Tahukah kalian apa makna sebenarnya dari tasawuf? Sangat banyak rujukan yang disampaikan para sufi mengenai asal muasal tasawuf. Bahkan, menurut Abdul Qadir Al-Suhrawardi, di dalam berbagai buku tashawuf ada lebih dari seribu definisi tasawuf. Namun, pada dasarnya tasawuf merupakan sebuah upaya para sufi untuk mengembangkan disiplin(riyadhah), spiritual, psikologis, keilmuan dan jasmaniah untuk menjalin hubungan sedekat-dekatnya dengan Tuhan.
Lalu mengapa tasawuf sering disebut mazhab cinta? Seorang ahli, Annemarie Schimmel berpendapat bahwa Islam justru lebih memujikan orientasi cinta ketimbang orientasi yang didominasi rasa takut. Dalam hal ini, khazanah pemikiran Islam juga mengenalkan dua situasi pertemuan manusia dengan tuhannya. Yang pertama, aspek kedahsyatan yang menggetarkan dan yang kedua, aspek keindahan yang memesonakan.
Tasawuf memiliki standar kutipan dari sebuah hadis qudsi yang berbunyi “Kuntu kanzan makhfiyyan, fa ahbabtu an u’rafa’. Fa khalaqtu al khalqa li kay u’raf.” Para sufi menyimpulkan dari kutipan tersebut bahwa basis dari penciptaan sejak awal mulanya adalah kerinduan atau kecintaan Tuhan akan manusia. Terlepas dari hal tersebut, Al-Qur’an juga menegaskan hubungan cinta antara Allah SWT dengan manusia. Seperti yang disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah[2] : 165 dan Q.S Al-Maidah[5] : 54.
Menurut sebuah penelitian para sufi, kata Ar-Rahman dan Ar-Rahim disebutkan sebanyak 124 kali dalam Al-Qur’an. Sementara kata Ghadab (murka) dan sejenisnya hanya disebutkan sebanyak 7 kali. Hal ini menunjukkan bahwa kasih sayang dan cinta Allah SWT mendahului kemurkaan Allah SWT. Pernyataan tersebut bukan berarti kita harus mengabaikan kemurkaan Allah SWT. Melainkan, membuktikan bahwa segenap kedahsyatan Allah seperti kemurkaan, janji pembalasan, kepemaksaan adalah bentuk kecintaan Allah kepada makhluk-Nya.
Para sufi dalam setiap kajian tasawufnya adalah mengembalikan kaum muslimin ke bawah naungan cinta kasih Allah SWT. Namun, adanya di bawah kegentaran kita kepada Allah SWT sulit membayangkan hubungan cinta antara Allah SWT, Sang Pencipta dengan manusia. Kebanyakan orang menafsirkan sebagai bagian dari keterikatan dan ketaatan seorang hamba yang takut kepada Allah SWT.
Bentuk Cinta Sufi
Untuk membuyarkan fiksasi manusia tentang Allah SWT yang menakutkan itu. Seorang sufi besar yang menyelami Islam dengan cinta, Ibn ‘Arabi. Ia menyebutkan simbolisasi dalam karya besarnya, Fushus Al-Hikam bahwa hubungan cinta antara Allah dan manusia bagaikan hubungan cinta antara lelaki dan perempuan. Artinya, kecintaan Allah kepada hambanya dan yang sebaliknya adalah seperti rasa cinta kasih dua sejoli anak manusia.
Tak hanya Ibn ‘Arabi, seorang sufi perempuan, Rabi’ah Al-‘Adawiyyah yang dikenal dengan syair syair menggetarkan yang menunjukkan hubungan cinta kasih antara manusia dan Tuhan. Cinta Rabiah kepada Allah sangat membelenggu di hatinya, sehingga ia mengenalkan sebuah konsep terhadap tasawuf yang dikenal dengan konsep mahabbah. Sebuah konsep pendekatan diri kepada Allah atas dasar cinta, bukan karena takut akan siksa neraka ataupun mengharap surga.
Ujaran Rabi’ah ini sejalan dengan pendapat Ali bin Abi Thalib, seorang sahabat sekaligus guru para sufi awal, yang menyayangkan ibadah seorang budak yang sedang ketakutan, atau seorang pedagang yang selalu menghitung-hitung imbalan. Seraya Ali bin Abi Thalib memuji hubungan yang berlandaskan cinta. Dalam konteks ini sudah jelas bahwa Ali bin Abi Thalib juga menganjurkan ibadah yang berlandaskan rasa cinta.
Dalam proses perjalanan spiritual, seseorang memang dihadapkan kepada cobaan-cobaan duniawi. Jika seorang mukmin melakukan keburukan, maka mucullah satu titik hitam dalam hatinya. Jika ia terus-menerus melakukan keburukan, maka dapat diduga bahwa pada akhirnya hati orang seperti ini akan sepenuhnya tertutupi dengan lapisan hitam, yang akan menghalanginya dari cahaya Allah SWT. Konteks inilah yang membutuhkan metode tasawuf dengan berlandaskan rasa cinta kasih.
Tasawuf dalam konteksnya memang bertujuan untuk menyucikan jiwa dan hati seseorang. Namun, bukan berarti tasawuf mengajarkan kita takut kepada Allah. Tasawuf di sini mempromosikan jenis hubungan penuh rasa cinta kasih antara Tuhan dan manusia. Yakni segala nafsu-nafsu duniawi di dalam jiwa telah tersucikan oleh rasa cinta yang begitu besar kepada Allah SWT. Hubungan seperti ini yang disebut puncak dari perjalanan spiritual manusia. Inilah sesungguhnya ideal tasawuf.