Perspektif

Tak Perlu Risau, Jalan Dakwah Memang Berliku

4 Mins read

Dakwah bukanlah hal yang asing bagi saya. Bagaimana tidak? Ayah saya adalah seorang pendakwah atau mubalig. Sejak kecil saya sudah sering menyaksikan ayah saya ceramah. Hal tersebut cukup menginspirasi untuk mengikuti jejak beliau. Kelas 1 Tsanawiyah saya bergabung dengan komunitas di bawah bidang kajian dakwah Islam IPM. Nama komunitasnya Korps Mubalig Remaja (KMR). Di sanalah saya mulai belajar teori dan praktik berceramah.

Jalan Dakwah

Kelas 2 Tsanawiyah saya masih mengikuti komunitas ini. Sampai saat kelas 1 Aliyah, saya menjadi ketua KMR dan membina adik-adik kelas. Skill ceramah saya diasah selama saya mondok di pesantren. Saat keluar dari pesantren, saya sudah bisa khutbah Jumat, mengisi pengajian, dan Khutbah Idul Fitri dan Idul Adha. Bukan hanya bisa, saya pernah melakukan semua itu, yang belum pernah hanya khutbah nikah saja.

Selepas menyelesaikan pendidikan tinggi di Bogor, saya kembali ke kota kelahiran yakni Bandung. Selama di Bandung saya sering menjadi kader inthilan ayah saya. Misalnya ayah saya ada ceramah di Garut, saya ikut menemani. Saya juga sering menjadi pemain cadangan, jika ayah saya tidak bisa mengisi di suatu tempat, maka saya menggantikan. Jika ayah saya ada dua jadwal yang bentrok, saya diminta mengisi salah satunya.

Walaupun suka mengisi kegiatan dakwah, tapi baik saya maupun ayah bukanlah ustaz seleb. Jika definisi ustaz seleb adalah pendakwah yang dikenal secara nasional, sering masuk TV, menjadi publik figur maka kami tidaklah begitu. Kami hanya pendakwah biasa yang dikenal di kalangan Muhammadiyah tingkat Provinsi saja. Ayah saya pimpinan PWM Jawa Barat, saya pernah menjadi Ketua DPD IMM Jawa Barat. Kami tidak pernah masuk TV, bahkan Youtube saja tidak.

Baca Juga  Menumbuhkan Sikap Tolong Menolong dalam Menghadapi Wabah Covid-19

Ada peribahasa, semakin tinggi sebuah pohon, maka semakin kencang angin yang bertiup. Karena kami hanya pendakwah biasa saja, maka kalaupun ada tantangan yang kami dapat, beratnya tak seberapa. Tapi untuk pendakwah yang sudah menjadi ustaz seleb, da’i nasional, wajar saja kalau tantangan yang diterimanya lebih berat.

Dakwah Berliku Aa Gym

Saya masih ingat dengan cobaan yang menimpa KH. Abdullah Gymnastiar atau yang populer dipanggil Aa Gym. Waktu itu saya masih kecil. Aa Gym adalah penceramah yang sedang naik daun. Mubalig asal Bandung ini amat populer di tingkat nasional. Saya ingat Aa Gym rutin mengisi di Masjid Istiqlal, disiarkan secara langsung oleh SCTV. Zikir Aa Gym seperti Astaghfirullah Rabbal Baraayaa dan lagu nasyid Aa Gym berjudul Jagalah Hati juga populer.

Sampai suatu saat Aa Gym memutuskan untuk berpoligami. Dia menikah lagi dengan Teh Rini, salah satu karyawannya di MQ. Teh Rini menjadi madu dari Teh Ninih Muthmainnah yang juga menjadi istri sekaligus mubaligat mendampingi Aa Gym. Efek dari poligami ini dahsyat, ibu-ibu jamaah Aa Gym meninggalkan pengajiannya. Aa Gym dihujat dan dikritik dimana-mana, popularitasnya jatuh.

Untungnya pada waktu itu tidak ada media sosial. Jika ada medsos seperti Facebook, mungkin poligami Aa Gym menjadi polemik di mana-mana. Namun Aa Gym menjalani semua itu, dia tidak meninggalkan kerja dakwahnya. Dia tetap berdakwah tak peduli pandangan orang terhadapnya. Sampai sekarang Aa Gym masih eksis, tahun 2017 Aa Gym diundang ke ILC. Selama Covid-19 ini, Aa Gym rajin mensosialisasikan social distancing. Walaupun tak sepopuler dulu, tapi Aa Gym tetap eksis dan mempunyai jamaah yang loyal.

Baca Juga  Nabi Ibrahim: Berdakwah dengan Santun dan Lemah Lembut

Dakwah Ustaz Adi Hidayat

Selanjutnya yang akan saya ceritakan adalah Ustaz Adi Hidayat. Seorang ustaz jenius yang membuat saya sampai geleng-geleng kepala, kok bisa ada orang sepintar ini. Tapi apakah dengan kemampuan yang luar biasa membuat UAH bebas dari tantangan? Ternyata tidak. Awal-awal UAH naik daun, seorang ustaz menyatakan agar jangan mendengarkan ceramah UAH. Ustaz lainnya menuduh UAH berpaham qadariyah. Hal ini membuat UAH sempat gusar dengan tuduhan-tuduhan tersebut.

Saat mengobrol dengan orang dekatnya, saya bilang agar UAH tidak perlu menanggapi dan memikirkan perkataan pihak-pihak yang tak suka padanya. Namun kata orang dekatnya, efek dari kampanye negatif terhadap UAH ini lumayan juga. Beberapa kali UAH diboikot tidak boleh mengisi kajian. Karena itu tetap perlu dicounter.

Waktu terus berjalan. UAH bersama timnya terus melakukan kerja-kerja dakwah yang bermanfaat bagi umat Islam. Pihak-pihak yang nyinyir pun tidak terdengar lagi suaranya. Sementara UAH sudah punya jamaah yang loyal. Tentu namanya kritik akan terus ada, misalnya pernah UAH dipersoalkan saat mentashrif. Namun kritik seperti apapun tidak bisa menggoyahkan kokohnya UAH dalam dunia dakwah hari ini.

Polemik Ustaz Evie Effendi

Kasus terbaru yang masih hangat menimpa Ustaz Evie Effendi. Saya suka Ustaz Evie karena kami sama-sama orang sunda, jadi kalau dia ceramah pakai bahasa Sunda saya paham. Kalimatnya yang saya ingat, “nya teu nanaon sih, tapi nanaonan?”. Artinya, ya tidak apa-apa sih, tapi apa-apaan? Bingung kan? Saya juga bingung menerjemahkannya.

Beberapa waktu yang lalu Ustaz Evie banyak dikritik terkait beberapa hal, saya juga termasuk yang mengkritiknya. Namun saya katakan, Ustaz Evie Effendi tidak perlu risau, santai saja. Memang begitulah jalan dakwah. Aa Gym dan UAH saja mendapatkan tantangan saat menjadi pendakwah, hal yang sama juga pasti akan menimpa Ustaz Evie. Tinggal sikap dan respon Ustaz Evie bagaimana? Apakah akan proaktif atau reaktif?

Baca Juga  Hari Air: Dakwah Air Bersih dan Sanitasi

Sikap yang baik adalah proaktif dan positif terhadap kritik-kritik yang diterima. Artinya jika ada yang menghujat dan mencaci Ustaz Evie Effendi karena benci saja, abaikan dan doakan saja. Kata peribahasa anjing menggonggong, kafilah berlalu. Namun jika ada yang benar-benar memberikan masukan dan saran untuk kemajuan, terimalah dengan lapang dada. Jika ada salah paham, berikan klarifikasi. Yang tidak boleh itu bersikap muthung dalam bahasa Jawa, atau pundung dalam Bahasa Sunda.

Saya yakin Ustaz Evie bisa melewati tantangan ini seperti halnya Aa Gym dan UAH. Yang penting Ustaz Evie tetap berdakwah, mengupgrade diri dan memelihara jamaah yang loyal. Kalau memang ada yang dengki ya biarkan saja. Kata Imam Syafii, Ridhan Naas Ghayatun Laa Tudrak. Kalau kamu mencari ridha semua manusia, gak mungkin dapat. Jika kamu ingin semua manusia suka sama kamu, itu artinya kamu sedang mimpi!

Jadi, mari kita sikapi tantangan yang kita terima secara positif dan tetap semangat dalam berdakwah!

Editor: Yusuf R Y

Related posts
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…
Perspektif

Mau Sampai Kapan IMM Tak Peduli dengan Komisariat?

2 Mins read
Barangkali unit terkecil IMM yang paling terengah-engah membopong organisasi adalah komisariat. Mereka tumbuh serupa pendaki yang memanjat gunung tanpa persiapan dan dukungan….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds