Selain dikenal sebagai bangsa yang kaya akan sumber daya alamnya, Indonesia juga dikenal dengan keramahtamahan masyarakatnya. Orang Indonesia dikenal murah senyum, meski dengan orang yang tidak dikenal. Sebuah sikap yang tidak semua negara memilikinya. Dengan sikap yang demikian, secara tidak langsung akan menciptakan rasa saling menghargai dan menghormati.
Sikap sopan santun sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Sejak dahulu, para orang tua telah mengajarkan tata krama kepada anaknya. Hal ini dilakukan agar sang anak memiliki rasa saling menghargai dan menghormati. Oleh karena itu, tata krama penting diajarkan sejak dini agar menjadi karakter dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Tata krama atau sopan santun adalah suatu aturan yang berkembang di dalam budaya masyarakat yang dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain agar terjalin keakraban. Tata krama yang berkembang di Indonesia beragam macamnya.
Ada beberapa daerah yang berpedoman pada agama, dan ada yang berpedoman pada adat istiadat. Tetapi ada juga yang mengkolaborasikan keduanya atau sering disebut dengan akulturasi. Salah satu yang mengakulturasikan antara Islam dan budaya, khususnya Jawa dalam mengajarkan tentang tata krama adalah Yasadipura II.
Dalam bukunya yang berjudul, “Ijtihad Progresif Yasadipura II: dalam Akulturasi Islam dengan Budaya Jawa” tahun 2004, Dr. Hj. Sri Suhandjati Sukri menjelaskan tentang tata krama dalam serat Sasanasunu.
Adapun tata krama yang dijelaskan dalam buku ini berkaitan dengan; 1). Tata krama terhadap diri sendiri, 2). Tata krama terhadap Tuhan, 3). Tata krama sosial.
Serat Sasanasunu
Serat Sasanasunu ditulis dalam huruf dan bahasa Jawa. Penulisnya adalah Raden Bagus Wasista atau Yasadipura II seorang pujangga Keraton Surakarta yang mendapatkan gelar Kanjeng Raden Tumenggung Sastranegara.
Tujuan dari penulisan serat ini tak lain sebagai respon di tengah situasi dekadensi dan krisis moral yang terjadi di masyarakat awal abad XIX. Kemerosotan moral itu menimpa hampir semua lapisan masyarakat pada zamannya.
Sebagai seorang pujangga Keraton Surakarta, Yasadipura II terpanggil untuk memberikan nasihat kepada anak cucu atau generasi muda yang diharapkan mampu memperbaiki diri dan berpartisipasi dalam memperbaiki kondisi masyarakat yang terpuruk akibat krisis.
Sebagaimana dikatakan dalam serat Sasanasunu:
Semoga hilang segala perintang dan mencapai hasil yang gemilang berkat karunia Tuhan Semesta Alam yang berkuasa di seluruh jagad raya. Puji itu kuucapkan karena adanya keinginan untuk mengubah syair teladan sebagai tamsil dengan harapan supaya dapat dijadikan bahan pengajaran bagi anak cucuku sendiri. Karya ini diberi sengkalan sapta catur swareng janmi, kata-kata ini berasal dari manusia hina yang tinggi hati dan memaksa diri.
Sasaran pembaca Sasanasunu adalah generasi muda, dengan pertimbangan bahwa mereka itu yang diharapkan dapat memperbaiki masa depan bangsa yang lebih baik.
Ajaran Tata Krama dalam Serat Sasanasunu
Kata tata krama dalam bahasa Jawa mempunyai arti “unggah-ungguhing gunem tuwin tindak tanduk” (sopan santun berbicara dan tingkah laku).
Dalam serat Sasanasunu, Yasadipura II mengajarkan tata krama yang dimaksudkan sebagai bahan pengajaran untuk mendidik generasi muda. Sehingga, mereka mendapatkan keselamatan dalam hidup dan dapat dijadikan teladan bagi orang lain. Sesuai dengan tujuan serat Sasanasunu yaitu mencari keselamatan hidup, Yasadipura II menjadikan Islam sebagai landasan ajarannya.
Tujuan nasihat itu tidak sekadar diketahui, tetapi harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan dijadikan kebiasaan. Menurut penulis, ada beberapa nasihat atau tata krama yang perlu dijadikan pegangan hidup saat ini seperti:
Memelihara Akal
Di tengah-tengah kehidupan yang semakin riuh dengan beragam ucapan, kebohongan, hoax, dan caci maki yang makin mengerikan. Manusia perlu mencari pengetahuan dan selalu mengasah dan menggunakan akalnya, di antara caranya yakni dengan mencari ilmu.
Memiliki ilmu merupakan kebutuhan manusia. Dan orang yang memiliki ilmu pada umumnya memperhatikan aturan-aturan agama maupun aturan di masyarakat. Oleh karena itu, Yasadipura II menganjurkan manusia untuk mencari ilmu dan berguru pada para ulama disertai sopan santun:
Rajinlah mempelajari ilmu, bergurulah kepada para ulama dan seringlah bertanya. Sewaktu belajar pada cerdik pandai disertai sopan santun jangan merasa paling pintar dan hebat walaupun engkau sudah bisa.
Bersyukur kepada Tuhan
Meski kehidupan hari ini dipenuhi dengan gejolak ekonomi yang ditandai menaiknya konsumsi bahan bakar, hidup tetap harus berjalan dengan baik dan dihadapi dengan penuh keyakinan dan harapan.
Manusia harus menggunakan waktu sebaik-baiknya. Selain itu, manusia harus berterima kasih atas anugerah Tuhan yang berupa rezeki. Berapa pun jumlah yang diperoleh, harus disyukuri karena Allah berkuasa memberi dan mencabut rezeki hamba-Nya.
Jika memperoleh hasil dalam mencari nafkah perbanyaklah rasa syukurmu, yaitu syukur kepada Tuhan atas nikmat-Nya. Janganlah karena kamu mendapatkan hanya sedikit dari usahamu lalu tidak bersyukur. Semua itu pemberian dan anugerah dari Tuhan yang Maha Agung.
Syukur merupakan perwujudan dari budi luhur karena orang yang bersyukur adalah orang yang dapat menghargai nikmat.
Tata Krama Berbicara
Banyak kita menyaksikan bagaimana lisan atau ucapan telah membawa manusia ke dalam jurang kesengsaraan, kerusuhan, dan kekerasan.
Berita hoax merupakan salah satu dari bahaya tersebut. Oleh karena itu, Yasadipura II mengingatkan agar dalam berkata-kata tidak asal keluar, tetapi perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, sebagaimana dinyatakan dalam Sasanasunu;
Jika berbicara jangan asal keluar saja, demikian pula sewaktu membicarakan suatu perkara. Ketika minta pertimbangan yang pertama ketahuilah ucapan takabur, ujub, riya, dan sombong sama saja sewaktu berbicara dengan orang lain atau berbicara kepada diri sendiri”.
Dalam etika berbicara hendaknya seseorang menurut Yasadipura II menghindari ucapan yang bersifat takabur, ujub, ria, dan sombong.
Tujuan, Dasar, dan Materi Ajaran Serat Sasanasunu
Tujuan dari serat Sasanasunu adalah untuk membangun kesucian diri agar mendapatkan keselamatan hidup. Dasar dari ajaran serat ini adalah keimanan pada Allah dan syariat Islam.
Keselarasan tujuan antara tata krama dalam tradisi Jawa dengan syariat Islam untuk menghidupkan keutamaan budi pekerti. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu membina kepribadian luhur yang berujung pada keselamatan hidup.
Adapun materi ajaran dalam serat ini adalah tata krama yang dimaksudkan untuk membentuk karakter dan pengembangan kepribadian.
Bagi saya, buku ini sangat baik sekali dibaca terutama di tengah zaman yang menurut cucu dari Yasadipura II, yaitu Raden Ngabehi Ronggowarsito sebagai zaman yang edan.
Buku ini juga sekaligus menjelaskan bahwa antara Islam dan budaya tidak ada yang saling menyalahkan tetapi saling melengkapi.
Penulis: Dr. Hj. Sri Suhandjati Sukri
Penerbit: Gama Media
Tahun: 2004
ISBN: 979-9552-79-6
Editor: Yahya FR