Akhlak

Tabayun dan Keadaban Publik

3 Mins read

Ruang publik kita saat ini benar-benar gaduh. Setiap hari, kita mendapati sebaran info di media sosial yang berisi kekerasan verbal, kemarahan yang meluap-luap, umpatan dan caci maki, absen dari keadaban publik. Ia terjadi kerap hanya karena tersulut usai melihat berita bergambar (meme), membaca judul berita, atau menerima kabar lain yang dibagikan.

Kabar yang datang langsung ditelan mentah-mentah, tanpa upaya mencari tahu kebenarannya, atau sekadar menangguhkan diri untuk ikut menyebarluaskan lantaran meragukan kesahihannya. Nalar seolah tak bekerja untuk menyaring informasi. Kita seolah kehilangan tradisi klarifikasi, verifikasi, chek and recheck (tabayyun) dalam menerima kabar peristiwa. Padahal, perintah bertabayun merupakan firman Allah sebagaimana termaktub dalam Surah al-Hujurat/49: 6, yang berbunyi,

Wahai kalian yang telah menerima iman! Jika ada orang fasik datang kepada kalian dengan membawa berita (fitnah), gunakanlah penilaian kalian, agar kalian tidak menyakiti suatu kaum tanpa sengaja dan kemudian dipenuhi penyesalan akibat apa yang telah kalian lakukan.

Tabayun, Menciptakan Maslahat

Perintah untuk menangguhkan tindakan atau menilai suatu kabar, menurut Muhammad Asad dalam The Message of the Quran (Mizan, 2017, Jilid 3, h. 1006), adalah anjuran kuat untuk meneliti terlebih dahulu suatu berita atau rumor sebelum memercayainya. Jika untuk memercayainya saja kita diminta untuk mencari tahu kebenarannya, apalagi untuk menyebarluaskannya ke khalayak publik, tentu derajat kualitasnya harus benar-benar sahih tanpa terselip lagi keraguan sedikit pun.

Tradisi klarifikasi harus dihidupkan di kalangan umat guna menciptakan maslahat, seraya membentengi seseorang membuat kerusakan dan merugikan orang lain. Saking pentingnya berhati-hati menyebar kabar meragukan, Islam menyebut penyebar berita bohong atau kabar meragukan itu sebagai ‘fasik’. Tindakan menyebarkan berita yang belum terbukti kebenarannya, sehingga mempengaruhi reputasi seseorang, merupakan suatu pelanggaran spiritual.

Baca Juga  Karakter Hanif: Keistikamahan dalam Kebaikan

Ajakan tegas unuk bertabayun harus terus digemakan, sebab dalam beberapa kasus terjadi, informasi keliru dapat menyulut berbagai tindakan anarkis, perundungan, dan aksi merugikan lainnya. Karut-marut di dunia nyata merupakan imbas dari gaduhnya dunia maya. Situasi itu menunjukkan adanya krisis keadaban publik (public civility) dalam masyarakat.

Sebagian masyarakat sulit sekali memahami orang lain, mencurigai keragaman sebagai ancaman, dan mudah tersulut provokasi oleh sentimen SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).

Keadaban (civility) merupakan elemen penting yang harus dimiliki sebuah masyarakat majemuk, di mana hidup berbagai serikat dengan latar belakang beragam. Civility, mengutip Nurcholish Madjid, memuat makna toleransi, di mana setiap pribadi bersedia menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial. Selain itu, setiap warga juga bersedia menerima pandangan yang sangat penting bahwa tidak selalu ada jawaban yang benar atas suatu masalah.

Pandangan ini perlu dikemukakan, sebagai refleksi bersama, sebab belakangan kita menyaksikan begitu banyak ironi yang mencuat ke permukaan kehidupan sosial kita. Banyak kelompok yang memperjuangkan demokrasi dan nilai-nilai terpuji lainnya kerap kali tidak mencerminkan nilai-nilai itu dalam diri kalangan mereka sendiri ataupun pribadi para tokohnya. Keadaban diabaikan, menghilang, kalah oleh berbagai dorongan kepentingan individual.

Padahal, keadaban merupakan ciri penting yang mesti dimiliki warga. Ia membatasi seseorang berbuat destruktif bagi yang lain.

Keadaban Publik Harus Menjadi Watak

Wattimena dalam laman rumahfilsafat.com (2010) menyebut, keadaban publik dibentuk melalui tiga unsur, yakni keinginan untuk hidup bersama, empati, dan kepatuhan pada aturan yang adil. Dilihat dari sisi ini, tradisi tabayun terkandung dalam tiga unsur penting pembentuk keadaban publik tadi.

Tanpa ketiga unsur di atas, keadaban publik hanya angan-angan belaka. Tanpa keadaban publik hidup bersama menjadi malapetaka. Kegelisahan dan konflik sosial akan menjadi bagian dari rutinitas warga. Disharmoni menjadi fakta hidup sehari-hari warga.

Baca Juga  Civil Society Berbasis Gerakan Islam

Mesti dipertegas bahwa dasar dari keadaban publik ialah keinginan untuk hidup bersama. Dalam arti ini, kebersamaan bukan hanya sekadar berada bersama, melainkan sungguh hidup bersama dalam relasi yang dinamis-setara. Tanpa saling menihilkan peran masing-masing dan antarwarga memiliki perasaan saling membutuhkan, saling mengandaikan satu sama lain.

Dari sudut pandang iman, inilah etika agama yang sesugguhnya. Panduan moral yang menegaskan pentingnya hidup besama, menciptakan masyarakat harmonis, berkontribusi membentuk kerekatan sosial, dan bertabayun guna mencari kebenaran dari suatu kabar atau peristiwa.

Panduan moral inilah yang melahirkan keadaban publik, yakni suatu tatanan sosial luhur, sebuah iklim dan situasi yang kondusif bagi kebaikan dan kesejahteraan hidup bersama.

Keadaban publik ini harus menjadi watak, tabiat, dan karakter setiap warga bangsa, yang terwujud melalui pembiasaan bertindak positif. Hanya dengan menjadikan keadaban publik sebagai tabiat, watak atau karakter anak-anak bangsa, negeri ini dapat menata jalan hidup sosialnya menjadi lebih berdaya positif di masa depan, yang bebas dari kekerasan verbal, mampu keluar dari krisis moral dan kemelut yang mengancam kerekatan sosial.

Editor: Shidqi Mukhtasor

Avatar
6 posts

About author
Direktur Eksekutif Nurcholish Madjid Society
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds