Inspiring

Sayyid Qutb: Keadilan Sosial dalam Islam Tidak Sekuler

4 Mins read

Keadilan adalah puncak dari segala kebajikan atau kebaikan, sementara kezaliman adalah puncak dari keburukan, demikianlah pengertian sederhana tentang keadilan. Menarik memang ketika kita berusaha untuk memahami makna dari kata adil tersebut. Adil bukan berarti sama rata, tetapi sesuai kebutuhan dan proporsinya. Dalam pandangan para tokoh atau ulama sendiri masih terjadi banyak perdebatan tentang makna dari keadilan tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya cara pandang yang berbeda atau interpretasi yang berbeda dalam memahami makna keadilan.

Keadilan dalam Pandangan Asy’ariyah dan Mu’tazilah

Keadilan yang dibangun dalam dunia Islam sendiri dapat kita lihat diwakili oleh dua kelompok aliran besar dalam Islam, pertama yaitu Asy’ariyah dan yang kedua adalah Mu’tazilah. Asy’ariyah menjelaskan bahwa keadilan itu adalah mutlak milik Allah, sementara manusia tidak memiliki upaya untuk mewujudkan keadilan tersebut. Dengan kata lain, bahwa Asy’ariyah mencoba untuk membatasi atau mengurangi porsi akal manusia dan lebih mengutamakan kepada nash-nash Al-Qur’an. Walaupun demikian, bukan berarti kelompok Asy’ariyah mengenyampingkan akal dalam hal ini, namun akal hanya mendukung apa yang menjadi kebenaran dalam teks-teks kitab suci.

Sementara itu berbanding terbalik dengan pemikiran dari kelompok Mu’tazilah, yang memandang bahwa posisi akal lebih dikedepankan dibanding dengan wahyu. Ini menunjukan bahwa kelompok ini adalah kelompok rasionalis, wahyu hanya akan menjadi pendukung dari kebenaran yang di dapat oleh akal. Ketika terjadi pertentangan antara akal dan wahyu, maka wahyu harus diinterpretasikan sesuai dengan akal.

Posisi Keadilan dalam Islam

Keadilan dalam Islam menempati posisi yang sangat urgen. Bahkan keadilan dipandang sebagai persoalan utama yang dirasakan dan disadari manusia semenjak ia mulai berfikir. Ketentraman dalam kehidupan akan bisa dirasakan jika terdapat rasa keadilan. Sebaliknya, resah gelisah dan tidak aman ketika sekelilingnya diliputi oleh kezaliman.

Baca Juga  Pengaruh Hegemoni Barat terhadap Dunia Timur

Sedemikian pentingnya keadilan dalam Islam hingga al-Qur’an menyatakan bahwa setiap rasul diutus untuk membimbing umat manusia, tugas utamanya adalah menegakkan keadilan dan menyingkirkan segala bentuk kezaliman. Keadilan juga merupakan nilai moral yang sangat ditekankan dalam Al-Quran, sampai-sampai keadilan juga merupakan salah satu ikon dari nama Allah (al-‘Adl).

Pesan dan komitmen Islam tentang keadilan sangatlah nyata. Tuhan dalam Islam (baca: Allah) menciptakan alam semesta (makrokosmos) ini dalam tatanan keadilan, begitu juga manusia (mikrokosmos) juga diciptakan secara adil. Dan demikian juga tugas para rasul dan manusia sebagai khalifah juga untuk menegakkan keadilan di muka bumi.

Islam menilai keadilan mencakup semua sendi kehidupan manusia. Harus terjadi dalam kehidupan individu, sosial, hukum, ekonomi, politik dan budaya. Bahkan menekankan pada kehidupan pribadi, baik lahir maupun batin harus terbangun dan menjadi nyata, sampai pada berbangsa dan bernegara sekalipun. Dalam kerangka itulah, Tuhan memerintahkan untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, menyantuni kaum kerabat, melarang berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Semua apa yang dilakukan manusia akan dipertanggungjawabkan, maka berbuat adil merupakan konsekuensi logis dari ajaran tauhid dalam Islam.

Keadilan Sosial Menurut Sayyid Qutb

Sebelum mengurai konsep keadilan sosial dalam perspektif Sayyid Qutb, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui siapa Sayyid Qutb. Sayyid Qutb lahir pada tanggal 9 Oktober 1906 di Kampung Mausyah, salah satu provinsi Asyuth. Ia adalah seorang mujahid dan pemburu Islam terkemuka yang lahir di abad ke 20. Ia adalah tokoh monumental dengan segenap kontroversinya. Pikiran- pikirannya yang tajam dan kritis sudah tersebar dalam berbagai karya besar yang menjadi rujukan berbagai gerakan Islam. Tidak seperti rekan-rekan seperjalanannya, keberangkatannya ke Amerika itu ternyata memberikan saham yang besar dalam dirinya dalam menumbuhkan kesadaran dan semangat Islami yang sebenarnya, terutama setelah ia melihat bangsa Amerika berpesta pora atas meninggalnya al-Imam Hasan al-Banna pada awal tahun 1949.

Baca Juga  Gayatri Spivak: Melawan Stigma Buruk Orientalisme tentang Islam

Hasil studi dan pengalamannya selama di Amerika Serikat itu meluaskan wawasan pemikirannya mengenai problem-problem sosial kemasyarakatan yang ditimbulkan oleh paham materialism yang gersang akan paham ketuhanan. Ketika kembali ke Mesir, ia semakin yakin bahwa Islamlah yang sanggup menyelamatkan manusia dari paham materialisme sehingga terlepas dari cengkeraman material yang tidak pernah terpuaskan.

Kita tidak akan dapat memahami bentuk keadilan sosial dalam Islam sebelum kita memahami konsep keseluruhan Islam tentang alam, kehidupan dan manusia. Keadilan sosial tidak lain hanyalah sekedar cabang dari prinsip besar, dimana seluruh pembahasan Islam harus dirujukkan kepadanya. Keadilan sosial juga yang nantinya akan membuka akan adanya keadilan-keadilan lain, seperti keadilan politik, hukum dan keadilan lainnya. Karena sosial selalu berbicara dengan hal-hal yang bersinggungan antara manusia dengan manusia lainnya, interaksi yang menjadikan manusia saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

***

Dalam bukunya yang berjudul Keadilan Sosial dalam Islam Sayyid Qutb tidak menafsirkan Islam sebagai sistem moralitas yang usang. Tetapi, ia adalah kekuatan sosial dan politik konkret di seluruh dunia Muslim. Di sini Qutb melawan Ali Abd al-Raziq dan Taha Hussein yang menyatakan bahwa Islam dan politik itu tidak bersesuaian. Qutb menyatakan tidak adanya alasan untuk memisahkan Islam dengan perwujudan-perwujudan yang berbeda dari masyarakat dan politik.

Pemikiran Qutb tentang keadilan sosial dalam Islam dilatar belakangi oleh pandangannya bahwa prinsip keadilan sosial Barat itu didasarkan pada pandangan Barat yang sekuler, di mana agama hanya bertugas untuk pendidikan kesadaran dan penyucian jiwa, sementara hukum-hukum temporal dan sekular lah yang bertugas menata masyarakat dan mengorganisasi kehidupan manusia.

Islam itu tidak demikian, kata Qutb: kita tidak mempunyai dasar untuk mengukuhkan permusuhan antara Islam dan perjuangan untuk keadilan sosial. Karena Islam telah menyiapkan prinsip-prinsip dasar keadilan sosial dan mengukuhkan klaim orang miskin pada kekayaan orang kaya; ia menyediakan prinsip keadilan bagi kekuasaan dan uang, sehingga tidak ada perlunya untuk membius pemikiran manusia dan mengajak mereka untuk meninggalkan hak-hak bumi mereka untuk tujuan harapan mereka di akhirat”. 

Baca Juga  Muhasabah Sifat Keadilan di Tengah Ketidakailan

Apa yang diformulasikan Qutb adalah gagasan tentang keadilan sosial yang bersifat kewahyuan. Yaitu bahwa umat Islam harus mengambil konstruksi moral keadilan sosial dari al-Qur’an yang telah diterjemahkan secara konkret dan sukses oleh Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya. Menurutnya, tradisi kenabian ini selalu muncul dari zaman ke zaman betapapun banyaknya rintangan yang membuat tenggelamnya tradisi ini.

Menurut Qutb, keadilan sosial dalam Islam mempunyai karakter khusus, yaitu kesatuan yang harmoni. Islam memandang manusia sebagai kesatuan harmoni dan sebagai bagian dari harmoni yang lebih luas dari alam raya di bawah arahan Penciptanya. Keadilan Islam menyeimbangkan kapasitas dan keterbatasan manusia, individu dan kelompok, masalah ekonomi dan spiritual dan variasi-variasi dalam kemampuan individu. Ia berpihak pada kesamaan kesempatan dan mendorong kompetisi. Ia menjamin kehidupan minimum bagi setiap orang dan menentang kemewahan, tetapi tidak mengharapkan kesamaan kekayaan.

Editor: Soleh

Ahmad Muhajir
6 posts

About author
Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *