Tafsir

Tafsir tentang Nahi Munkar

3 Mins read

Kata munkar disebut sebanyak 37 kali dalam al-Qur’an, antara lain disebut dalam surat Al-Ma’idah/S:79. Dari membaca ayat itu saja sulit diketahui apa makna yang sesungguhnya. Ayat itu berbunyi demikian: 

كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang telah mereka perbuat, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampui batas. 

Dalam ayat tersebut hanya diterangkan sebab-sebab dari perbuatan munkar itu, yakni sikap durhaka dan melampaui batas. Jika kita baca ayat sebelumnya, maka yang dimaksud dengan mereka yang telah melakukan perbuatan munkar itu adalah sebagian kaum Yahudi keturunan Dawud dan Isa Ibn Maryam.

Dalam ayat selanjutnya dijelaskan pula bahwa kaum Yahudi itu tolong-menolong dengan orang-orang musyrik yang menentang kenabian Muhammad s.a.w. Dalam ayat sebelumnya disebutkan pula bahwa kaum Yahudi yang disebut juga sebagai Ahl-u ‘IKitab itu telah “berlebih-lebihan (melampui batas) dengan cara yang tidak benar dalam agama”. Mereka juga telah “mengikuti hawa-nafsu,” “menyesatkan sebagian manusia” dan mereka itu lah orang-orang “tersesat dari jalan yang lurus.” Jika dihubungkan dengan sikap ma ‘ruf, maka salah satu ciri perbuatan munkar adalah berlebih-lebihan dan melampaui batas, sebagai lawan dari yang sepatutnya dan sepantasnya atau wajar.

Kisah Nabi Khidir

Keterangan tentang perbuatan munkar itu barangkali dapat dicari dalam ayat 74, surat al-Kahfi (surat ke-l8) yang mengisahkan Nabi musa a.s dengan Nabi Khidir. Musa adalah orang yang paling pintar dan bijaksana di antara Bani israil, kecuali jika dihadapkan kepada Nabi Khidir kepada siapa Musa a.s. pernah berguru. Dalam berguru itu ia mengikuti perjalanan Nabi Khidir dengan syarat yang diminta oleh gurunya itu, yakni agar bersabar untuk tidak setiap kali bertanya tentang perbuatan gurunya yang bijaksana itu.

Baca Juga  Menegakkan Keadilan adalah Perintah Al-Qur'an

Ternyata Musa tidak bisa memenuhi syarat itu dan selalu bertanya bernada protes tentang apa yang dilakukan Khidir. Ketika Khidir melakukan suatu perbuatan aneh dengan melubangi sebuah perahu yang bisa mengakibatkan tenggelamnya kapal beserta penumpangnya itu, Khidir berkata: “Bukankah aku telah berkata, sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama denganku.” 

Musa yang perkasa itu memang punya kelemahan, yakni bertemperamen panas, tidak sabar dan lekas marah karena rasa keadilannya yang luar biasa mendalam. Protesnya kepada Khidir yang pertama disusul dengan protes yang kedua. Al-Qur’an bertutur demikian:

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا

(Al Kahfi : 73)

Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak. maka Khidlr membunuhnya. Musamemprotes: “Mangapa kamu membunuh jiwa yang masih bersih, bukan karena ia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang munkar” 

Tanpa menunggu keterangan Khidir, Musa yang tidak sabar dalam melihat perbuatan buruk itu langsung bertanya, tetapi dengan nada memprotes, dengan melakukan tuduhan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Khidlr itu adalah munkar. Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu contoh perbuatan munkar adalah membunuh, demikian pula perbuatan merusak yang menyebabkan orang lain celaka.   

Kisah Maryam

Keterangan yang serupa diberikan oleh ayat 27 dan 28 surat Maryam (surat ke-19). Kali ini yang dituduh melakukan perbuatan munkar adalah Maryam, ibu Nabi ‘lsa a.s. Ceritanya adalah sebagai berikut: 

فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَهَا تَحْمِلُهُ قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا (27) يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا

(Maryam : 27-28)

Baca Juga  Pentingnya Membaca Al-Qur’an Secara Tartib Nuzuli

“Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: “Hai Maryam,sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang munkar. Hai saudara Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah pezina”

Karena ketidaktahuan, melihat Maryam menggendong anak, sementara itu masyarakat belum mengetahui apakah Maryam itu telah kawin-dan setahu mereka, Maryam belum pernah kawin-maka kaumnya menuduhnya telah berbuat munkar. Dikatakan bahwa orang tua Maryam bukanlah orang jahat, demikian pula bukan penzina. Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan munkaradalah perbuatan yang dituduhkan kepada Maryam, yakni berzina. Semua perbuatan jahat adalah munkar

Umat Nabi Luth

Contoh perbuatan munkar yang lain adalah apa yang dilakukan oleh umat Nabi Luth. Dalam surat al-‘Ankabut/ 29:29 disebutkan apa yang disebut sebagai perbuatan “keji dan munkar.” Agaknya ada yang lebih buruk dari perbuatan yangmunkar, yakni perbuatan yang keji (fahisya ‘,fahsya’) dan munkar sekaligus. Perbuatan itu adalah laki-laki yang mendatangi laki-laki atau homoseksualitas. Di kalangan perempuan, perbuatan itu disebut lesbian.

Dalam surat al-Nur/ 24:21, perbuatan semacam itu disebut sebagai hasil godaan setan, bahkan dapat disebut sebagai langkah setan (lihat, “Syaythan dalam al-Qur’an,” dalam Syaythan). Karena perbuatan keji dan munkar itu sangat dilarang, maka setiap khatib telalu mengingatkan di setiap Jum’at bahwa Allah itu melarang perbuatan keji dan Munkar. Peringatan itu diambil dari sebuah ayat al-Qur’an s. al-Nahl/ 16:90: 

نَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

(al Nahl : 90)

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) untuk berlaku adil dan berbuat kebaikan, memberi kepada kaum kerabat. dan Allah melarang kamu dari perbuatan keji, munkar dan pemusnahan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” 

Mula-mula, dikatakan bahwa Allah menyuruh kita semua untuk berbuat adil dan kebajikan serta memberi kepada kaum kerabat. Dan sebaliknya Allah juga sekaligus melarang kita dari perbuatan keji, munkar dan permusuhan. Di sini ada tiga perbuatan yang dilarang, yakni berbuat keji, melakukan kemunkaran dan menciptakan permusuhan. 

Baca Juga  Strategi Menjadi Pedagang Sukses ala Rasulullah

Mencegah Munkar dengan Shalat

Dalam hal ini Allah memberi petunjuk bahwa perbuatan yang dikehendaki itu dapat dicegah dengan shalat. Ayat mengenai shalat ini juga sangat terkenal. Ayat (Q., s. al-“Ankabut/ 29:45) ini berbunyi: 

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

(Al Ankabut : 45)

Sesungguhnya shalat itu mencegah orang dari perbuatan keji (fahsya’) dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar keutamaannya (dari ibadah-ibadah lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. 

Mengingat Allah melalui shalat adalah cara untuk mencegahseseorangdari perbuatan keji dan munkar. Pertanyaannya mungkin adalah, mengapa orang yang telah shalat itu belum tentu terhindar dari perbuatan keji dan munkar

.

Sumber: Ensiklopedi al-Qur’an

.

Editor: Azaki Khoirudin
Avatar
5 posts

About author
Muhammad Dawam Raharjdo terkenal sebagai ekonom dan tokoh agama. Ia telah banyak menulis buku-buku baik tentang ekonomi maupun tentang agama Islam. Dawam pernah menjadi ketua dari ICMI se-Indonesia, pemimpin Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur'an, dan ketua yayasan ELSAF (Lembaga Studi Agama dan Filsafat).
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds