Feature

Setelah Mendapatkan Beasiswa, Berapa Biaya yang Harus Ditanggung Sendiri?

2 Mins read

Mendapatkan “full-scholarship” yang mencakup biaya studi dan biaya hidup, ternyata tidak benar-benar full menanggung semua biaya yang dibutuhkan. Ada banyak komponen biaya lainnya yang harus dikeluarkan dan tidak sedikit jumlahnya.

Karena itu, penerima beasiswa PhD dari tanah air, seringkali harus menjual asetnya (rumah, tanah, kendaraan atau yang lainnya) untuk menutup biaya ini. Mereka yang tidak punya aset, biasanya harus meminjam ke bank, dengan risiko yang lebih besar. Belum tentu juga mampu mengumpulkan uang ketika proses studi dilalui.

Baik, kita hitung biaya yang tidak ditanggung ini pada kasus menerima beasiswa PhD dari salah satu kampus di Australia, mulai dari dokumen kenegaraan. Pertama, mengurus KTP: Gratis. Atau, seharusnya gratis.

Kedua, mengurus Paspor, biayanya 350 ribu Rupiah. Atau 400 ribu Rupiah, untuk antisipasi pembelian map, fotokopi, materai, ongkos pengiriman ke rumah via pos ketika sudah jadi dan seterusnya. Kalau untuk empat orang anggota keluarga, menghabiskan sekitar 1 juta 600 ribu Rupiah.

Ketiga, Medical check-up untuk syarat mengajukan visa, berkisar antara 1-2 juta Rupiah. Anak-anak akan lebih murah dari tarif dewasa. Sekeluarga (dua dewasa, dua anak) sekitar 5 juta Rupiah.

Keempat, asuransi kesehatan atau OSHC, menurut versi Bupa dan Allianz Global misalnya, untuk satu orang (single) sekitar 32 juta Rupiah. Untuk keluarga, 4 orang anggota, menurut estimasi Allianz untuk 48 bulan sekitar 400 juta Rupiah. *Saat itu kami mengeluarkan 187 juta Rupiah.

Kelima, biaya visa sendiri berkisar 8 juta Rupiah. Aplikasi visa bisa diurus secara online.

Keenam, tiket pesawat baik dari Jakarta maupun dari Bali ke Melbourne, rata-rata 7 juta Rupiah untuk satu orang. Untuk empat orang anggota keluarga, sekitar 25 juta Rupiah. Saat mahal, harga per kursi bisa mencapai sekitar 20 juta Rupiah. *Saat itu, kami mengeluarkan biaya sekitar 10 juta Rupiah per kursi orang dewasa. Total biaya kami 26 juta Rupiah.

Baca Juga  Prof. Yunahar, ISESCO, dan Bahasa Arab bagi Muhammadiyah

Ketujuh, untuk penjemputan dari bandara ke tempat tinggal sementara, dengan membawa empat koper besar, sekitar $150 atau 1 juta 500 ribu (sekeluarga).

Kedelapan, sewa akomodasi sementara (per minggu $400) untuk dua minggu $800, atau 8 juta Rupiah. Tapi kita harus mengalokasikan sewa 2 bulan, sebagai estimasi waktu yang cukup untuk mendapatkan rumah kontrakan yang lebih permanen. Hal ini membutuhkan sekitar $3200 atau 32 juta Rupiah.

Kesembilan, biaya makan selama beasiswa belum turun di awal bulan kita di Australia, sekitar satu bulan, antara 3-7 juta Rupiah.

Kesepuluh, biaya transportasi umum untuk mendukung mobilitas pencarian rumah kontrakan dan lainnya, $9 per hari, sekitar 3 juta setiap bulan.

Kesebelas, untuk mendapatkan rumah kontrakan, kita harus terbiasa dengan cara aplikasi sewa rumah. Ada banyak aplikasi yang mendukung hal ini termasuk di antaranya adalah “Real Estate” atau “Domain”. Biaya rata-rata sewa rumah dengan dua kamar adalah $400. Berarti biaya per bulannya adalah $400 dikali 52 Minggu (dalam satu tahun) lalu dibagi 12 bulan. Sekitar $ 1700.

Untuk menyewa rumah, kalau aplikasi kita diterima oleh agen properti (biasanya proses ini bersifat kompetitif, karena ada banyak calon penyewa yang mengajukan aplikasi untuk satu rumah), maka kita harus membayar juga bond atau jaminan kalau nanti ada kerusakan, maka diambilkan dari biaya bond tersebut sejumlah biaya sewa satu bulan. Jadi kita harus membayar bond $1700 dan sewa satu bulan pertama $1700. Atau sekitar 34 juta Rupiah.

Keduabelas, untuk pertama kali pindah ke rumah kontrakan, tentu kita perlu membeli alat masak, alat makan, alat mandi, perlengkapan tidur dan lain sebagainya, mungkin perlu sekitar $1000 atau 10 juta rupiah.

Baca Juga  Iman, Toleransi dan Kebangsaan: Belajar dari Kasman Singodimedjo

Ketigabelas, bagaimana dengan biaya anak sekolah? Untuk visa 500, PhD student, gratis. Tapi masih tetap harus membeli seragam, jaket, hoodie, raincoat, tas, paket peralatan belajar, sekitar $250 atau 2 juta 500 ribu rupiah.

Sebagai tambahan, usahakan jangan sampai punya masalah dengan kesehatan gigi. Seperti misalnya gigi berlubang harus ditambal dan lain sebagainya. Selain tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan atau OSHC, biayanya sangat mahal. Bisa ribuan dolar yang harus dikeluarkan. Sebaiknya, masalah gigi harus diselesaikan intensif di tanah air sampai tuntas.

Total biaya, untuk satu orang atau single, di atas kertas sekitar $18,900 atau 189 juta Rupiah. Ingat, ini adalah kalkulasi kasar di atas kertas. Bagaimana dengan membawa serta keluarga? Silahkan dihitung sendiri dan ini adalah cerita lain dari para penerima beasiswa PhD yang jarang sekali dibicarakan.

89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Feature

Basra, Mutiara Peradaban Islam di Irak Tenggara

2 Mins read
Pernahkah kamu mendengar tentang kota di Irak yang terkenal dengan kanal-kanalnya yang indah, mirip seperti Venesia di Italia dan dijuluki dengan Venesia…
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds