Khutbah

Teks Khutbah Idul Adha: Falsafah Ibadah Kurban

6 Mins read

أَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَاكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ  يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَمُضِلَ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ اِلآّ اَللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ  وَأَشْهَدُ أَنَّ مُهَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْ لُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٌ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

قآَلَ اَللهُ تَعَآلَي فِى ا لْقُرْآنِ الْكَرِيم

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

قآَلَ اَللهُ تَعَآلَي وَلَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُحْسِنِينَ .اَمَا بَعْدُ

اُوْصِيكُمْ عِبَادَ اللهِ وَاِيآيَ بِتَقْوَي اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

اَللَّهُ اَكْبَر اَللَّهُ اَكْبَرْ ـ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ اَللَّهُ اَكْبَرْ ـ اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’assiral Muslimin/ah Sidang Shalat Idul Adha yang Berbahagia

Pertama-tama, marilah kita mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, Alhamdulillah, atas nikmat dan karunia-Nyalah, di pagi hari yang cerah ini, 10 Zulhijah 1445 H bertepatan pada tanggal 17 Juni 2024 M,  kita masih diberi nafas kehidupan untuk meningkatkan kadar ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Apakah taqwa itu? Menurut Raghib al-Ashfahani, ‘taqwa’ adalah memelihara sesuatu dari apa yang membahayakan (حفظ الشئ مما يؤذه وضره) (Al-Asfahany, 677).

Muhammad Abduh, penulis kitab tafsir Al-Manar, menyebutkan bahwa ‘taqwa’ bermakna menjauhkan diri dari kemudharatan. Sedangkan menurut Muhammad Ali As-Shabuni taqwa sikap takut terhadap murka Allah. Sikap takut tersebut diwujudkan dalam bentuk menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Seraya tunduk dan patuh hanya kepada-Nya.

Ada dialog yang indah antara dua sahabat Nabi SAW yang mulia, yaitu dialog Umar bin Khatab dengan Ubay bin Ka’ab tentang arti taqwa. Suatu ketika Umar bertanya kepada Ubay, “Wahai Ubay, apa makna takwa?” Ubay yang ditanya justru balik bertanya. “Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?” Umar menjawab, “Tentu saja pernah”. Ubay bertanya kembali, “Apa yang engkau lakukan saat itu, wahai Umar?”. Umar menjawab, “Tentu saja aku akan berjalan hati-hati”. Ubay lantas berkata, “Itulah hakikat takwa.”

Dari dialog Umar dan Ubay ini dapat kita petik pelajaran penting tentang hakikat taqwa. Bahwa menjadi orang yang bertaqwa adalah orang yang hidupnya senantiasa penuh kehati-hatian. Setiap saat ia selalu memastikan bahwa dirinya tidak menginjak duri-duri larangan Allah SWT.

Ibarat mudik ke kampung halaman yang memerlukan bekal, begitupula dengan “mudik” ke kampung halaman abadi, yaitu negeri akhirat, juga memerlukan bekal. Tidak ada bekal terbaik kecuali bekal taqwa. Dalam surat Al-Baqarah [2]: 197 Allah SWT berfirman:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

 “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal sehat.”

Shalawat dan salam, marilah kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi akhir zaman, penerang kegelapan, penuntun jalan kebenaran. Nabi Mulia yang memiliki garis keturunan dari Nabi Ismail AS, putra Nabi Ibrahim AS.

Di pagi hari ini, dengan khusyuk dan khidmat kita menunaikan shalat Idul Adha dan insya Allah nanti akan dilanjutkan dengan menyembelih hewan kurban. Ini merupakan wujud kesyukuran atas nikmat Allah yang tak terhingga yang telah dicurahkan kepada kita sebagaimana firman-Nya:

Baca Juga  Doa Rasulullah Saw di Hari Raya Idul Adha

إِنَّآ أَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

 “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah…” (QS Al-Kautsar [108]: 1-2).

اَللهُ اَكْبَرُاللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Jamah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Ada banyak suri tauladan dan hikmah yang dapat kita petik dari kisah Nabiyullah Ibrahim AS dan peristiwa Idul Kurban. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Mumtahanah [60] ayat 4:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهٗۚ

“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya”

Hikmah dan suri tauladan apa sajakah yang dapat kita petik dari peristiwa Idul Kurban dan Nabi Ibrahim AS? Setidaknya ada tiga hikmah atau falsafah dari peristiwa Idul Kurban dan Nabi Ibrahim AS, yaitu:

Pertama, Pentingnya Keseimbangan Keshalihan Individual dan Sosial

Mengapa setelah menegakkan shalat idul adha, kita disunnahkan menyembelih hewan kurban (فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)?. Apa maknanya? Hal ini menunjukkan bahwa antara keshalihan individual dan keshalihan sosial haruslah seimbang. Shalat adalah keshalihan individual, sedangkan kurban mengandung unsur keshalihan sosial. Di dalam ibadah qurban terdapat nilai-nilai penguatan relasi kemanusiaan, yaitu melalui momen berbagi antar sesama. Ini menunjukkan bahwa keshalihan bukan milik sendiri. Keshalihan adalah milik bersama.

Di dalam Kitab Mukasyafatul Qulub karya Imam Ghazali diceritakan terkiat dengan pentingnya keshalihan sosial. Suatu ketika Nabi Musa AS bertanya kepada Allah SWT. “Wahai Allah, aku telah mengerjakan semua ibadah yang Engkau perintahkan. Dari semua ibadah yang telah aku kerjakan, manakah ibadah yang paling Engkau senangi, apakah shalatku?

Allah menjawab “Shalatmu itu hanya untuk dirimu sendiri. Karena shalat yang engkau kerjakan dapat membuatmu terpelihara dari perbuatan keji dan munkar”.

Kemudian Nabi Musa bertanya “Apakah dzikirku, ya Allah?” Allah menjawab “Dzikirmu juga hanya untuk dirimu sendiri. Karena dengan dzikir itu engkau mendapatkan ketenangan dan ketentraman hati”.  

Lalu Nabi Musa bertanya kembali “Apakah puasaku, ya Allah?” Allah kemudian menjawab “Puasamu juga hanya untuk dirimu sendiri. Karena dengan puasa engkau dapat mengekang hawa nafsumu”. “Lalu, ibadah apa yang paling engkau senangi, ya Allah?” Nabi Musa bertnaya kembali. Allah menjawab “Ibadah yang paling Aku senangi adalah ketika engkau memberikan kebagian kepada orang yang sedang dalam kesusahan”.

Ibnu Hajar al-Asqolani, dalam Kitabnya Nashoihul ‘Ibad juga menjelaskan bahwa amal yang paling utama adalah “idkhol al-surur ‘ala qolbi al-mu’min…”, memasukkan kebahagiaan ke dalam hati orang yang beriman. Dari Abu Huroiroh berkata, Rasulullah SAW suatu ketika ditanya:

أي الأعمال أفضل؟ قال: أن تدخل على أخيك المؤمن المسلم سرورا أو تقضي عنه دينا أو تطعمه خبزا

“Amalan apa yang paling utama? Beliau berkata, “Ketika engkau memberikan kebahagiaan pada diri saudaramu yang mukmin, atau engkau bayarkan hutangnya, atau engkau memberinya roti.” (HR. Ibnu Abid Dunya)

Sebab itu, dalam hadis Hasan disebutkan bahwa “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan kurban”. (HR al-Tirmidzi dan Ibn Majah). Mengapa kurban termasuk ibadah yang paling dicintai Allah? Karena di dalamnya terdapat unsur membahagiakan orang lain.

Hal ini semakin membuktikan bahwa keshalihan sosial tidak boleh diabaikan. Bahkan Allah melabeli mereka yang tidak penduli kepada fakir miskin dan anak-anak yatim dengan gelar “pendusta agama” (يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ)? (QS. Al-Maun [107]: 1-7). Idul kurban adalah momentum terbaik kita untuk memerangi dan menghapus sifat-sifat pedusta agama yang melekat pada diri kita. 

Baca Juga  Khutbah Jumat Singkat: Tauhid Rahamutiyah

Sebab itu, jumhur ulama dari kalangan Imam Syafi’i dan Imam Malik menghukumi kurban dengan sunnah muakkadah. Sunnah yang mendekati wajib. Hal tersebut di dasarkan pada hadis:

مَنْ كَانَ لهُ سَعَة وَلمْ يَضَحْ فَلا يَقْربَنَّ مُصَلَّانَا

“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan (kelonggaran rizki), tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Dalam hadis Majhul juga disebutkan:

يَا يُّهَاالنَّاسُ اِنَّ عَلى كُل أهْلِ بَيْتٍ في كلِّ عَامٍ أُضْحِيَّة

“Hai manusia, sesungguhnya setiap penghuni rumah pada tiap-tiap tahun disunahkan berkurban,” (HR Abu Dawud).

اَللهُ اَكْبَرُاللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’assiral Muslimin, Rahimakumullah

Kedua, Bukan Hanya Sekedar Menyembelih Hewan Kurban

Hakikat kurban bukan hanya wujud spirit dalam menyemblih hewan kurban semata. Namun hakikat kurban yang sesungguhnya adalah wujud spirit dalam menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang melekat pada diri kita. Ketika hewan kurban disembelih, pada saat itu pula seharusnya sifat-sifat kebinatangan kita juga ikut disembelih. Sehingga lenyaplah nafsu-nafsu hewani seperti sikap merasa paling hebat, merasa paling kuat, merasa paling benar, merasa paling pintar, tidak peduli pada sesama, menindas, serakah, rakus, acuh tak acuh, korupsi, tidak bisa membedakan halal-haram dan lain-lainnya.

Bukankah perbedaan manusia dengan binatang terletak pada akal dan pikirannnya? Aristoteles (384-322 SM) seorang filusuf besar dari Yunani, pernah mengemukakan bahwa manusia adalah termasuk jenis hewan yang berakal sehat, yang berbicara dan bertindak berdasarkan akal dan pikirannya. Dalam ilmu mantiq, manusia disebut sebagai al-insanu hayawanun nathiq (manusia adalah binatang yang berfikir). Karena dengan akal dan pikiran yang dimilikinya, manusia mampu membedakan antara yang hak dan yang batil. Sehingga, tepat, jika manusia dalam berbicara dan bertindak tidak berdasarkan akal dan pikirannya tak ubahnya binatang dalam wujud manusia.

Hari ini, betapa banyak binatang-binatang dalam wujud manusia yang bertebaran di muka bumi dan telah merusak tatanan alam dunia dengan keserakahan dan kerakusannya. Tidak dipungkiri bahwa kerusakan yang telah tampak, baik di darat maupun di laut saat ini, adalah disebabkan karena ulah tangan manusia-manusia yang tidak menggunakan akal dan pikirannya (QS. Ar-Rum [30]: 41). Perbuatan tangan manusia yang tidak didasari akal dan pikirannya hanya akan menimbulkan kerusakan dan kekacauan dunia. Sebab itu, peranan akal sangat penting karena disitulah letak perbedaan kita dengan makhluk-makhluk yang lainnya.

Bukankah Al-Qur’an sering menyindir kita dengan: “Afala Tatafakkarun” (apakah kamu tidak memikirkan?), “Afala Ta’qilun” (apakah kamu tidak menggunakan akalmu?). Ibadah kurban mengingatkan kembali bahwa manusia haruslah hidup selayaknya manusia yang menggunakan akal dan pikirannya, bukan selayaknya binatang yang memperturutkan hawa nafsunya. Sebab itu, nafsu-nafsu hewani yang melekat pada diri kita harus dilenyapkan agar manusia terlepas dari belenggu hawa nafsunya dan berganti dengan jiwa takwa.

اَللهُ اَكْبَرُاللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’assiral Muslimin, Rahimakumullah

Ketiga, Jangan Pernah Mengorbankan Manusia

Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim AS untuk mengorbankan Ismail terdapat di dalam surat As-Saffat [37]: 102-107. Ketika keduanya telah berserah diri dan saat Nabi Ibrahim sedang membaringkan putranya untuk melaksanakan perintah Allah, tiba-tiba Allah menggantinya dengan seekor hewan sembelihan. Allah berfirman:

وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”.

Ada makna simbolis ketika Allah SWT mengganti Ismail dengan seekor hewan sembelihan. Ada pelajaran yang hebat dan sangat penting dibalik makna simbolis ini yang bisa kita petik dan kita implementasikan dalam kehidupan kekinian. Maknanya adalah bahwa manusia tidak boleh dikorbankan. Mengorbankan sesama umat manusia untuk meraih suatu tujuan atau kejayaan tidaklah dibenarkan. Namun faktanya hari ini, kita masih banyak menyaksikan antar sesama umat manusia saling menjatuhkan satu sama lain demi tujuan dan kejayaannya masing-masing.

Baca Juga  Khutbah Idul Adha 1445H: Kurban dan Pengorbanan

Pertumpahan darah masih banyak terjadi. Saling sikut, saling fitnah, saling menyakiti dan lain sebagainya. Bahkan ada kelompok yang mengeklaim bisa masuk surga dengan dalih “jihad” namun caranya dengan merampas nyawa sesama umat manusia. Di beberapa negara hari ini juga masih terjadi peperangan yang banyak menimbulkan korban jiwa. Seperti yang terjadi di Palestina pada hari ini. Lebih dari 35 ribu nyawa melayang. Tentu hal-hal semacam ini harus diakhiri dan dihentikan. Allah berfirman:

“Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan semua manusia.” (QS. Al Maidah [5]: 32).

Bukankah manusia antara yang satu dengan yang lainnya harus saling mencintai dan menyayangi? Seumpama tubuh, jika ada satu anggota tubuh kita ada yang sakit, maka angota tubuh yang lain juga ikut merasakan sakit. Begitulah hakikatnya sesama manusia. Nabi juga mengingatkan bahwa manusia antara yang satu dengan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan yang fungsinya saling menguatkan (HR. Muslim). Bukan malah dikorbankan demi suatau kepentingan sesaat. Ibadah kurban mengingatkan kembali kepada kita bahwa manusia tidak boleh dikorbankan. Manusia harus dimuliakan.

اَللهُ اَكْبَرُاللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’assiral Muslimin, Rahimakumullah

Demikianlah falsafah yang dapat kita petik dari peristiwa ibadah kurban. Semoga dapat meningkatkan kadar ketakwaan kita kepada Allah SWT. Ketakwaan ini harus kita mulai dari diri dan keluarga kita. Karena dari keluarga-keluarga yang bertakwa inilah akan lahir masyarakat dan bangsa yang bertakwa. Sehingga negeri Indonesia menjadi negeri yang baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang alamnya banyak memberikan kebaikan dan semua masyarakatnya berprilaku baik.

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ

“Dan sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” (Al-A’raf [7] ayat 96)

Mari kita tutup khutbah ini dengan berdoa.

.اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَ عَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَخْمَعِيْنَ

اَلّلَهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسِلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبُ مُخِيْبُ الدَّعْوَاتِ يَاقَظِيَ الْحَخَاتِ

اَلَّلهُمَّ اِنَّا نَسْاءَلُكَ سَلَمَتً فِي الدِّيْنِ وَعَافِيَتَ فِي الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِي الْعِلْمِ وَبَرَكَهً فِي الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ بِرَحْمَتِكَ يآاَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ

اللَّهُمَّ أَعِزَّالْإِسْلَامَا وَ لْمُسلِمِين اللَّهُمَّ انْصُرْإِخْوَاننَاَ الْمُسلِمِين المُجَاهِدِينَ فِي فِلِسْطِين اللَّهُمَّ ثَبِّتْإِ يمَانَهُمْ وَأَ نْزِلِ السَّكِينَةَ عَلَىقُلُوبِهِم

اَلَّلهُمَّ تَقَبَّلْ مِنّآ صَلاَتَنا َوَجَمِيعَ عِبآدَتِنآ بِرِضآكَ وَفَضْلِكَ الْكَرِيْم  وَتُبْ عَلَيْنآ إِنَّكَ أَنْتَ تَوَابُ الرَّحِيْمُ

رَبَّنآ هَبْ لَنَآ مِنْ أَزْوَاجِنَآ وَذُرِّيَتِنَآ قُرَّةً أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَآ لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا

 رَبَّنَآ أَتِنَآ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَآ عَذَابَ النَّار. سُبْحَانَ رَبكَ رَبّ الْعِزَةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمُ عَلىَ الْمُرْسَلِيْن وَالحَمْدُ ِللهِ رَبّ ِاْلعآلَمِيْنَ

أَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَاكَاتُهُ

Related posts
Khutbah

Khutbah Idul Adha 1445H: Kurban dan Pengorbanan

5 Mins read
ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُ إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ…
Khutbah

Khutbah Idul Adha 1445H: Idul Kurban Tonggak Peradaban Berkemajuan

7 Mins read
أَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَاكَاتُهُ إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ  يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَمُضِلَ…
Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Makna Idul Fitri dan Kemenangan Sejati

5 Mins read
Berikut ini adalah contoh khutbah Idul Fitri yang dapat dipakai untuk memberikan khutbah Idul Fitri di masjid- masjid dan di lapangan. Tema…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds