IBTimes.ID – Masyarakat Indonesia telah memasuki hari raya Iduladha. Hari raya itu identik dengan hewan kurban, terutama sapi dan kambing. Sayangnya, beberapa hari menjelang pelaksanaan hari raya, Indonesia terkena wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku). Wabah itu menyerang sapi dan kambing.
Menyikapi hal tersebut, IBTimes melakukan wawancara dengan drh. Anggitya Nareswari. Ia merupakan dokter hewan muda alumni Universitas Gadjah Mada. Berikut hasil wawancaranya:
Pertanyaan: Apa itu PMK? Virus apa yang menyebabkan PMK?
PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) adalah penyakit yang disebabkan virus Foot mouth diseases (FMD) termasuk dalam famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus. Virus PMK merupakan virus strain RNA, sehingga di lapangan akan cepat terjadi mutasi genetiknya sama seperti virus corona pada manusia. Sebab inilah yang nantinya akan susah terkait vaksinasinya. Karena vaksin itu hanya satu strain, sedangkan kita nggak tau di lapangan strainnya sudah mutasi sejauh apa.
Pertanyaan: Hewan apa saja yang berpotensi terjangkit PMK?
Hewan peka PMK adalah hewan hewan berkuku belah seperti sapi, kambing, kerbau, rusa, dan babi. Gejala klinis akan paling mudah dan banyak terlihat pada sapi. Gejala sub klinis terlihatnya di kambing. Kalau babi bisa dibilang hospes terekspos saja atau super ekskretor PMK. Artinya gejala di babi nggak akan terlihat jelas. Namun ketika si babi sembuh, akan mengeluarkan virus paling banyak ketimbang sapi dan kambing. Jadi kalau babi sembuh dari PMK ya dia sembuh.
Tapi kalau sapi dan kambing, ketika mereka sembuh, mereka bisa carrier. Virus PMK ini nanti akan ada terus di dalam sitoplasma sel. Kalau lebih dari 28 hari dites antibodi masih ada, ya berarti sapi dan kambing tersebut carrier. Sapi bisa carrier penyakit pmk 2.5 – 3.5 tahun, sedangkan di kambing 9 – 12 tahun.
Pertanyaan: Kenapa PMK bisa menyebar secara masif?
Virus PMK bukan virus yang baru sebetulnya, sudah ada sejak tahun 1514 pertama kali di Itali. Untuk di Indonesia sendiri kasus pertama ditemukan di Jawa timur tahun 1887 yang kemudian meluas ke beberapa wilayah di Indonesia dengan jumlah kasus 12 ribuan. Pada akhirnya Indonesia dinyatakan bebas PMK oleh OIE pada tahun 1990 melalui program vaksinasi masif selama bertahun tahun.
Sekarang setelah 32 tahun Indonesia bebas PMK, PMK masuk lagi. Kalau menurut aku pribadi, kebobolan itu pasti ada. Mengingat kegiatan impor sapi dan daging sapi yang semula aturannya country based diubah menjadi zona based.
Kalau dulu country based, misal dalam satu negara pengekspor ada kasus PMK, Indonesia nggak bakal impor daging dan sapi dari sana. Tapi kalau sekarang zona based itu kalau di suatu negara ada PMK, tetapi di wilayah atau kota tertentu di negara itu bebas dari penyakit itu, maka Indonesia bisa saja impor dari negara itu.
Padahal kita nggak tau menau apakah sapinya terpapar atau carrier PMK atau tidak. Masuk ke Indonesia yang bebas PMK, sapinya masuk ke peternak-peternak. Ada kontak langsung antara hewan peka, pasti akan terjadi penularan disitu. Dan penularan PMK sendiri cenderung cepat. Karena masa inkubasi virusnya hanya 2 sampai 3 hari sampai gejala muncul.
Penularan PMK selain kontak langsung bisa juga ditularkan melalui faktor mekanik. Bisa lewat manusia, kendaraan, burung yang kepapar virus dari hewan terinfeksi kemudian kontak ke hewan hewan peka yang sehat. Penularan lewat udara juga bisa, jaraknya bisa 10 – 300km. Tapi penularan lewat udara ini dipengaruhi beberapa faktor seperti jumlah virus, ketahanan virus di udara, rute infeksi, populasi hewan peka, dan kontak hewan dengan virus tersebut.
Pertanyaan: Apakah berbahaya mengkonsumsi daging hewan kurban yang terjangkit PMK?
Kalau ditanya aman enggak konsumsi daging hewan kurban PMK, InsyaAllah aman. Daging hewan terinfeksi PMK aman dikonsumsi karena tidak zoonosis ke manusia mengingat reseptor virus PMK hanya ada di hewan hewan berkuku belah. Meskipun virus PMK lokasinya akan tetap ada di sitoplasma dalam waktu yang cukup lama setelah hewan dinyatakan sembuh, namun asal dimasak di atas 70°C sampai inti daging selama minimal 30 menit virusnya akan inaktif.
Akan lebih baik lagi kalau jeroan, kepala, dan kaki hewan yang terinfeksi tidak dikonsumsi, tapi dikubur saja. Daging hewan kurban ini aman dalam definisi bebas dari cemaran biologi, kimia, dan fisik yang membahayakan kesehatan tubuh manusia. Karena reseptornya tidak ada di tubuh manusia dan sejauh ini belum ada laporan terbarunya, seharusnya aman dikonsumsi.
Reporter: Yahya/Yusuf