Suhrawardi memiliki nama lengkap Syihabuddin Yahya bin Amirak as-Suhrawardhi al-Maqtul. Suhrawardi dinilai memiliki kekayaan intelektual di umurnya yang masih muda, yang membuat para ulama pada masa itu merasa iri akan kecerdasan intelektual yang dimilikinya. Sebab rasa iri para ulama yang semakin membesar hingga berujung fitnah pada dirinya, akhirnya Suhrawardi dijatuhi hukuman mati oleh pemimpin saat itu.
Sebab kematiannya yang dibunuh, Suhrawardi diberi julukan al-Maqtul, yang artinya terbunuh. Suhrawardi juga diceritakan hanya hidup berkisar 35-38 tahun. Umur singkat yang dimiliki oleh Suhrawardi tidak berlalu begitu saja dengan sia-sia. Semasa hidupnya, dia berhasil menemukan suatu hal yang baru dengan pemikirannya, yaitu tentang filsafat iluminasi.
Suhrawardi memiliki setidaknya empat karya saat masa hidupnya. Hikmah al-Israq merupakan karya terakhir dan menjadi karya fenomenal yang dibuat oleh Suhrawardi dari empat karya lainnya. Karyanya ini memuat prinsp-prinsip filsafat iluminasi yang disusun secara sistematis, singkat, dan dalam bentuk yang indah nan sempurna. Karya ini memuat pengertian intuitifnya sendiri tentang dasar filsafat.
Pengetahuan Sejati Menurut Suhrawardi
Dalam pendahuluan pada kitab Hikmah al-Isyraq berisi tentang pendukung dari teori umum filsafat iluminasi. Intuisi serta pengalaman merupakan suatu hal yang menjadi dasar dalam upaya memperoleh pengetahuan (epistemologi).
Menurut Suhrawardi, pengetahuan yang sejati adalah pengetahuan yang dialami langsung oleh diri individu atau knowledge by person. Dalam konteks ini, pengetahuan tidak berasal dari dimensi eksternal manusia, melainkan manusia sendiri yang berupaya untuk mendapatkan pengetahuan tersebut dari dalam dirinya.
Suhrawardi dikisahkan pernah bertemu secara langsung dengan Aristoteles di mimpinya. Pertemuannya tersebut menjadi jalan atas perenungannya hingga dia menemukan teori epistemologinya. Saat bertemu Aristoteles, Suhrawardi bertanya kepadanya “Aristoteles, bagaimana cara untuk menemukan kebenaran ?”. Aristoteles menjawab “ Pengetahuan tidak dicari dimana-mana, pengetahuan dapat kamu temukan di dalam dirimu sendiri”.
Pertemuan tersebut membuat Suhrawardi berpikir keras dan merenungi ungkapan Aristoteles yang berada dalam mimpinya. Setelah perenungannya dalam beberapa waktu, akhirnya Suhrawardi menemukan titik terang dari ungkapan Aristoteles.
Suhrawardi menyadari salah satu ayat pada Al-Qur’an yaitu QS. An-Nur ayat 35 terdapat perintah untuk menemukan pengetahuan dengan metode cahaya atau menerima pencerahan langsung dari Allah Swt.
Dalam upaya mendapat pencerahan dari Allah, Suhrawardi berpendapat setidaknya terdapat tiga metode untuk meraihnya. Metode-metode yang ditawarkan oleh Suhrawardi memiliki kandungan-kandungan sufistik meskipun tidak sama persis dengan maqam-maqam yang ada di ajaran tasawuf. Namun, dalam tujuan utamanya ditegaskan agar manusia dapat menerima cahaya langsung dari Allah.
Tahapan Memperoleh Pengetahuan
Untuk memperoleh pengetahuan dengan metode Iluminasi, ada tahapan-tahapan yang harus kita lalui. Di antaranya;
Pertama, kita harus melakukan aktivitas-aktivitas seperti mengasingkan diri selama 40 hari dan pantangan untuk memakan daging. Seseorang ditekankan untuk meninggalkan dunia agar dapat dengan mudah dalam mendapatkan pengalaman. Dengan aktivitas-aktivitas tersebut, seorang filsuf dengan kekuatan intuitif dalam dirinya, terdapat suatu bagian ‘cahaya Tuhan’ (al-Bariq al-Ilahi).
Kedua, cahaya Tuhan memasuki wujud manusia. Cahaya ini adalah manifestasi pengetahuan yang berperan sebagai pengetahuan yang sebenarnya. Tahap pertama mengantarkan kepada tahapan yang kedua ini.
Ketiga, tahap untuk membangun ilmu yang benar (al-Ilm al-Shaiq). Dalam tahap ini filsuf menggunakan analisis diskursif. Pengalaman diposisikan pada pengujian dan sistem untuk membuktikannya adalah dengan metode rasional (burhani).
Keempat, menjadikan filsafat iluminasi sebagai bentuk filsafat. Tahap terakhir dan tahap ketiga hanya sebatas unsur-unsur dalam filsafat iluminasi yang harus kita diakses. Sedangkan tahap satu dan dua harus dilakukan dengan pengalaman.
Dari tahapan-tahapan untuk mencapai pengetahuan iluminasi tersebut sebenarnya dapat dilakukan juga dengan melakukan tindakan-tindakan dalam tasawuf. Meskipun dalam hal tersebut, Ia sendiri tidak menemukan adanya kesamaan dengan tasawuf.
Dalam tahap pertama, Suhrawardi menganjurkan kepada kita untuk mengalienasi diri atau melakukan upaya untuk menjauhi dunia dan melarang untuk memakan daging. Dalam hal ini, kita dapat juga melakukannya bersamaan dengan praktik-praktik dalam tasawuf.
Bertasawuf dan metode untuk memperoleh pengetahuan iluminasi merupakan upaya yang sama untuk menuju kepada Allah Swt.
Dengan kita melakukan kedua-duanya, kita juga tidak mengalami kerugian dalam hal mencapai kebenaran pengetahuan. Melainkan kita akan mendapatkan suatu yang bermanfaat saat melakukan keduanya secara bersamaan. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri juga bahwa sebenarnya tahapan pertama merupakan manifestasi maqam zuhud yang ada dalam ajaran tasawuf.
Editor: Soleh