Perspektif

Teliti Menilai Informasi di Dunia Digital

3 Mins read

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

(QS Al-Hujurat ayat 6)

Beberapa hari ini jagad media sosial sedang dihebohkan unggahan tentang klepon, makanan tradisional jawa, yang disebut sebagai bukan makanan Islami. Unggahan yang cenderung kontroversial ini memunculkan berbagai tanggapan dari warganet yang sebagian besar menyatakan tidak setuju dengan pernyataan bahwa kue klepon tidak Islami. Unggahan tersebut semakin mendapat tanggapan negatif karena dikaitkan dengan promosi penjualan kurma dari ‘toko syariah’ dengan pemilik atas nama Abu Ikhwan Aziz.

Beberapa warganet mencoba menelusuri asal usul informasi tersebut, namun tidak menemukan informasi lebih jelas mengenai toko syariah dan nama penjual kurma yang tercantum dalam unggahan yang tersebar luas tersebut. Hal ini menimbulkan tanda tanya, karena kalau memang unggahan itu diniatkan untuk promosi maka mestinya ada alamat toko atau alamat kontak pemilik toko yang bisa dihubungi lebih lanjut.

Cermat Menilai Informasi

Isu klepon yang tidak Islami ini menjadi contoh pentingnya ikhtiar untuk menilai informasi dengan teliti sebelum berkomentar atau membagikan sebuah informasi penting kepada orang lain. Al-Qur’an telah mnegajarkan kepada umat Islam tentang pentingnya tabayyun atau menilai informasi secara teliti sebelum bertindak lebih jauh.

Prinsip tabayun dalam surat Al-Hujurat ayat 6 yang dikutip diatas menegaskan bahwa dalam menilai sebuah informasi yang beredar, yang perlu dinilai bukan hanya substansi pernyatannya, tetapi juga dari mana sumber informasi itu berasal dan apa motif dari penyebar informasi tersebut. Ketidaktelitian itu bisa berakibat fatal karena bisa memicu konflik yang seharusnya bisa dihindari.

Baca Juga  10 Rekomendasi Universitas Islam Negeri (UIN) Terbaik di Indonesia

Internet, khususnya media sosial telah menjadi pasar bebas informasi, sehingga kemampuan untuk menilai informasi dengan cermat menjadi semakin penting untuk dimiliki oleh masyarakat digital. Semakin tingginya intensitas kita berinteraksi di ruang virtual juga membuat ragam informasi yang disebarluaskan melalui media internet menjadi semakin beragam.

Banyak kita temukan konten-konten positif, namun juga banyak kita jumpai konten-konten yang problematis bahkan banyak juga berita atau konten palsu yang sengaja dibuat dan disebarluaskan untuk kepentingan-kepentingan tertentu.Warga digital yang cerdas seharusnya bisa mengenali jenis-jenis informasi yang perlu diwaspadai dan diteliti lebih cermat sebelum dikomentari atau disebarluaskan.

Panduan Mengenali Konten yang Problematis

Salah satu panduan yang cukup lengkap untuk mengenali konten yang problematis ditulis oleh Claire Wardle, direktur First Draft, sebuah organisasi nirlaba yang memiliki perhatian khusus terhadap advokasi informasi.

Claire mengidentifikasi tujuh tipe konten yang harus dinilai dengan cermat sebelum direspon lebih jauh. Daftar tipe konten tersebut jika diurutkan dari yang paling sedikit unsur kepalsuannya dapat dibuat urutan sebagai berikut:

1. Konten Satire atau Parodi

Konten ini umumnya dibuat untuk lelucon, tidak ada niat untuk memanipulasi informasi, namun berpotensi untuk menimbulkan kesalahpahaman. Kasus unggahan konten klepon yang tidak Islami yang sedang banyak diperbincangkan saat ini bisa jadi adalah unggahan iseng bernada satire yang mungkin maksudnya untuk kritik atau lelucon, tetapi mendapat tanggapan beragam. Contoh konten parodi misalnya seseorang yang bisa meniru cara bicara atau penampilan seorang tokoh publik sehingga bisa mengecoh orang banyak.

