Tafsir

Shirath al-Mustaqim: Apakah Jalan Kita Sudah Lurus?

2 Mins read
Oleh: An-Najmi Fikri Ramadhan*

Kita pasti sering membaca surah Al-Fatihah dalam salat kita. Salah satu penggalan ayat yang menarik dalam surah Al-Fatihah, adalah pada  ayat 6 yakni kata الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. Secara terjemah kata Shirath al-Mustaqim bermakna jalan yang lurus.

Namun, walaupun sering kita baca dalam sholat, sebagian kaum muslimin hanya membaca tanpa mengetahui maknanya. Padahal dalam sholat yang berati juga doaa, sepatutnya kita memahami apa yang dimohonkan. Lalu sebenarnya seperti apakah dimaksud dengan Shirath al-Mustaqim (jalan yang lurus) dalam penafsiran Al-Qur’an?

Tafsir Al-Azhar

Dalam memaknai الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيم, Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar mengutip beberapa riwayat. Menurut riwayat dari Jabir bin Abdullah, yang dimaksud dengan Shirath al-Mustaqim ialah agama Islam.  Riwayat lain dari Ibnu Mas’ud, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Shirath al-Mustaqim ialah kitab Allah (Al-Qur’an).

Menurut Buya Hamka, Shirath al-Mustaqim memang agama yang benar dan itulah agama Islam. Dan, Sumber petunjuk dalam Islam itu tidak lain ialah Al-Qur’an. Semuanya dapat diambil contohnya dari perbuatan Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat beliau yang utama.

Buya Hamka mengilustrasikan Shirath al-Mustaqim, dunia dimana kita hidup sebagai melalui suatu jalan. Dan dalam perjalanan itu, kita takut akan bahaya dan ingin selamat dalam perjalanan itu. Maka dari itu kita memasukan permohonan puncak dari segala permohonan kepada Allah SWT, yaitu supaya ditunjuki jalan yang lurus.

Tafsir An-Nur

Lafadz اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (Al-Fatihah :6) dalam tafsir Al-Qur’anul Madjid An-Nur karya Hasbi Ash-Shiddiqy, bermakna berilah hidayah (taufik) kepada kami, agar menempuh jalan yang lurus. Hidayah ini yang merupakan petunjuk yang diberikan tuhan.

Kemudian الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيم dalam arti jalan yang lurus adalah sekumpulan pekerjaan (amal) yang mengantarkan kita kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yang terdiri dari berbagai masalah tentang aqidah, syariat, dan etika. Kumpulan pekerjaan itu antara lain meyakini adanya Allah, mengakui kenabiaan Muhammad dan keadaan-keadaan alam dan masyarakat. Dinamai jalan yang lurus, karena jalan inilah yang akan mengantarkan kita ketempat yang dituju seperti yang dikehendaki oleh semua orang. Inilah jalan yang dirasakan dan dipahami maknanya.

Baca Juga  Tafsir Sufistik Ibnu 'Arabi: Menyingkap yang Tak Kasat Mata

Tafsir At-Tanwir

Dalam Tafsir  At-Tanwir, yang disusun Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Ash-Shirath (الصِّرَاطَ ) berati ath-thariq (jalan) yang lurus, lebar, terang, jelas dan mudah. Dimaksudkan shirath adalah agama Allah. 

Mustaqim berati as-sawi (lurus) dengan pengertian terdekat tercepat mencapai tujuan. Dimaksudkan dengan الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيم adalah agama Islam (din al-islam), mencakup akidah, ibadah, dan amal shaleh yang dapat menyampaikan kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jalan lurus ini artinya jalan tauhid, dan jalan tauhid itu juga bermakna jalan rahmah.

Jalan Rahmah adalah jalan mewujudkan kebaikan nyata, bahagia dengan memberi manfaat, maju dengan Ilmu serta sejahtera dengan kecerdasan dan kerja keras. Sebagai mana dalam Al-Qur’an pada ayat lain :

إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُم ۚ مَّا مِن دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا ۚ إِنَّ رَبِّي عَلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ [١١:٥٦

“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus”. (Q.S Hud : 56)

Ash-Shirath al-Mustaqim adalah jalan yang ditempuh para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang yang shaleh. Hal ini yang dijelaskan dalam Q.S An-Nisa’: 69)

وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا [٤:٦٩]

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”.

Perwujudan Ash-Shirath al-Mustaqim yang telah dilakukan Nabi adalah dengan menciptakan jalan terobosan, yang teguh pendirian. Sebagaimana Nabi yang menerobos tradisi negatif pada zaman jahiliyah dengan mengembangkan tradisi positif dan menciptakan peradaban baru. Semua itu dalam mewujudkan rahmatan lil a’lamin.

***

Jelaslah dari penjelasan beberapa tafsir diatas, Shirath al-Mustaqim  ialah agama Islam. Ketika kita telah mempercayai Islam sebagai agama yang lurus, maka konsekuensinya adalah usaha menuju jalan itu. Dengan mewujudkan kebaikan yang nyata, berusaha kerja keras dan senantiasa memberi manfaat kepada orang lain. 

Baca Juga  Strategi Perubahan Sosial Perspektif Alquran

Seperti hal yang dilakukan Nabi Muhammad, menebar tradisi positif yang mencerahkan masyarakat jahiliyah dahulu. Itulah makna Shirath al-Mustaqim (jalan yang lurus). Wallahu’alam bishowab.

*) Mahasiswa Ilmu Qur’an dan Tafsir UMS

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *