ilmu yang paling mulia,” imbuh Ustaz Rofiq melalui Zoom.

Ketujuh, menurut Imam al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Ustaz Rofiq, hendaklah seorang murid masuk ke dalam satu disiplin ilmu, kemudian jangan sampai melompat kecuali sudah memahami bab-bab sebelumnya. Karena ilmu itu disusun dengan sistematis.

Delapan, hendaklah dia tahu sebab kemuliaan suatu ilmu dan dapat membandingkan dengan ilmu yang lain. Ilmu agama lebih mulia dari ilmu kedokteran, ilmu kedokteran lebih mulia dari ilmu matematika. Buah dari ilmu agama adalah kebahagiaan akhirat. Sementara buah dari ilmu kedokteran adalah kesehatan dunia.

Ketika dibandingkan, ilmu agama lebih utama walaupun keduanya memiliki manfaat masing-masing. Ilmu matematika dan ilmu astronomi lebih pasti dibandingkan dengan ilmu astronomi yang pada waktu itu masih banyak asumsi. Sehingga, ilmu matematika lebih utama dibandingkan dengan astronomi karena dalil-dalilnya lebih kuat. Tetapi kalau matematika dibandingkan dengan kedokteran, maka lebih utama kedokteran karena buah atau manfaatnya.

Kesembilan, hendaklah tujuan seorang pembelajar itu menghiasi batinnya dengan akhlak yang mulia dan mempercantik dirinya dengan keutamaan-keutamaan. Maka niatnya harus baik, bukan untuk mencari jabatan, mencari popularitas, atau mencari uang. Namun semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah.

“Kesepuluh, mendahulukan tujuan akhirat daripada tujuan dunia. Ilmu bisa memberikan dampak duniawi tapi sifatnya sekunder karena tujuan primernya adalah akhirat,” tutup Ustaz Rofiq.

Reporter: Yusuf

Avatar
1342 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…
Report

Hamim Ilyas: Islam Rahmatan Lil Alamin Tidak Sebatas Jargon

1 Mins read
IBTimes.ID – Hamim Ilyas Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, Islam Rahmatan Lil Alamin harusnya tidak sebatas jargon belaka,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *