Seperti di Arab Timur, di luar Irak, Mesir merupakan negara yang paling penting tentang berdirinya tarekat-tarekat sufi. Wilayah ini merupakan di mana tasawuf sangat hidup hingga hari ini dan di mana praktik sufi bahkan dapat diamati oleh masyarakat umum di masjid-masjid tertentu.
Salah satu tarekat dari Mesir yang populer adalah Badawiyah, yang didirikan oleh Ahmad Al-Badawi (w. 1276). Seorang sufi yang lahir di Maroko, tetapi menetap di Tanta di daerah Delta Nil, di mana dia mendirikan tarekatnya dan di mana dia dimakamkan. Dia adalah seorang sufi yang eksentrik dengan karisma yang kuat dan dianggap sebagai wali pelindung Mesir (Nasr, 2007:202).
Tarekat Badawiyah
Badawiyah merupakan tarekat pedesaan yang mengadopsi beberapa kebiasaan pra-Islam dan perayaannya sendiri diselenggarakan menggunakan kalender matahari milik bangsa Koptik. Meskipun terkenal dengan tarekat pedesaan, tetapi tarekat ini berhasil menarik beberapa anggota keluarga dari Diansti Mamluk.
Istri Sultan Khushqadam yang meninggal pada 1466, makamnya ditutupi dengan bendera merah Badawiyah, dan selama abad kelima belas perayaan festival di Tanta sering dihadiri oleh perwira dan tentara Mamluk (Schimmel, 1975: 249).
Menurut catatan sejarah hidupnya, Ahmad al-Badawi merupakan seorang Badui lahir dari sebuah keluarga di Fez, Maroko, nenek moyangnya merupakan ahlul bayt, keturunan Nabi Muhammad.
Inilah sebabnya mengapa banyak orang Mesir memanggilnya dengan sayyid (tuan), yang berarti keturunan dari Nabi. Berbagai cerita menggambarkannya dengan dua cara yang berbeda; pertama sebagai anak suci yang sudah menghafal Al-Qur’an dan hukum Islam dan kedua sebagai penunggang kuda Badui yang mulia.
Bersama orang tuanya, ia melakukan perjalanan haji dari Maroko ke Mekkah. Setelah diperintah oleh sebuah suara misterius, ia pergi ke Irak bersama saudaranya untuk mengunjungi makam dua orang suci terkemuka, Abdul Qadir al-Jailani (w. 1166) dan Ahmad al-Rifai (w. 1182).
Dalam perjalanan kembali ke Mekah, menurut cerita, dia mengalahkan jin yang cantik dan pasukan iblis dan mengubahnya menjadi seorang pemuja yang saleh, sehingga menunjukkan kekuatan sucinya yang superior.
***
Ketika Ahmad al-Badawi berada di Mekah pada tahun 1238, sebuah suara sekali lagi berbicara kepadanya saat berdoa di sebuah gua seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad di gua hira. Kali ini, suara itu menyuruhnya pergi ke kota Tanta, Mesir, di mana dia tinggal selama sisa hidupnya. Ia mengaku menerima bimbingan dari Nabi Muhammad sendiri.
Di Tanta, Ahmad al-Badawi telah melampaui berbagai aktivitas asketisme. Para penguasa Mesir pun menghormatinya, dan bahkan dikatakan bahwa dia memerangi tentara Salib Kristen. Setelah meninggalnya pada tahun 1276, para pengikutnya mengorganisir menjadi sebuah tarekat yang bernama Badawiyah yang terbesar di Mesir saat ini. Mereka mengubah makamnya menjadi sebuah tempat suci.
Ahmad al-Badawi dianggap sebagai salah satu dari empat orang suci utama (qutb) Mesir, dan dia telah menjadi cerita rakyat Mesir dalam berbagai media seperi novel dan drama televisi.
Asal Usul Tarekat Badawi
Asal-usulnya dikatikan dengan Tarekat Rifaiyah melalui Syekh Barri, ke Syadziliyah yang mempunyai afiliasi dengan Qutb al-Qarafi, Abdallah al-Maghrib, dan Abul Hasan al-Syadzili, kepada Mashishiyah dan Ibn al-Mashi (w. 1227-8), dan ke Qadiriyah melalui Syadziliyah.
Argumen bahwa Badawiyah terkait dengan Rifayah masih terus berlanjut, meskipun faktanya Badawiyah berbeda dalam hal sopan santun (adab) dan aturan (arkan). Narasi tentang kehidupan Ahmad al-Badawi diceritakan bahwa ia biasa duduk di atap rumahnya lalu menatap matahari dan menutupi wajahnya dengan kerudung ganda.
Dengan satu tatapan, ia menyempurnakan kepada para calon muridnya yang datang kepadanya, dan tanpa perlu terlibat dalam kehidupan asktetisme, mereka akan menjadi wakilnya dan dikirim ke berbagai daerah sebagai syekh dan mengemban tanggung jawab secara mandiri.
Dalam hal ini, akan lebih tepat untuk mengambarkan Badawiyah sebagai tarekat yang tidak didasarkan pada persahabatan spiritual (suhba) tetapi pada pandangan (nazar) syekh dan pembuahan spiritualnya kepada murid (talqih). Tahap akhir dari pembentukan tarekat terjadi pada masa Abd al-Al (w. 1332) wakil kepala guru. Setelah itu tarekat tersebut bercabang menjadi empat cabang (Kannasiyah, Manaifiyyah, Salamiyah dan Maraziqa atau Imbabiyah) yang dikenal sebagai bayt al-kabir (Ceyhan, 2021: 392).
Memperingati Wafatnya al-Badawi
Menurut seorang pengelana Ottoman, Evliya Celebi, pada pertengahan abad ketujuh belas ada ratusan makam suci di Mesir dan yang paling terkenal adalah Ahmad al-Badawi di Delta sungai Nil.
Ziarah Ahmad al-Badawi yang mulai muncul pada pada abad keempat belas, pada awal periode Ottoman awal menjadi tempat ziarah pertama di Mesir dan mungkin di dunia Muslim. Hal itu mungkin menarik lebih banyak peziaarah daripada haji di Mekah (Zarcone, 2021: 299).
Setiap acara tahunan Maulid besar Ahmad al-Badawi yang diadakan di Tanta. Acara tersebut hampir menyita antusiasme para anggotanya. Acaranya biasanya dipenuhi dengan berbagai makanan, diisi dengan musik dan pembacaan zikir harian. Zikir tersebut dipimpin oleh seorang syekh dan dihiasi dengan 22 khidmat (tenda).
Setiap tarekat memiliki litani yang khas. Maulid adalah kesempatan ketika semua anggota tarekat dan pejabat melakukan ramah temah dengan para syekh. Acara ini juga merupakan kesempatan berharga bagi para jamaah tarekat untuk bertemu dan bersalaman langsung kepada para syekh untuk menerima barakah darinya dengan berjabat tangan. Tidak seperti biasanya yang diwakilkan oleh para wakil dari syekh. Dengan kata lain, mencakup banyak syekh yang memimpin masing-masing cabang tarekat mereka sendiri tetapi semuanya merupakan anggota tarekat Badawiyah.
Mereka berkumpul pada hari terakhir acara dalam prosesi yang besar mawkib al-khalifa. Dalam hal ini dipimpin oleh kavaleri, diikuti oleh “korporasi” sufi yang membawa spanduk warna-warni mereka, mewakili setiap tarekat dan tempat yang berbeda. Mereka diikuti oleh visualisasi dari Ahmad al-Badawi yang menunggang kuda Arab yang cantik. Di belakangnya ada unta yang berwarna emas dan merah, dan kahirnya kerumunan beberapa hiasan dan orang yang beraneka ragam, dan ini merupakan puncak dari acara (Werbner, 2015: 289-290).
Editor: Yahya FR