Opini

Tanda-tanda Kemenangan Palestina

2 Mins read

Tentu tanda-tanda itu makin nampak. Yaitu tanda kemunduran Amerika. Banyak ahli sudah memprediksi. Berita-beritanya menghiasi beranda sosial media Anda.

Maka ini bisa jadi kabar baik sekaligus kabar buruk. Kabar buruk bagi Anda yang pengen kuliah di US. Pupus sudah. Yang sudah di sana saja pada kacau. Maka yang baru mau mendaftar, lebih baik cari negara lain.

Kakak kelas saya di UIII sudah lolos di salah satu kampus di sana untuk studi S3. Dengan beasiswa Fullbright. Tinggal menunggu jadwal berangkat. Tiba-tiba batal “sampai waktu yang tidak ditentukan”. Apes sekali.

Namun ini kabar baik bagi pendukung Palestina. Semua orang tau, US lah pendukung utama Israel. Tanpa Amerika, negara Yahudi itu hanya negara kecil di tengah lautan masyarakat Islam-Arab. Bisa kapan saja dilumat.

Eh tapi belum tentu juga. Setelah dukungan Amerika bertahun-tahun, negara kecil itu berubah menjadi negara terkuat di kawasan. Namun, jika kekuatan Washington benar-benar runtuh sampai titik nadir, negara-negara Arab akan bisa lebih beringas terhadap Israel.

Selama ini negara-negara Arab takut terhadap Israel karena Amerika. Saudi dari dulu ngebet untuk melakukan normalisasi. Itu karna mereka pengen beli senjata-senjata canggih dari Washington. Selain juga pengen bikin pakta pertahanan yang lebih kuat. Juga mengembangkan teknologi kecerdasan buatan. Amerika mau saja kerjasama dengan Saudi. Syaratnya jelas: normalisasi dengan Israel.

Maka jika kekuatan US menurun, Saudi tidak akan ngebet lagi bikin pakta pertahanan dengan Washington. Maka tidak pula ngebet normalisasi dengan Israel. Itu tanda yang baik.

Nasib Mesir dan Yordania sedikit lebih buruk. Keduanya menjadi negara miskin yang sangat bergantung pada bantuan internasional US. Mesir dapat 1,3 miliar USD tiap tahun. Yordania dapat 1,5 miliar USD. Maka tak beranilah mereka sedikitpun pada Israel.

Baca Juga  Membumikan Spiritualitas Armuzna

Negara-negara Eropa juga mulai lelah mendukung hipokrisi Israel. Inggris mulai membatalkan kerjasama militer. Demonstrasi terus meluas dimana-mana. Nampaknya mereka mulai sadar, Amerika dan Israel terlalu ngawur untuk terus dibela.

Tanda positif yang lain adalah normalisasi hubungan Saudi-Iran. Tentu Anda tau, Iran adalah negara paling getol dalam perjuangan kemerdekaan Palestina. Saudi tidak akan semudah itu tiba-tiba bergabung dengan blok Iran. Tapi mereka tidak bermusuhan pun sudah alhamdulillah.

Kini kedutaan kedua negara sudah dibuka. Penerbangan langsung sudah dilakukan. Jamaah haji dari Iran sudah datang ke Makkah. Narasi-narasi pemimpin kedua negara juga jadi lebih bersahabat.

Sebenarnya permusuhan Saudi-Iran ini sudah bisa ditebak. Sir John Malcolm, perwira Inggris yang jadi Gubernur Mumbai, India ketika di bawah kekuasaan Inggris, sudah membuat formulanya. Saat itu, untuk mengamankan jalur Jazirah Arab yang menghubungakan Inggris ke India, dia merumuskan tiga langkah.

Pertama, bangun pangkalan militer di kawasan. Kedua, campuri urusan domestik negara-negara Teluk, lalu ciptakan perang saudara. Ini untuk mencegah koalisi anti-Inggris. Ketiga, jadikan seluruh kawasan Timur Tengah bagian dari jajahan Inggris.

Cara ini dilanjutkan oleh US sampai sekarang. Memang, setelah Perang Dunia II, US mengambil kendali atas kawasan Timur Tengah dari Inggris. Kini US punya basis militer di seluruh negara Teluk. Selain itu, negara-negara Teluk juga merasa terancam satu sama lain. Saudi merasa terancam oleh Iran. Qatar merasa terancam oleh Saudi. Kuwait terancam oleh Irak. Dan seterusnya. Ini untuk mencegah terciptanya koalisi besar anti-Amerika seperti yang ingin dibangun oleh Iran.

Maka Palestina akan bisa diperjuangkan jika kekuatan imperialisme US menurun. Setelah itu, negara-negara Teluk, Arab, dan Timur Tengah secara umum harus kompak. Jangan lagi saling curiga. GCC harus difungsikan sebagai pakta pertahanan yang kuat. Lalu diperluas hingga Iran dan Irak. Pun dengan Liga Arab dan OKI.

Baca Juga  AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

Kini, dunia sedang menyaksikan runtuhnya kekuatan terbesar di dunia. Seperti dongeng yang Anda bacakan ke anak-anak, setiap monster yang akan mati itu akan mengamuk. Tidak ingin mati sendiri. Pun apa yang terjadi di Gaza. Monster US-Israel akan terus mengamuk di sana. Persoalannya adalah sampai kapan mereka punya tenaga untuk mengamuk. Sampai kapan tenaga mereka habis sebelum benar-benar mati. Sampai kapan penduduk Gaza mampu bertahan melawan kematian yang datang secara perlahan. Dan sampai kapan kita mau terus berjuang membantu mereka.

Pada akhirnya, kita harus bisa mengingat firman Allah. Alaa inna nasrallahi qariib. Sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.

Avatar
124 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Opini

Merancang Generasi Pemberontak ala Ahmad Dahlan

3 Mins read
Anak muda bukan sekadar “matahari terbit”. Mereka adalah energi potensial yang perlu diarahkan menjadi kekuatan pembaru. Di sini, Ahmad Dahlan bukan sekadar…
Opini

Melukai Hati Masyarakat: Saat Musibah Diukur Dengan Viralitas, Bukan Fakta di Lapangan

3 Mins read
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak perlu didiskusikan panjang lebar terkait…
Opini

Profil Agus Salim: Sintesis Islam–Nasionalisme dalam Model Diplomasi Profetik Indonesia

3 Mins read
Pendahuluan Di antara tokoh-tokoh perintis Republik, nama KH. Agus Salim (1884–1954) berdiri sebagai figur yang tidak hanya cemerlang dalam kecerdasan linguistik dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *