Tasawuf

Praktik Tasawuf ala Hasan al-Bashri di Bulan Ramadhan

3 Mins read

Epistemologi Tasawuf

Tasawuf merupakan salah satu tradisi dalam Islam yang secara esensial telah ada pada masa Nabi Muhammad SAW.

Kemudian pada periode berikutnya, tasawuf mengalami perkembangan yang ditandai dengan formulasi ajaran-ajaran dalam sebuah teori dan ilmu keislaman, yaitu ilmu yang membicarakan tentang bagaimana manusia mengadakan hubungan dan komunikasi dengan Tuhan.

Para sufi mendapatkan pengetahuan dan kebijaksanaan langsung dari Tuhan. Bisa dikatakan bahwa, tasawuf secara epistemologi menggunakan intiusi (dzauq dan wujdan) dengan hati (qalb) sebagai sarananya untuk memperoleh kesalehan, wawasan spiritual, dan puncaknya adalah ma’rifatullah (Amin Syukur dan Masharudin, 2002: v-vi).

Asal Muasal Tasawuf

Dalam sejarahnya tasawuf lahir ketika Nabi Muhammad SAW menyisihkan diri dari hirup pikuk masyarakat Mekah ke Gua Hira.

Di dalam Gua tersebut, Nabi Muhammad SAW menempuh perjalanan jiwa yang membukakan rohani dari tubuh kasar (hijab) dengan alam gaib.

Akhirnya, datanglah nur yang merupakan Malaikat Jibril (Ruhul Alamin) yang memeluk Nabi Muhammad SAW dengan kuat sampai keluar keringat dan setengah pingsan.

Kemudian, diajarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dari langit nampak tulisan, “Tiada Tuhan hanya Allah dan Muhammad adalah pesuruh Allah” (Hamka, 2016: 13-14).

Biografi Hasan al-Bashri

Masa pembentukan tasawuf terjadi pada abad pertama Hijriah yang ditandai dengan lahirnya seorang Sufi yang masyhur, yaitu Hasan al-Bashri.

Beliau bernama lengkap Abu Sa’id al-Hasan bin Yasar. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 21 Hijriyah (632 M). Beliau lahir dua malam sebelum Sahabat Umar bin Khattab wafat.

Hasan al-Bashri masih bertemu dengan tidak kurang 70 orang sahabat yang turut menyaksikan perang Badr dan 300 orang sahabat lainnya.

Sufi besar tersebut lahir dari rahim perempuan yang bernama Khairah, seorang hamba sahaya milik Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga  Kalender Hijriyah: Antara Hisab dan Ru’yah bil Fi’li

Ayahnya bernama Yasar, seorang keturunan Persi yang beragama Nasrani. Yasar adalah seorang budak yang dimerdekakan oleh Zaid bin Tsabit yang merupakan sekretaris Nabi Muhammad SAW dan sebagai juru tulis wahyu.

Karena hal tersebut, Yasar dipanggil Yasar Maula Zaid bin Tsabit. Kelahiran Hasan al-Bashri ini membawa keberuntungan kepada orang tuanya di mana mereka merdeka dari status hamba sahaya.

Hasan al-Bashri tumbuh di lingkungan orang-orang shaleh, yaitu keluarga Nabi yang mempunyai pengetahuan agama secara mendalam.

Kemudian, menjalutkan menuntut ilmu ke Hijaz dan berguru kepada ulama-ulama, sehingga pada zaman itu kepandaian Hasan al-Bashri diakui oleh para sahabat Nabi.

Pada suatu hari, seseorang pernah datang kepada Anas bin Mailik dan mengeluh tentang persoalan agama, Anas bin Malik memerintahkan seorang tersebut untuk pergi mendatangi Hasan al-Bashri.

Pandangan Tasawuf Hasan al-Bashri

Mengenai kemasyhuran sang Sufi, Abu Qatadah berkata, “Bergurulah kepada Syah ini. Saya sudah saksikan sendiri (keistimewaannaya). Tidaklah ada seorang tabi’in yang menyerupai Nabi. Hanyalah beliau ini” (Munawir, 2019: 25-27).

Pandangan tasawuf dari Hasan al-Bashri adalah senantiasa zuhud terhadap dunia, menolak akan gemerlapnya, rasa takut (khauf), dan penuh pengharapan (raja’). Konsentrasi ajaran tasawuf dari Hasan al-Bashri adalah khauf dan raja’.

Menurut Hasan al-Bashri, khauf dan raja’ tidak boleh terpisah. Janganlah kita hanya takut kepada Allah saja, melainkan ketakukan tersebut harus diiringi dengan pengharapan.

Takut akan murka-Nya, tetapi juga mengharap akan karunia-Nya. Beliau mengajarkan kepada kita agar kita senantiasa takut karena kita tidak menjalankan perintah Allah.

Imam Sya’rani mengatakan, “Demikian takutnya, sehingga seakan-akan dia merasa bahwa neraka itu hanya dijadikan untuk dia.”

Bertasawuf di Bulan Ramadhan

Pada bulan Ramadhan, kaum muslim berlomba-lomba untuk meraih kebaikan dan keberkahan bulan yang mewajibkan kita untuk berpuasa ini. Salah satu amalan yang identik dengan dengan bulan Ramadhan adalah i’tikaf atau berdiam diri di masjid.

Baca Juga  Skeptisme Al-Ghazali untuk Menemukan Kebenaran yang Hakiki

Keutamaan i’tikaf terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sembari berinstrokpesi diri akan kesalahan-kesalahan yang lalu dan penuh rasa pengharapan berjumpa Lailatul Qadr.

Dalam hal ini, i’tikaf adalah usaha kita untak menunaikan khalwat kepada Allah dengan rasa khauf dan raja’. Seperti yang diajarkan Hasan al-Bashri tentang konsep tasawuf yang mengedepankan rasa takut kepada Allah dan rasa penuh pengharapan akan karunia Allah.

I’tikaf di masjid menjadi salah satu implementasi ajaran tasawuf Hasan al-Bashri yang bisa kita tunaikan pada bulan Ramadhan dengan sejuta keberkahan yang terkandung didalamnya.

Menukil syair Hasan al-Bashri tentang rasa khauf dan raja’ kepada dunia, “Dunia ini negeri tempat beramal. Siapa saja yang bertemu dengan dunia dalam rasa benci kepadanya dan zuhud, akan berbahagialah dia dan memperoleh faedah dalam persahabatan itu. Tetapi siapa saja yang tinggal dalam dunia, lalu hatinya rindu dan perasaan tersangkut kepadanya akhirnya dia akan sengsara. Dia akan terbawa kepada suatu masa yang tidak dapat dideritanya”. (Hamka, 2016: 89).

Syair ini menjelaskan bahwa dunia ini tempat kita beramal. Dalam rasa zuhud yang dibalut dengan rasa takut dan harapan kepada Allah, kita akan memperoleh faedah dari persahabatan (khalwat).

Sang sufi besar Imam Hasan al-Bashri telah mengajarkan kepada kita bahwa rasa takut dan ras penuh harap menjadi landasan kepada kita untuk ber-muhasabah kepada Allah.

Lebih-lebih di bulan Ramadhan ini, kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk memanen segala buah hidayah dan karunianya.

Editor: Yahya FR

Fahrul Anam
6 posts

About author
Mahasiswa Manajemen Zakat Wakaf, Fakultas Syariah IAIN Surakarta
Articles
Related posts
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah tidak menjadikan tasawuf sebagai landasan organisasi, berbeda dengan organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama. Akan tetapi, beberapa praktik yang bernafaskan tentang tasawuf…
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (2): Diskursus Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah pada awal mula berdirinya berasal dari kelompok mengaji yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dan berubah menjadi sebuah organisasi kemasrayarakatan. Adapun…
Tasawuf

Urban Sufisme dan Conventional Sufisme: Tasawuf Masa Kini

3 Mins read
Agama menjadi bagian urgen dalam sistem kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pasti memiliki titik jenuh, titik bosan, titik lemah dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds