Islam dikenal sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana tercermin dalam konsep Islam Rahmatan Lil Alamin. Namun, dalam praktiknya, konsep ini sering kali tereduksi oleh sikap eksklusivisme dan fanatisme yang berlebihan. Perbedaan keyakinan, mazhab, dan tafsir sering dijadikan alasan untuk mengklaim kebenaran mutlak, yang pada akhirnya melahirkan konflik.
Di sinilah pentingnya tasawuf modern sebagai solusi dalam membangun sikap inklusif yang mampu memandang keberagaman sebagai rahmat, bukan ancaman. Tasawuf menawarkan pendekatan spiritual yang menekankan cinta kasih, keterbukaan, dan kedewasaan dalam beragama, sehingga mampu menghidupkan kembali semangat Islam Rahmatan Lil ’Alamin di tengah masyarakat modern yang pluralistik.
Konsep Inklusivisme dalam Islam
Inklusivisme adalah sikap menerima dan menghargai perbedaan tanpa memaksakan keyakinan pribadi. Dalam Islam, konsep ini sangat relevan, terutama dalam konteks keberagaman masyarakat. Al-Qur’an sendiri menegaskan pentingnya menghargai perbedaan dan keragaman:
“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”
(QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat ini menegaskan bahwa keragaman adalah kehendak Allah yang bertujuan untuk memperkaya kehidupan manusia. Namun, inklusivisme tidak berarti menghilangkan identitas atau keyakinan agama, melainkan menghargai keyakinan orang lain sambil tetap teguh pada prinsip-prinsip Islam.
Tasawuf Modern sebagai Landasan Inklusivisme
Dalam konteks tasawuf, inklusivisme telah diajarkan sejak masa para sufi awal. Al-Hujwiri, dalam bukunya Kashf al-Mahjub, menyebutkan bahwa seorang sufi sejati harus memandang setiap manusia sebagai cermin dari Tuhan. Hal ini berarti setiap manusia, apa pun keyakinannya, memiliki nilai spiritual yang harus dihargai.
Pendekatan tasawuf yang menekankan mahabbah (cinta), tasamuh (toleransi), dan ukhuwah (persaudaraan) dapat menjadi landasan kuat dalam membangun sikap inklusif. Seorang tokoh sufi modern, Seyyed Hossein Nasr, dalam bukunya The Garden of Truth, menyatakan bahwa tasawuf adalah jantung spiritual Islam yang mampu menjawab tantangan modernitas dengan menanamkan nilai-nilai cinta universal.
“Tasawwuf is the heart of Islam. It teaches us to see beyond the surface of things and to recognize the divine reality in all beings.”
(Nasr, 2007)
Dalam konteks ini, tasawuf modern tidak hanya berbicara tentang praktik spiritual individu, tetapi juga mengajarkan bagaimana membangun masyarakat yang damai dan inklusif.
Prinsip Tasawuf dalam Islam Rahmatan Lil Alamin
Tasawuf modern mengajarkan beberapa prinsip yang dapat mendorong sikap inklusif dalam beragama:
- Cinta Universal (Mahabbah)
Dalam tasawuf, cinta kepada Tuhan (mahabbah) menjadi dasar untuk mencintai sesama makhluk-Nya. Jalaluddin Rumi, seorang sufi besar, mengatakan: “I looked in temples, churches, and mosques. But I found the Divine within my heart.” Cinta universal ini mendorong umat Islam untuk memandang semua manusia sebagai saudara, terlepas dari perbedaan keyakinan. - Toleransi (Tasamuh)
Sikap tasamuh dalam tasawuf modern menolak sikap ekstremisme dan fanatisme. Ibn Arabi, seorang sufi besar, dalam karyanya Fusus al-Hikam menulis bahwa Tuhan tidak dibatasi oleh satu bentuk keyakinan saja: “My heart has become capable of every form. It is a pasture for gazelles and a convent for monks… I follow the religion of Love.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa seorang sufi sejati mampu menghargai semua bentuk keyakinan dan menemukan kehadiran Tuhan dalam segala hal. - Persaudaraan Kemanusiaan (Ukhuwah Insaniyyah)
Tasawuf modern mengajarkan konsep ukhuwah insaniyyah, yaitu persaudaraan berdasarkan kemanusiaan. Dalam konteks ini, Islam Rahmatan Lil ’Alamin harus diterjemahkan sebagai Islam yang membawa kedamaian dan keadilan bagi seluruh umat manusia.
Tantangan dan Relevansi Tasawuf Modern
Di era modern, tantangan dalam mewujudkan Islam Rahmatan Lil ’Alamin semakin kompleks. Misinformasi, ujaran kebencian, dan radikalisme semakin mudah menyebar melalui media digital. Oleh karena itu, tasawuf modern menawarkan solusi dengan menanamkan nilai-nilai spiritual yang mampu meredam konflik dan membangun dialog antaragama.
Martin Lings, dalam bukunya What is Sufism?, menegaskan bahwa tasawuf adalah jembatan antara ajaran agama dan realitas dunia modern. Dengan tasawuf, umat Islam dapat menghadapi tantangan zaman dengan sikap bijak, inklusif, dan penuh cinta kasih.
“Sufism is the living heart of Islam. It teaches not only the inward journey but also how to act outwardly with wisdom and compassion.”
(Lings, 1975)
Islam Rahmatan lil- ‘Alamin dalam Praktik Nyata
Untuk mewujudkan Islam Rahmatan lil- ‘Alamin melalui perspektif tasawuf modern, umat Islam perlu melakukan beberapa langkah praktis:
- Membangun Dialog AntaragamaTasawuf modern mendorong umat Islam untuk terlibat dalam dialog lintas agama yang berlandaskan rasa saling menghormati dan mencari titik temu dalam nilai-nilai kemanusiaan.
- Mengembangkan Pendidikan InklusifPendidikan Islam harus mengajarkan nilai-nilai inklusivisme sejak dini, dengan memperkenalkan konsep cinta, toleransi, dan persaudaraan yang diajarkan dalam tasawuf.
- Menghidupkan Tradisi Cinta dan KemanusiaanUmat Islam perlu menghidupkan kembali tradisi cinta dan kemanusiaan yang diajarkan para sufi, seperti berbagi dengan yang membutuhkan tanpa memandang latar belakang agama.
Tasawuf Kerangka Islam Rahmatan Lil Alamin
Tasawuf modern adalah jalan spiritual yang relevan untuk mewujudkan Islam Rahmatan Lil ’Alamin di era modern. Dengan menanamkan nilai-nilai cinta universal, toleransi, dan persaudaraan, tasawuf mampu mendorong umat Islam untuk bersikap inklusif dan dewasa dalam beragama.
Dalam konteks dunia yang penuh dengan konflik dan perpecahan, tasawuf modern menawarkan solusi yang menyejukkan: Islam yang penuh kasih, damai, dan menghargai keragaman. Sebagaimana dikatakan oleh Rumi:
“Be like a tree, and let the dead leaves drop. Love is the bridge between you and everything.”
Semoga Islam Rahmatan Lil ’Alamin bukan hanya menjadi slogan, tetapi benar-benar tercermin dalam sikap dan tindakan umat Islam di tengah masyarakat global yang majemuk.
Editor: Assalimi