2. Koneksi yang Tidak Sesuai

Tipe konten ini biasanya kita temukan dalam bentuk berita yang antara judul atau gambar yang ditampilkan tidak sesuai dengan isi beritanya. Tipe konten semacam ini seringkali dibuat oleh wartawan yang belum memahami kode etik jurnalistik dengan baik atau sengaja dijadikan strategi oleh media-media yang kredibilitasnya rendah untuk menarik perhatian pembaca atau disebut juga strategi clickbait.

3. Konten yang menyesatkan

Konten dengan tipe seperti ini biasanya menyampaikan informasi asli tetapi digunakan untuk menjelaskan hal yang berbeda. Misalnya ada foto atau video polisi yang sedang menganiaya orang di suatu tempat dan kebetulan pada saat yang sama sedang terjadi demonstrasi mahasiswa di tempat lain, sehingga timbul kesan seolah-olah telah terjadi penganiayaan terhadap mahasiswa yang sedang berdemo. Motif pembuatan konten semacam ini sangat beragam, ada yang bermuatan politis atau dilakukan untuk propaganda ideologi tertentu.

Baca Juga  Literasi Digital: Refleksi Dua Bulan Belajar di Rumah

4. Konteks yang Tidak Tepat

Tipe konten ini umumnya juga memuat konten asli tetapi digunakan dalam konteks yang berbeda. Misalnya pernah beredar foto tim olah raga putri Rusia yang menggunakan jilbab dan dibandingkan dengan foto tim olah raga putri Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim yang malah menggunakan pakaian yang membuka aurat. Foto tim futsal putri Rusia tersebut asli, tetapi setelah ditelusuri tim tersebut menggunakan jilbab karena mereka sedang berada di Iran untuk mengikuti pertandingan persahabatan dengan tim futsal Iran, sehingga mereka memakai jilbab untuk menghormati tuan rumah.

5. Konten tiruan

Konten jenis ini bisa berupa konten buatan yang dibuat mirip dengan konten lain yang sudah lebih dikenal atau sebuah konten yang dibuat dengan mencatut nama seorang tokoh atau lembaga yang dikenal secara luas. Contoh yang sering kita temukan adalah media online abal-abal yang menggunakan nama atau logo yang mirip dengan media lain yang sudah terkenal, sehingga banyak pembaca yang tertipu.   

6. Konten Asli yang Dimanipulasi

Tipe konten ini menampilkan informasi asli yang telah diedit sedemikian rupa sehingga memunculkan makna tertentu. Misalnya pernah beredar foto Gibran anak presiden Jokowi yang memakai kaos bergambar palu arit. Setelah ditelusuri ternyata dalam foto aslinya Gibran memakai kaos berwarna polos dan tidak ada gambar palu arit di kaos tersebut.

7. Konten yang Sepenuhnya Palsu

Tipe konten ini adalah konten yang tingkat kepalsuannya paling tinggi, karena memang sengaja dibuat untuk menipu atau memalsukan informasi. Motif pembuat konten palsu ini juga beragam dan umumnya memang ada unsur kesengajaan untuk memancing keributan atau untuk melakukan penipuan. Konten palsu banyak kita temukan di media sosial, misalnya lowongan kerja palsu, atau toko online palsu yang dibuat untuk melakukan penipuan.

Baca Juga  Corona Menguji Kekuatan dan Solidaritas Kebangsaan
***

Setelah memahami tujuh tipe konten yang problematis tersebut, mudah-mudahan kita semakin berhati-hati dalam menilai, meneruskan atau memberikan komentar terhadap konten-konten yang beredar di belantara dunia digital.

Editor: Yahya FR
Avatar
3 posts

About author
Wakil Rektor I Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Articles
Related posts
Perspektif

Nasib Antar Generasi di Indonesia di Bawah Rezim Ekstraktif

4 Mins read
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, telah lama bergantung pada sektor ekstraktif sebagai pilar utama perekonomian….
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds