Tidak hanya sebatas rutinitas dan aktivitas biasa, manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk beribadah kepada-Nya. Di dalam konsep ibadah, kita mengenal ada dua wujud penghambaan hamba kepada sang penciptanya, yaitu hubungannya dengan Allah dan sesama umat manusia.
Sebagai implementasi dari wujud hubungan antara sesama umat manusia, jual beli (muamalah) sebagai jalinan cinta kasih antar sesama makhluk ciptaan-Nya. Rasulullah juga menganjurkan kepada umat muslim untuk menjadi pedagang. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya sebaik-baiknya usaha adalah usaha berdagang.” (HR. Baihaqi).
Munculnya wabah COVID-19 menimbulkan banyak perubahan, baik dari bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan lebih para lagi di bidang perekonomian. Banyaknya karywan yang di-PHK membuat mereka berputar otak dan beralih menjadi pedagang kecil-kecilan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Di samping itu, pedagang kecil dan menengah akan terus bertahan untuk mempertahankan dagangannya di tengah maraknya pandemi ini.
Strategi Berdagang Menurut Rasulullah SAW
Pertama, Bersikap Jujur. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya para pedagang (pengusaha) akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai para penjahat kecuali pedagang yang bertawakkal kepada Allah, berbuat baik dan jujur.” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah dikenal dengan sifat jujurnya termasuk dalam berdagang. Beliau tidak pernah mengurangi takaran pada dagangannya, justru beliau menambahkannya agar pembeli senang dengan pelayanan beliau. Hal ini tentu membuat pembeli senang dan suka berbelanja di tempat perdagannya Rasulullah.
Beliau selalu membicarakan terkait kekurangan dan kelebihan kondisi dagangan beliau kepada pelanggan, sehingga apabila para pembeli barang tersebut setidaknya mereka telah mengetahuinya. Dari sinilah sumber julukan Al-Amin beliau dapatkan dalam hal ber-muamalah.
Kedua, menjual barang dagangan dengan kualitas yang bagus. Di dalam dunia perdangangan, selain kuantitas dari barang dagangan kualitas pun sangat perlu diperhatikan. Hal ini yang akan membuat nilai barang tersebut menjadi semakin mahal. Kuantitas dan kualitas menjadi nilai tarik bagi pembeli.
Rasulullah tidak pernah menjual barang yang cacat karena akan merugikan pembeli. Karena itu, Rasulullah sangat memperhatikan dan menjaga kualitas barang dagangan beliau. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah, Uqbah bin Amir pernah mendengar Rasulullah berkata, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak halal bagi seorang muslim yang menjual barang ada cacatnya kepada temannya, kecuali dia jelaskan.” (HR Ibnu Majah).
Ketiga, ambillah keuntungan sewajarnya. Pedagang tentu memikirkan keuntungan dari usaha daganganya. Namun, tidak jarang ada pedagang yang mengambil keuntungan atau laba tinggi tanpa memikirkan nasib pembeli. Nabi Muhammad SAW semasa berdagan selain tujuannya mencari keuntungan tetapi juga mencari keberkahan dari jualan beliau.
Sebagaimana Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan akhirat, akan kemi tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan dunia, kami berikan kepadanya sebagian keuntungan dunia dan tidak ada suatu kebahagian pun di akhirat.” (Q.S. Asy-Syuraa: 20).
Keempat, tidak mudah putus asa. Sebagaimana Allah SWT berfirman: “…Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87).
Sikap ini sangat diperlukan saat menjalankan usaha apapun, termasuk berdagang. Seorang pedagang tidak akan berhasil jika mudah putus asa. Perlu diingat, dalam setiap usaha selalu membutuhkan proses. Sehingga perlu kesabaran dalam menjalaninya.
Manfaat Berdagang yang Berprinsip Islam
Islam hadir sebagai pembawa solusi pada semua aspek kehidupan, termasuk di dalam urusan berdagang. Prinsip-prinsip Islam ada bukan hanya untuk membuat segala sesuatu berhasil seperti yang manusia harapkan, tetapi lebih daripada itu untuk menjamin setiap hal yang dilakukan manusia menjadi berkualitas di dunia dan nantinya juga di akhirat.
Prinsip pertama, tiada berhenti mencari ilmu dan pengalaman. Dalam bisnis, barang siapa yang menguasai pengetahuan atau informasi bisnis, akan bisa menguasai pasarnya. Bisnis tidak selamanya tetap, tetapi kondisi terus berubah-ubah, sehingga sangat perlu untuk terus belajar bagaimana mengatasi berbagai kondisi (survive).
Prinsip kedua, istikamah atau keberlangsungan yang tetap. Dalam bisnis, tentunya ada target-target yang harus dicapai dan dijaga. Target yang telah dicapai setiap harinya harus dijaga keberlangsungannya terus menerus atau bahkan ditingkatkan. Target akan membawa kepada tujuan akhir, sehingga bagaimana apabila target tidak secara istikamah dapat terpenuhi? Tentunya akan mendekatkan pada kegagalan.
Prinsip ketiga, menjaga keberkahan. Semua hal yang dilakukan hingga pada tujuannya yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada keberkahan di dalamnya. Supaya bisnis ada dalam koridor keberkahan, tentunya perlu mematuhi dan tidak melanggar hukum-hukum Islam. Keberkahan adalah karunia terbesar untuk hasil yang diharapkan, sehingga manfaat pada kepuasan hidup akan lebih terasa di dalam benak masing-masing.
Prinsip keempat, memberi manfaat menyeluruh. Maksud dari manfaat menyeluruh adalah bisa memberikan materi (kebendaan) dan juga non-materi. Islam selalu memandang bahwa tujuan suatu tindakan usaha atau amal perbuatan tidak hanya berorientasi pada keuntungan harta fisik semata, tetapi masih ada tiga orientasi lain, yaitu;
1). Memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui berbagai kesempatan untuk merangkul manusia lain melalui misalnya bantuan sosial (sedekah), penyediaan lapangan kerja, atau bekerja sama dagang. 2). Membangun nilai-nilai akhlak mulia dalam setiap aktivitas bisnis sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional. 3). Segala aktivitas yang dilakukan harus dijadikan sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, sehingga ketika sedang berusaha dan bekerja akan tetap ingat pada-Nya.