Inspiring

Buya Syafii Ma’arif (2): Keilmuan dan Ketuhanan yang Mantap

4 Mins read

Mengulas sosok Buya Syafii secara utuh memang tidak cukup dengan waktu singkat melanjutkan tulisan Buya Syafii Ma’arif (1): Sosok Pejuang Tangguh. Buya menempuh pendidikan melewati masa-masa sulit dan juga karena umur yang lebih tua berbeda dengan mahasiswa di tingkatannya, ia tetap teguh belajar. Rasa malu dan minder ia hilangkan ketika menuntut ilmu. Siapa sangka anak desa Sumpur Kudus bisa juga kuliah sampai ke negeri orang.

Perjalanannya dalam menempuh pendidikan memang tidak selalu mulus, mulai dari penolakan-penolakan universitas kepadanya. Ia tidak menyerah, justru karena hal tersebut ia menjadi semakin semangat dan bergairah untuk menuntut ilmu. Amerika Serikat, negara dimana Buya Syafii memperoleh gelar S-2 program master di departemen sejarah Universitas Ohio, dan S-3 program studi bahasa dan peradaban timur dekat Universitas Chicago.

Keberangkatannya ke AS sewaktu pertama kali sempat tertunda karena pada saat itu Ikhwan sedang berada dalam kondisi yang tidak bisa ditinggal, lagipun beliau tidak tega meninggalkan Lip sendirian menjaga anak mereka tersebut.  Mengingat kembali, Lip adalah panggilan Buya Syafii kepada istrinya. Gelar S-3 nya merupakan saat dimana kerisauan hatinya semakin menjadi-jadi.

Meskipun Lip memang tidak pernah mengeluh minta agar suaminya pulang tetapi tetap saja Buya Syafii merasa harus bertanggung jawab untuk keluarga, apalagi di Indonesia hanya Lip sendiri yang mengurus anak mereka, Hafiz. Akhirnya ia berniat untuk membawa Lip dan Hafiz ke Amerika walaupun untuk mewujudkan hal itu ia harus mendapatkan nilai A di setiap mata kuliahnya.

Hal ini merupakan tantangan besar baginya. Tentu saja, dengan umur yang tidak lagi muda ia harus bekerja ekstra dengan otaknya, tetapi begitulah tekadnya untuk membawa Lip dan Hafiz. Syukurnya tantangan itu ia tuntaskan dengan memuaskan. Peristiwa ini menunjukkan betapa besar cinta Buya Syafii terhadap ilmu dan keluarga. Kecintaannya akan belajar tidak mengurangi kewajibannya terhadap keluarga.

Baca Juga  Murtadha Muthahhari, Ketua Dewan Revolusi Islam Iran

Toleransi Beragama

Menurut Buya Syafii, Islam merupakan pilihannya yang terbaik dan terakhir, hak sama harus pula diberikan secara penuh kepada siapa saja yang mempunyai keyakinan selain itu. Berdasarkan pemahamannya terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah [2]:256, surat Yunus [10]:99, dan masih ada beberapa ayat lagi. Planet bumi ini bukan hanya untuk pemeluk Islam, tetapi untuk semua, apakah mereka beriman ataupun tidak.

Semuanya punya hak yang sama untuk hidup dan memanfaatkan kekayaan bumi ini di atas dasar keadilan dan toleransi. Tak seorang pun punya hak monopoli atas bumi ini. Oleh sebab itu, umat Islam semestinya secara aktif mengembangkan budaya toleransi ini dengan syarat pihak lain pun berbuat serupa. Jika ada gerakan agama atau politik yang ingin mengusir peradaban dan kemanusiaan yang harus dilawan, apa pun agama dan kepercayaannya.

Prespektif Buya Syafii Terhadap Kedudukan Perempuan

Kedudukan perempuan dalam politik merupakan sesuatu yang tabu dalam khazanah Islam klasik, bahkan di era modern sekalipun. Buya Syafii mengemukakan pendapat terkait masalah kepemimpinan perempuan ini berangkat dari diktum Al-Qur’an tentang terbukanya pintu kemuliaan di sisi Allah buat mereka yang paling taqwa, laki-laki maupun perempuan (Surat Al-Hujurat[49]:13).

Seorang Muslim laki-laki dan perempuan yang bertaqwa dijamin ayat ini untuk meraih kemuliaan di sisi Allah, asal diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Posisi pemimpin formal (laki-laki dan perempuan) akan menjadi mulia di mata rakyat jika ia bertaqwa dengan menegakkan keadilan dan siap bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bersama tanpa pilih kasih.

Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya yang tepat. Sebaliknya zalim adalah meletakkan sesuatu pada tempat yang salah. Pemimpin laki-laki atau perempuan yang adil haruslah memenuhi kriteria yang elementer tetapi cukup mendasar ini. Dengan pemikiran semacam ini, beliau ingin melihat dunia tanpa diskriminasi.

Baca Juga  Muhammad Ali Taher, Politikus Dermawan Muhammadiyah

Kemudian dalam perihal pernikahan, monogami atau poligami. Dalam surat Al-Nisa [4]:3 terkesan dibolehkan beristri lebih dari satu, namun berhubungan dengan ayat 129 pada surat yang sama menegaskan bahwa keadilan itu tidak mungkin, sekalipun suami ingin berbuat adil. Dengan menyandingkan kedua ayat ini, Buya Syafii menyimpulkan bahwa pernikahan dalam Islam adalah monogami, sedangkan pintu poligami tertutup rapat kecuali dalam kasus-kasus yang sangat darurat.

Ibadah yang Utama

Profesi mengajar sebagai dosen telah dilakoni oleh Buya Syafii sudah cukup lama. Pernah beliau berkesempatan menjalankan tugas sebagai dosen mengajar mata kuliah terkait kajian Islam. IKIP Yogyakarta melihat kualifikasi tersebut sangat sesuai untuk Buya Syafii yang saat itu telah bergelar Ph.D dalam kajian Islam.

Akhirnya ia pun bertolak ke Malaysia untuk menjalankan tugas di UKM (Universitas Kebangsaan Malaysia). Selama dua tahun beliau mengajar dengan hasil kerja yang memuaskan dan suasana kerja yang bisa dibilang memuaskan. Beliau memutuskan bersama Lip untuk menunaikan ibadah rukun Islam ke lima.

Pihak UKM sendiri sebenarnya berusaha membujuk agar Buya Syafii bersedia untuk memperpanjang kontrak mengajarnya. Namun, beliau memutuskan untuk tetap kembali ke Indonesia mempersiapkan segala hal untuk menunaikan haji. Selain itu, beliau juga memiliki tujuan lain.

Tujuannya adalah ingin mengabdi kepada Muhammadiyah yang turut hadir dalam perkembangan karirnya dan yang menuntunnya sampai  saat ini menjadi pribadi yang lebih baik. Walaupun tawaran untuk memperpanjang kontrak merupakan hal luar biasa yang tidak semua orang akan mendapatkan kesempatan tersebut dikarenakan pihak UKM yang telah sepenuhnya percaya dan menyukai kinerja Buya Syafii, beliau tetap memutuskan untuk kembali.

Payung Pelindung Pemikir-Pemikir Muda Muhammadiyah

Buya Syafii menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah terhitung sejak Desember 1998 sampai dengan Juli 2005. Beliau dalam masa tugasnya tersebut dijadikan sebagai masa-masa untuk menggumuli Muhammadiyah secara intensif, bahkan beliau telah mengunjungi hampir semua wilayah di Indonesia kecuali provinsi-provinsi baru pada saat itu, antara lain Gorontalo, Bangka-Belitung dan Sulawesi Barat Daya.

Baca Juga  Al-Khawarizmi, Ilmuwan Muslim Penemu Aljabar

Selain itu, kunjugan pun merata sampai ke beberapa PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) sebagai interaksi yang lancer kepada warga persyarikatan. Namun, dalam masa kepemimpinannya beliau mengakui masih banyak yang tidak dapat dilakukannya. Tetapi tampaknya beliau berhasil menjadi pendorong dan payung pelindung bagi pemikir-pemikir muda Muhammadiyah, bidang pemikiran keislaman.

Begitulah kiranya cerita-cerita yang tertuang dalam titik-titik kisar perjalanan seorang Buya Syafii. Begitu banyak hikmah dan pembelajaran dari kisah dalam buku beliau ini. Peristiwa-peristiwa yang membawa Buya Syafii berada dalam keterpurukan sampai kembali ke puncak aktualisasi diri. Bukan hanya pemikirannya saja yang cemerlang, akan tetapi kepribadiannya pun menerangi diri, keluarga serta lingkungan sekitarnya, memberikan dampak baik bagi persyarikatan dan bangsa.

Editor: Wulan

Avatar
3 posts

About author
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta. Sekretaris Koordinator Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UHAMKA Jakarta Selatan.
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds