Falsafah

Taha Husein: Empat Alasan Umat Islam Harus Mencontoh Barat

3 Mins read

Antara Agama dan Peradaban

Dalam dunia Islam sendiri sering terjadi perselisihan antara agama dan peradaban. Di mana, Islam sendiri mengikuti peradaban modern dengan kultur Barat. Islam sendiri memperbolehkan mengikuti kultur Barat, akan tetapi mengambil hal baiknya saja hal yang buruk tidak. Seperti yang dikemukakan oleh Taha Husein, jika ummat Islam ingin berkembang, maka mereka harus menerapkan peradaban Barat.

Tentang Taha Husein

Taha Husein merupakan seorang penulis dan intelektual yang berpengaruh di Mesir. Ia juga seorang ketua figure untuk Renaissance Mesir dan gerakan Modernis di Timur Tengah. Sehingga, Taha diberi julukan “Bapak Sastra Arab”.

Taha Husein dilahirkan di sebuah desa yang bernama Maghagha, tepatnya di Mesir pada tanggal 15 November 1889. Meskipun buta, Taha tetap melanjutkan sekolahnya untuk mewujudkan cita-citanya. Menurut orang Mesir, kebutaan bukan menjadi pengahalang bagi mereka untuk melanjutkan pendidikannya.

Setelah mendapat beasiswa di Al-Azhar, Taha telah pindah ke Universitas Cairo. Di Universitas tersebut, ia memulai berlajar dengan alam pemikiran Barat dari beberapa orientalis. Taha berhasil mendapatkan gelar Doktor dengan mempertahankan disertasinya yang berjudul The Philosophy of Ibn Khaldun: Introduction and Critism (1918).

Setelah menyelesaikan pendidikan, Taha Husein ditunjuk menjadi redaktur Koran al-Syiasat.

Taha dan Gagasan Sekularisasi

Taha Husein sempat menghebohkan serta menimbulkan tindakan yang keras dari kalangan ulama Mesir dengan gagasan sekularisasinya. Sekularisasi merupakan sebuah hal yang membawa ke arah kehidupan yang tidak berdasarkan apa yang diajarkan agama dengan melalui modernisasi dan rasionalisasi.

Perlu digaris bawahi, bahwa sekularisasi yang terjadi dalam Islam itu sangat beda dengan yang terjadi di Barat. Sekularisasi yang terjadi di Barat bermula dari pemisahan ilmu politik dan kejadian dunia dari agama hingga berakhir dengan terlepasnya ilmu dari gereja.

Baca Juga  Ulil Abshar: Dua Mitos Isu Israel-Palestina

Sedangkan, sekularisasi di Islam bermula dari melepaskan umat dari ketertarikan tradisi yang termasuk ajaran agama yang merupakan interpretasi dari orang dahulu dan kembali pada Al-Qur’an dan hadis.

Seperti yang dikatakan oleh Harun Nasution, melepaskan umat dari keterlibatannya dalam ajaran agama yang dzanny. Yang mana merupakan tradisi pemahaman umat Islam [Nasution, 1982]. Taha Husein sudah melakukan pengkajian yang bermakna terhadap nash-nash Al-Qur’an dan hadis.

Taha Husein: Menyinambungkan Masalah Masa Lalu dengan Masalah Hari Ini

Taha Husein sanggup menelusuri kesinambungan masalah pada masa kini dengan masa yang lampau dalam peradaban. Serta mampu mengembangkan sikap analitis terhadap Barat dan juga sikap kritis terhadap warisan kesejarahanya sendiri.

Sehingga, Taha dapat mengemukakan bahwa pada dasarnya orang Islam itu dinamis. Kedinamisannya merupakan kesinambungan dari nenek moyang (masyarakat) terdahulu.

Jika orang Islam ingin berkembang seperti halnya orang Barat, maka orang Islam harus mengikuti jalan orang Eropa agar sebanding dengan mereka serta bisa saling berkerja sama dalam peradaban.

Saat Reneissance di Eropa, timbullah tiga implikasi; yakni implikasi material, kemanusiaan, dan juga teknik. Peradaban modern yang utama dalam aspek ilmu dan teknologi dapat mempengaruhi manusia. Sebab, dengan adanya perubahan zaman, manusia tidak lagi dihadapkan dengan kultur. Akan tetapi berkembang secara otonomi dari yang lain hingga menuju masyarakat global.

Adapun ide Taha Husein dapat mengalihkan peradaban Barat dengan berbagai aspek. Ia dapat mengemukakan bahwa umat Islam melintasi jalan orang Eropa agar ia menjadi sejajar dengan mereka dan menjadi partner mereka dalam peradaban, dalam keburukan, maupun kebaikan. Dalam pahit getirnya, dalam apa yang disukai maupun yang dibenci, dan dalam apa yang dipuja maupun dicela [Husein, 1973].

Baca Juga  Remaja di Barat Alami Krisis Identitas, Apa Penyebabnya?

Jika dilihat dari ciri peradaban Barat, tidak ada yang menghalangi orang Islam untuk menerapkan peradaban tersebut.

Empat Alasan Menerapkan Peradaban Barat

Dalam hal ini Taha Husein memiliki empat alasan untuk menerapkan peradaban Barat.

Pertama, setiap hari umat Islam telah bergerak. Disadari atau pun tidak, baik dari pemikiran atau lainnya. Hal ini dapat menyebabkan umat Islam yang sekarang ini dapat mengukur kemampuan dan keinginannya. Sehingga, dapat dilihat bahwa umat Islam mempunyai kesiapan untuk menerapkan peradaban Barat.

Kedua, apa yang telah diterapkan oleh umat Islam saat ini dari Barat adalah permata yang pernah hilang dari tangannya. Pada masa lalu, Barat yang mengikuti jejak Islam dan mempelajari peradabannya. Sekarang Islam yang mengikuti jejak Barat.

Ketiga, Taha berpendapat bahwa kehidupan Barat bukanlah karakter yang penuh dengan dosa dan kemaksiatan, akan tetapi masih terkandung kebaikan dan manfaat. Sebab menurutnya, kemaksiatan itu murni serta tidak mungkin membawa kemajuan. Tetapi pada saat ini, Barat telah memperoleh kemajuan. Begitupun dengan Islam sendiri pada masa lalu dan masa kini tidak semuanya baik. Sebab, kebaikan murni tidak akan membawa kemunduran. Oleh karena itu, setiap manusia tidak dapat terlepas dari kebaikan dan keburukan.

Keempat, ia melihat dari sejarah. Apabila berdialog dengan sejarah umat Islam, meski dilihat dari masa lampau dan masa sekarang, bahwa orang Islam tidak pernah merasa takut atau tidak mau untuk mengambil semua perangkat yang membawa pada kemajuan dari budaya Parsi dan Yunani.

Umat Islam tidak menolak setiap perangkat tersebut meski mengetahui jika tersimpan kebaikan atau keburukan yang dapat merusak akal dan akidah. Dengan adanya akal, manusia dapat memilah mana yang baik dan menjauhi yang beuruk.

Baca Juga  Wahdat al-Adyan: Gagasan Sufi atau Pemikiran Barat?

Oleh karena itu, Taha Husein menegaskan bahwa fungsi dari akal serta kebebasan manusia merupakan salah satu kunci keberhasilan manusia dalam membangun peradaban. Dengan peradaban Barat yang sekular yang memiliki ciri yang jelas merupakan nilai universal yang harus ditegakkan menurut agama Islam.

Editor: Yahya FR

Kholifatur Rosyida
2 posts

About author
Kholifatur Rosida mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Sunan Ampel
Articles
Related posts
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…
Falsafah

Kehidupan Setelah Mati Perspektif Al-Kindi

2 Mins read
Al-Kindi terkenal sebagai filsuf pertama dalam Islam, juga sebagai pemikir yang berhasil mendamaikan filsafat dan agama. Tentu, hal ini juga memberi pengaruh…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds